.webp)
Awan begitu terang pada Sabtu (23/3/2024) malam. Para pengunjung yang didominasi oleh kaum muda-mudi mulai berdatangan ke bundaran Patung Tirosa. Ratusan sepeda motor berjejeran melingkari patung itu.
Walaupun hanya cahaya lampu jalan yang diandalkan untuk menerangi lingkaran bundaran, itu tak mengurangi minat pengunjung untuk terus berdatangan.
Patung yang memiliki singkatan dari Timor, Rote, Sabu (Tirosa), itu terletak di Jalan Bundaran PU, Kelurahan Tuak Daun Merah (TDM), Kecamatan Oebobo, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski tak ada fasilitas pendukung seperti gazebo untuk berlindung saat hujan, toilet umum, dan tempat duduk, tempat ini merupakan salah satu rekomendasi melepas penat di setiap waktu senggang.
Pengunjung hanya mengandalkan lantai berbahan keramik dan beralaskan spanduk bekas yang disediakan oleh para pedagang kopi. Di atas spanduk bekas itulah pengunjung bisa duduk sembari menikmati minuman dan makanan ringan.
Ada sebanyak lima titik yang sering digunakan sebagai tempat nongkrong pengunjung yang didominasi oleh kaum milenial. Mereka hanya sekedar duduk bercerita saat malam akhir pekan.
Salah satu pengunjung, Desim Akulas, mengatakan dulu saat air mancur di sekeliling bundaran masih berfungsi, kunjungan warga tak bisa dihitung setiap malamnya.
 Bundaran patung Tirosa Jalan Bundaran PU, Kelurahan Tuak Daun Merah (TDM), Kecamatan Oebobo, Kota Kupang, NTT, menjadi tempat favorit warga. (Yufengki Bria/detikBali). Foto: Bundaran patung Tirosa Jalan Bundaran PU, Kelurahan Tuak Daun Merah (TDM), Kecamatan Oebobo, Kota Kupang, NTT, menjadi tempat favorit warga. (Yufengki Bria/detikBali). |
"Sekarang (pengunjung) sudah agak berkurang. Karena dulu daya tariknya itu yang air mancur ini, tapi sekarang tidak jadi (berfungsi) lagi," kata Desim kepada detikBali, Sabtu.
Pria berusia 23 tahun itu mengaku bila tempat ini dilengkapi dengan fasilitas yang mumpuni seperti gazebo dan tempat duduk, maka bisa mendorong pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) untuk menjual barang dagangannya.
"Ini harus ditata dulu, supaya pedagang punya tempat untuk berjualan. Karena tempat ini banyak pengunjungnya," bebernya.
Sementara pedagang kopi panas, Edvend Sinaga, menceritakan hasil jualannya sangat laris saat sabtu dan minggu malam. Selain itu juga laris saat musim liburan.
"Lumayan, kadang ramai dan sepi juga, tapi hasil jualan tetap laris. Biasanya setiap malam itu keuntungan Rp 500 ribu. Paling banyak itu mereka pesan kopi," ceritanya.
Pria 24 tahun ini berharap instansi terkait bisa menyediakan tempat colokan listrik agar pedagang bisa memanfaatkannya untuk memanaskan air. Sebab saat ini para pedagang masih mengandalkan air panas yang ditampung di termos.
"Kami sangat membutuhkan colokan listrik, selain untuk keperluan memanaskan air, juga untuk sambung lampu. Karena di sini masih andalkan penerangan dari lampu jalan," tandasnya.
(nor/iws)
