Anggota DPR RI Yakobus Jacki Uly mendorong pemerintah agar menetapkan Franciscus Xaverius Seda atau Frans Seda sebagai pahlawan nasional. Legislator asal Nusa Tenggara Timur (NTT) itu menilai sepak terjang Frans Seda dalam upaya memperebutkan kemerdekaan sudah layak membuatnya menyandang gelar pahlawan nasional.
"Harapan kami, presiden kalau bisa mengabulkan beliau sebagai pahlawan negara. Pemerintah NTT harus terus mendorong dan mengajukan, karena Pak Frans Seda itu pejuang 45," kata Uly saat diwawancarai detikBali di Kupang, Jumat (10/11/2023).
Baca juga: 15 Daerah di NTT Siaga Darurat Kekeringan |
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Uly, Frans Seda adalah seorang pejuang asal NTT yang turut mendukung Indonesia untuk merdeka. "Dia ikut memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia di Jogja. Saat itu, pangkat beliau Letnan. Ketika perang kemerdekaan, beliau juga sempat jadi menteri puluhan tahun dan pejuang lagi," imbuh politikus NasDem itu.
Kepala Dinas Sosial Provinsi NTT Yosef Rasi mengungkapkan nama Frans Seda sudah sempat diusulkan sebagai pahlawan nasional. Namun, pemerintah pusat belum mengabulkan usulan tersebut.
"Harus terus diupayakan untuk diusulkan, supaya bisa menjadi agenda nasional," kata Yosef.
Menurut Yosef, Gubernur Viktor Bungtilu Laiskodat sempat mengusulkan Frans Seda untuk menjadi pahlawan nasional pada 2012. Namun, usulan tersebut terkendala pada syarat naskah akademik.
"Kemudian 11 tahun setelahnya diusulkan lagi, yaitu pada 2023 ini. Sebagai warga NTT, kita tidak boleh merasa kecewa dan tidak perlu merasa kehilangan, tapi berharap dan berjuang untuk mengusulkan kembali almarhum agar diproses menjadi pahlawan nasional," ungkap Yosef.
Sebagai informasi, tahun ini pemerintah pusat menetapkan enam pahlawan nasional dari berbagai daerah. Antara lain, Ida Dewa Agung Jambe dari Bali, Bataha Santiago dari Sulawesi Utara, Mohammad Tabrani dari Jawa Timur, Ratu Kalinyamat dari Jawa Tengah, Kiai Haji Abdul Chalim dari Jawa Barat, dan Kiai Haji Ahmad Hanafiah dari Lampung
Sosok Frans Seda
Franciscus Xaverius Seda atau dikenal Frans Seda merupakan pria kelahiran Flores, NTT, pada 4 Oktober 1926. Berdasarkan data Kepustakaan Presiden Perpusnas, Frans Seda mengenyam pendidikan di Kolese Xaverius Muntilan, SMP BOPKRI Yogyakarta, dan Hollandsche Burgerschool (HBS) Surabaya. Ia kemudian meraih gelar sarjana ekonomi dari Katholieke Economische Hogeschool, Tilburg, Belanda pada 1956.
Frans Seda aktif sebagai anggota Laskar Kebangkitan Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS) sejak 1945. Ia juga pernah menjabat sebagai Ketua Seksi Penerangan Kongres Pemuda Indonesia pada 1950 dan Penasihat Ekonomi Gubernur Militer Nusa Tenggara, Denpasar, Bali, pada 1956.
Seda lantas hijrah ke Jakarta dan aktif di kancah politik sebagai Ketua Umum Partai Katolik Indonesia pada 1961-1968. Ia juga menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) dan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR).
Frans Seda merupakan tokoh nasional pada tiga zaman. Ia pernah menjadi menteri era Orde Lama, menteri era Orde Baru, hingga penasihat presiden di era Reformasi. Ia menjabat sebagai Menteri Perkebunan dalam Kabinet Kerja IV (1963-1964), Menteri Keuangan Kabinet Ampera I dan II (1966-1968), serta Menteri Perhubungan dan Pariwisata Kabinet Pembangunan I (1968-1973).
Frans Seda juga pernah menjadi Duta Besar RI untuk Belgia dan Luksemburg di Brussel/Kepala Perwakilan Indonesia Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) pada 1973-1976, anggota Dewan Pertimbangan Agung Republik Indonesia (1976-1978), dan anggota Dewan Penasihat Dewan Pengembangan Kawasan Timur Indonesia (DP-KTI) di bawah pimpinan Presiden Soeharto kemudian dilanjutkan oleh Presiden B.J. Habibie (1996).
Kemudian Seda menjadi penasihat Presiden B.J. Habibie untuk bidang ekonomi pada 1998. Setahun setelahnya, ia menjadi penasihat Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri yang kemudian menjadi Presiden Indonesia. Frans Seda meninggal dunia pada 31 Desember 2009.
(iws/gsp)