Lantamal VII Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) menggelar upacara penutupan Coordinated Hydrographic Survey Exercise (CHSE) atau latihan pemetaan laut antara Indonesia dan Australia di Dermaga Lantamal VII Kupang, Rabu (25/10/2023). Selama latihan, TNI AL melibatkan KRI Spica-934, kapal tercanggih Indonesia. Demikian pula Australia yang melibatkan HMAS Leeuwin A245.
Danlantamal VII Kupang Laksamana Pertama I Putu Darjatna mengatakan latihan pemetaan laut itu dilaksanakan bersama Royal Australian Navy (RAN), yang baru pertama kali digelar.
"Memang tuntutan kita sebagai negara kepulauan harus menyiapkan lautnya untuk dapat dilayarkan secara aman," ujarnya saat diwawancarai detikBali.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Darjatna menjelaskan tujuan latihan tersebut untuk menghubungkan data di wilayah perbatasan, khususnya di laut. Data yang diambil untuk mendukung pertahanan dan membangun ekonomi maritim.
"Jadi ini merupakan latihan pertama dengan Australia untuk mempererat jalinan indografer antara kedua negara. Dan data-data itu akan kita bagikan secara transparan, namun tetap menghormati yurisdiksi kedua negara," jelasnya.
Dalam latihan tersebut, Darjatna melanjutkan, TNI AL melibatkan KRI Spica-934, yang merupakan kapal paling canggih. Sedangkan Australia melibatkan HMAS Leeuwin A245, namun tidak sandar di Kupang tapi bertemu di perbatasan.
"Jadi kedua negara saling menempatkan rider di masing-masing kapal," katanya.
Dia menerangkan selama ini yang dilakukan hanya patroli koordinasi bidang pengamanan di laut dari ancaman-ancaman di laut. Sedangkan untuk saat ini mengenai hidrografi dan navigasi.
"Karena Australia sebagai negara tetangga, Indonesia juga mempunyai lembaga Australian Hydrographic Office (AHO) sebagai anggota IHO sebagaimana Pushidrosal," terangnya.
Darjatna menuturkan kekuatan hubungan kerja sama antara Pushidrosal dan AHO untuk meningkatkan hubungan kerja sama Indonesia dan Australia agar mencapai solusi bersama, terutama terkait persoalan hidrografi dan pemetaan laut di wilayah perbatasan maritim kedua negara.
Selain itu, kerja sama tersebut diharapkan akan meningkatkan kompetensi sumber daya manusia kedua negara di bidang hidrografi dalam menghadapi tantangan masa depan. IHO dan International Maritime Organisation (IMO) menetapkan roadmap implementasi peta masa depan hingga 2030.
"Sehingga embaga hidrografi harus mampu menyediakan data terkait perbatasan maritim dengan melaksanakan survei hidrografi di perairan perbatasan," tuturnya.
Darjatna memaparkan dalam latihan, itu TNI AL menugaskan KRI Spica-934 dan RAN untuk melakukan survei militer di perbatasan Zona Ekonomi Eropa (ZEE) Indonesia dan Australia, yang terdapat di Laut Timor.
"Setelah menempuh pelayaran dari Pangkalan TNI AL Kupang selama dua hari menggunakan KRI Spica-934 mencapai area latihan bersama CHSE pada garis perbatasan dan koordinat yang telah ditentukan," tandasnya.
Sementara itu, Australian Ship Riders Letnan Colquhoun berharap kerja sama dalam pengamanan dan pemetaan laut bisa berjalan lancar. Dia memastikan wilayah perbatasan laut aman dan terkendali.
"Semoga kerja sama ini terus dilanjutkan sehingga pemetaan laut dan ancamannya bisa dikendalikan. Tapi sejauh ini tidak ada ancaman yang signifikan," ungkapnya.
(hsa/hsa)