Dampak Kemarau Panjang, BPBD NTT Minta Petani Tanam Palawija

Dampak Kemarau Panjang, BPBD NTT Minta Petani Tanam Palawija

Simon Selly - detikBali
Kamis, 18 Jan 2024 21:19 WIB
Kepala Pelaksana BPBD NTT, Ambrosius Kodo. 

Foto: Simon Selly / detikBali.
Foto: Pelaksana BPBD NTT, Ambrosius Kodo. (Simon Selly/detikBali)
Kupang -

Kemarau panjang sebagai dampak fenomena El Nino menggerus hasil panen padi di Nusa Tenggara Timur (NTT). Untuk itu, Kepala Pelaksana (Kalaksa) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) NTT Ambrosius Kodo meminta para petani di NTT menunda menanam padi dan mengganti dengan palawija.

"El Nino ini sesuai informasi dari Stasiun Klimatologi akan menguat hingga April 2024. Jangan dulu menanam padi. Jadi para petani boleh menanam tanaman-tanaman palawija, yang cocok untuk terus berproduksi serta tetap punya cadangan," ujar Ambrosius yang diwawancarai via telepon, Kamis (18/1/2024).

Menurut Ambrosius, kondisi El Nino saat ini patut diperhatikan dari semua pihak. Pemerintah kabupaten (Pemkab) di seluruh NTT diharapkan melakukan kajian agar bisa ketahui bersama kondisi masing-masing wilayah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kami membutuhkan data dari sektor pertanian di NTT, agar dapat menganalisis kondisi kita saat ini seperti apa," jelas Ambrosius.

Dia menjelaskan saat ini status kemarau panjang di NTT siaga darurat. Namun, tidak menutup kemungkinan akan naik status menjadi bencana kekeringan.

ADVERTISEMENT

"Statusnya di NTT siaga darurat, karena NTT setiap tahunnya dilanda kekeringan ditambah lagi dengan El Nino sudah pasti akan menimbulkan dampak yang lebih buruk. Sangat memungkinkan status di NTT akan naik dari status siaga darurat menjadi bencana kekeringan, dengan kondisi curah hujan yang tidak betul itu semua sangat dimungkinkan terjadi," urai Ambrosius.

Menurutnya, saat ini debit air tinggal 47 persen akibat kekeringan. Ambrosius akan melaporkan kepada Penjabat (Pj) Gubernur NTT Ayodhya GL Kalake sebagai kepala daerah untuk menentukan status di NTT.

"Memang kondisi saat ini sangat memprihatinkan, karena di waduk air tinggal 47 persen. Hujan juga tidak pasti saat ini yang sudah seharusnya basah semua, tapi sampai saat ini belum signifikan. Kami akan kaji terlebih dahulu," tandas Ambrosius.

Dia berharap, petani di NTT mulai mengubah pola tanam dari padi ke tanaman palawija agar tidak mengganggu produktivitas di musim kemarau.

"Harapan kami dengan kondisi saat ini, jangan memaksa menanam yang umur tanamnya terlalu panjang dan membutuhkan air banyak, untuk itu harus bisa beralih ke palawija lain," tunas Ambrosius.




(hsa/iws)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads