Lombok Utara -
Suara gemuruh enam tahun silam masih menghantui warga Dusun Monggal, Desa Genggelang, Kecamatan Gangga, Lombok Utara, NTB. Gempa bumi berkekuatan magnitudo (M) 7,0 yang terjadi pada Sabtu malam, 5 Agustus 2018, meluluhlantakkan ribuan rumah warga di Lombok Utara. Dampak gempa itu pun masih menyisakan kenangan pahit bagi sebagian warga.
Ramni (63) misalnya. Warga Dusun Monggal, Desa Genggelang, Kecamatan Gangga itu masih trauma setelah merasakan tiga kali guncangan gempa pada 2018. Gempa kedua berkekuatan M 7 yang berpusat di Lombok Utara itu membuat rumah Ramni porak-poranda. Rumah berukuran 56 meter persegi yang dibangun tahun 2009 itu hancur berkeping-keping nyaris rata dengan tanah.
Ramni menuturkan ketika gempa pertama M 6,6 pada Minggu (29/7/2018) sekitar pukul 06.47 Wita berpusat di Lombok Timur, dia bersama tiga anaknya berada di dalam rumah dalam posisi masih tidur. Saat getaran terasa, Ramni berlari ke halaman rumah Setelah itu, dia bersama tiga anaknya mendirikan tenda di halaman rumah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Waktu itu orang-orang bertanya kenapa sampai buat tenda padahal gempanya tidak merusak rumah. Ya saya jawab karena takut ada gempa susulan kan," ucap Ramni bercerita kepada detikBali, Kamis (22/2/2024).
Foto: Anggota TNI bahu-membahu membangun rumah warga yang tidak layak huni di Lombok. (Ahmad Viqi/detikBali) |
Prediksi Ramni pun benar. Gempa kedua berkekuatan M 7 itu mengguncang wilayah Kabupaten Lombok Utara. Menurutnya, gempa bumi yang terjadi sekitar pukul 19.30 Wita pada Sabtu (5/8/2018) malam itu membuat ratusan rumah warga rusak. Bahkan, ada yang rata dengan tanah. Beberapa warga di Desa Menggala turut menjadi korban gempa.
"Waktu itu saya sedih, menangis. Setelah gempa pertama di Lombok Timur, di sini terasa. Gempa kedua malam Minggu itu saya memang sudah tidur di bawah terpal di samping pohon manggis. Saya tidak berani masuk ke rumah. Posisi rumah sudah rusak parah. Tembok retak, atap ambruk. Setelah itu kemudian semua tetangga ikut membuat tenda," tutur Ramni.
Dua pekan kemudian, gempa berkekuatan M 6,9 kembali mengguncang Lombok Utara. Gempa ketiga terjadi pada Minggu (19/8/2018) malam. Rumah Ramni rusak kian parah.
"Memang tidak rata dengan tanah. Namun rumah itu tidak bisa ditempati kembali karena nyaris ambruk," ucapnya. Hingga saat ini, rumah itu tidak diperbaiki oleh tiga anggota keluarganya karena keterbatasan biaya.
"Awalnya saya maunya dirusak dirobohkan, tapi anak-anak saya tidak ngasih. Katanya bisa diperbaiki kapan-kapan kalau punya uang," kata Ramni mendengar saran dari dua anaknya.
Tidak Mendapatkan Bantuan
Hingga 2024, rumah yang Ramni bangun dengan jerih payah itu tidak kunjung mendapat bantuan dari pemerintah selama masa tanggap darurat ditetapkan pada September 2018. Menurutnya, sudah enam tahun gempa berlalu. Namun, kondisi rumah itu masih berdiri tanpa atap dan menyisakan puing-puing reruntuhan.
"Ya kan sudah enam tahun berlalu. Saya ingat waktu itu hampir empat bulan tidur di bawah terpal. Sampai sekarang saya belum mendapatkan bantuan rumah tahan gempa (RTG) sejak 2018," ujar Ramni.
Menurut Ramni, rumah miliknya itu masuk kategori rusak berat. Seharusnya dia bersama 100 kepala keluarga (KK) yang rumahnya mengalami rusak berat akibat gempa di Desa Menggala mendapatkan bantuan. Sayang, pemerintah daerah setempat tidak memasukkan data keluarga Ramni ke dalam daftar penerima bantuan RTG.
"Ya sampai sekarang tidak kunjung diperbaiki. Setiap tahun saya ditanya dapat bantuan rumah atau tidak? Ya, saya bilang tidak dapat. Rumah ini kan berdiri di tanah saya. Jadi sudah enam tahun rumah ini saya biarkan begitu saja biar pemerintah tahu kondisinya," ujarnya.
Ramni mondar-mandir bawa berkas di halaman selanjutnya
Ramni menceritakan pada 2019 sempat mondar-mandir membawa berkas ke kantor desa untuk menanyakan bantuan RTG dari pemerintah. Karena tidak mendapatkan kejelasan hingga tahun 2023, Ramni akhirnya pasrah dan membiarkan rumah tersebut terbengkalai.
"Saya ke sana (ke kantor desa), katanya tidak dapat. Setelah itu saya bangun rumah sederhana dari bahan rumah yang rusak ini. Jadi bahan rumah rusak ini saya pakai buat dapur, kamar mandi, dan buat kamar pakai bahan-bahan yang ada ini," ujarnya sambil meratapi sisa puing rumahnya.
Wanita paruh baya yang memiliki sembilan cucu ini mengungkapkan rumah sementara yang didirikan di dekat rumah yang porak-poranda menelan biaya Rp 50 juta. Uang itu didapat dari hasil berkebun dan berjualan sayur-sayuran.
"Sekarang saya sendiri tidak punya suami sejak meninggal tahun 2019. Sambil berkebun saya jualan dulu untuk biaya sehari-hari," tutur Ramni.
Memasuki 2024, tepatnya pada Februari, Ramni pun bisa tersenyum. Dia terpilih sebagai penerima bantuan rumah tidak layak huni (RTLH) dari program TNI Manunggal Membangun Desa (TMMD) ke 119 tahun 2024.
"Alhamdulillah. Ini mungkin berkat doa kami selama ini. Walaupun dibangun rumah dengan ukuran yang berbeda tapi saya berterima kasih sudah dibantu," ungkapnya.
100 Rumah Belum Dapat Bantuan RTG di Genggelang
Kepala Desa Genggelang Dodi Alamudi mengungkapkan selain rumah Ramni, ada 100 rumah warga masuk kategori rusak berat belum mendapat bantuan RTG sejak 2018. Sebab, tidak terdata di Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
"Ada 100 rumah belum dapat RTG di Menggala itu katanya belum masuk pendataan. Katanya sih datanya belum valid. Kok bisa?" kata Dodi mempertanyakan saat ditemui, Selasa (5/3/2024) lalu.
Dodi mengungkapkan ada banyak keluhan dari 100 rumah warga belum mendapatkan bantuan RTG mengeluhkan kondisi tersebut. Menurut Dodi, dari data yang dipegang pihak desa, ada 300 rumah masuk kategori rusak berat, sedang dan ringan akibat gempa 2018. Rumah warga yang masuk kategori rusak sedang dan ringan sudah mendapat RTG secara bertahap sejak 2019 hingga 2023.
"Yang rusak ringan kami masih andalkan bantuan dari pemda. Kalau dari pemerintah desa tidak bisa menganggarkan, karena biaya. Kan yang rusak ringan kisaran Rp 10 juta. Sesuai dengan kemampuan APBDes," terang Dodi.
Terpisah, Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Genggelang, Johan, mengatakan banyaknya rumah warga korban gempa yang belum mendapatkan bantuan RTG menjadi catatan pemerintah desa. Menurutnya, salah satu upaya yang baru-baru ini dilakukan ialah dengan mengusulkan para korban mendapatkan bantuan pembangunan RTLH melalui program TMMD ke 119 tahun 2024 di Lombok Utara.
Foto: Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Genggelang, Johan. (Ahmad Viqi/detikBali) |
Realisasi terakhir pemberian RTG kata Johan terjadi empat tahun lalu pada masa Bupati Najmul Akhyar. Ketika itu, Bupati Najmul memberikan dua RTG khusus warga Desa Genggelang. "Waktu itu tahun 2020. Sekarang tidak ada pembangunan di zaman Bupati Djohan Syamsu," ujarnya.
"Kondisi di lapangan banyak belum diselesaikan. Tidak mengerti juga sering mengusulkan hasilnya nihil semua," kata Johan mengeluh.
Dikatakan Johan, beberapa kali pihak Pemdes meminta KTP warga menjadi korban gempa. Namun realisasi RTG tidak kunjung diberikan oleh pemerintah daerah dan pusat. "Sekarang kan ada dua rumah yang harus dapat RTLH korban gempa di Desa Gegelang, termasuk Ibu Ramni," ungkapnya.
Menurut Johan, bantuan RTLH dari TNI melalui dana pusat yang dialokasikan ke daerah itu rupanya belum cukup membantu beban masyarakat. Sebanyak 100 rumah yang belum tersentuh bantuan dari pemerintah pusat bakal tetap diusulkan.
"Kekhawatiran kami ya pusat tidak lagi menganggarkan walaupun sebenarnya sudah kami usulkan, tetapi tidak ada tindak lanjut dari pemerintah," ucap Johan.
2.500 Rumah Tak Tersentuh di Lombok Utara
Wakil Bupati Lombok Utara Denny Karter Febrianto Ridawan mengatakan pasca gempa 2018 lalu ada 62 rumah mendapatkan bantuan RTG. Ada pun sumber dana RTG itu berasal dari dana siap pakai (DSP) yang digelontorkan pusat secara bertahap hingga 2022 lalu.
"Dari dana DSP itu ada 62 ribu sudah kami bangun. Tapi memang ada 2.500 belum diselesaikan di Lombok Utara," ujar Denny.
Ketua DPD Gerindra Lombok Utara itu mengatakan data 2.500 rumah warga yang belum mendapatkan RTG sudah diusulkan ke pusat pada tahun 2023. Pengusulan itu dilakukan melalui dana rehab rekon di BNPB. "Ya. Kami berdoa sama berharap juga karena ini anggaran dari BNPB Pusat tentu bagaimana pusat sesegera mungkin intervensi RTG yang belum selesai," kelit Denny.
Tindakan yang sudah dilakukan untuk memperjuangkan RTG kepada penyintas gempa Lombok lanjut Denny adalah memasukkan semua data rumah warga ke dalam dokumen rencana rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana (R3P) ke BNPB. Menurutnya data R3P itu sudah masuk dan sudah divalidasi."Mudahan bisa dalam beberapa bulan ke depan. Saya juga akan memonitor langsung ke BNPB," ucapnya.
Banyaknya warga yang belum tersentuh bantuan RTG gempa 2018 sangat disesalkan Denny. Dia pun tidak menutup mata banyaknya warga yang bertahan selama 6 tahun tidur di rumah darurat yang dibangun secara mandiri.
"Jadi sebenarnya komitmen pusat sudah menyelesaikan 62 ribu rumah melalui dana DSP tetapi ada kekurangan dana DSP ketika masih menyisakan 2.500 rumah. Dan datanya sudah ada di BNPB. Sudah diverifikasi divalidasi. Baik di Pemda sampai ke pusat," ucapnya.
Denny berjanji dalam masa sisa waktu pemerintahannya yang akan berlangsung sampai September 2024, Pemkab Lombok Utara akan terus melakukan monitoring bantuan RTG untuk penyintas gempa Lombok ke pusat.
TNI bantu warga di halaman berikutnya
Denny menyampaikan, adanya program TMMD ke-119 ini menjadi harapan segar bagi masyarakat yang belum tersentuh bantuan RTG. Tentu, Denny melanjutkan, jumlah korban gempa yang diajukan mendapat bantuan ke program BSPS, RTLH, dan TMMD tidak bisa diberikan secara masif.
"Untuk semua program yang ada tetap mengusulkan korban gempa masuk di dalam data usulan. Kalau yang belum kami usulkan untuk RTLH. Dan tentu kan jumlahnya tidak bisa masif. Kami akan selesaikan secara bertahap PR-PR untuk RTG ini," kata Denny.
TNI Bahu-membahu Bantu Warga
Dandim 1606/Mataram sekaligus Dansatgas TMMD ke 119, Letkol Arm Muh. Saifudin Khoiruzzamani mengatakan ada 14 rumah yang mendapat bantuan RTLH. Semuanya tersebar di tujuh desa di Kecamatan Gangga, Kabupaten Lombok Utara, NTB. Di antaranya, di Desa Bentek, Desa Genggelang, Desa Gondang, Desa Rempek, Desa Sambik Bangkol, Desa Selelos dan Desa Rempek Darussalam.
Menurut Saifudin, 14 warga yang mendapat bantuan RTLH melalui program TMMD di Kecamatan Gangga ini dipastikan rampung pada 20 Maret 2024.
"Jadi bukan hanya bangun RTLH. Kami juga ada pembangunan rabat jalan, jembatan, talud, dan membangun plat deker di Desa Genggelang," kata Saifudin ketika dijumpai di ruang kerjanya, Selasa (5/3/2024).
Menurut Saifudin, besaran anggaran TMMD ke-119 tahun 2024 ini sebesar Rp 14 miliar. Dalam pengalokasian dan pembangunannya, TNI tetap melibatkan tim konsultan dari Dinas PUPR Lombok Utara.
Saifudin menjelasan satu bangunan RTLH dikerjakan oleh delapan anggota TNI. Seluruh anggota yang berjibaku membantu warga berasal dari personel satgas bentukan Kodim Mataram dibantu dengan anggota dari Korem dari Infantri batalyon 742, TNI AL, Polres Lombok Utara, dan PUPR.
"Jadi ada sasaran nonfisik juga. Seperti penyuluhan narkoba kami minta bantuan dari BNN dan Kejari Mataram, serta Dinas Kesehatan Lombok Utara. Ada juga penyuluhan tertib lalu lintas dari Polres Lombok Utara," bebernya.
Kendala utama membangun rumah warga adalah faktor alam. Cuaca yang tidak bersahabat ini memang cukup merepotkan anggota dalam membangun jembatan di Kecamatan Gangga. "Hambatan lain soal teknis relatif tidak ada. Relatif kecil bisa diatasi," katanya.
Pengajuan warga yang mendapat bantuan pembangunan RTLH sudah didata sejak lama oleh Babinsa di tujuh desa di Kecamatan Gangga. Dari hasil pendataan, ditemukan lebih dari 1.200 rumah warga ditemukan tidak layak huni.
"Ya ada di atas 1.200 butuh rumah tidak layak huni. Jadi ini masih kurang banyak yang bisa kami bantu. Bahkan, yang miris ada warga tinggal di rumah gedek. Temboknya dari anyaman bambu," katanya.
Saifudin mengungkapkan 83 personel yang diterjunkan membantu pembangunan RTLH di tujuh desa di Kecamatan Gangga dipastikan ikut menginap di rumah warga. Seluruh personel ikut membaur dengan masyarakat setempat.
"Dari rancangan awal RTLH ini dibangun tanpa menggunakan keramik. Itu kami pakaikan keramik agar lebih bagus," ucap Saifudin.
Danrem 162/WB, Brigjen TNI Agus Bhakti, mengungkapkan progres sasaran pembangunan fisik program TTMD ke-119 tahun 2024 yang dilaksanakan di Lombok Utara sudah mencapai 80 persen. Agus memastikan semua pembangunan fisik bisa memberikan kemudahan akses, serta memacu potensi ekonomi di Lombok Utara.
Menurut Agus, program TMMD ini diharapkan memberikan dampak positif dalam mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi masyarakat di Kecamatan Gangga Lombok Utara. "
Kami juga berharap ada interaksi sosial antar desa yang positif selama program ini berlangsung," pungkas Agus, Rabu (13/3/2024).