Enam pedayung kayak telah menyelesaikan ekspedisi mengelilingi perairan Pulau Flores di Nusa Tenggara Timur (NTT) sejak 7 Agustus hingga 5 Oktober 2023. Mereka menempuh rute searah jarum jam selama ekspedisi bertajuk 'Dayung Jelajah Nusantara-Flores Seas Kayak Expedition' tersebut.
Tim ekspedisi adalah pedayung dari Perhimpunan Penempuh Rimba dan Pendaki Gunung (Wanadri), sebuah organisasi berbasis kegiatan alam bebas asal Bandung. Ayu Laksmi adalah satu-satunya pedayung perempuan dalam Tim Ekspedisi itu. Ia mengaku daya tahan tubuhnya kuat selama 60 hari mendayung kayak sejauh 1.051 kilometer.
"Daya tahan tubuh selama 60 hari aman, karena sistemnya tiga hari dayung satu hari recovery (pemulihan)," ujar Ayu saat tiba di titik finish ekspedisi di Labuan Bajo, Kamis (5/10/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Susah senang dialami Ayu selama ekspedisi tersebut. Salah satu tantangan yang dihadapi perempuan asal Bali ini adalah ketika ia menjalani siklus bulanannya, yaitu menstruasi.
Keselamatan tim ekspedisi menjadi terancam ketika mendayung kayak melewati titik-titik pantai yang berpotensi ada buaya dan komodo dalam kondisi Ayu menstruasi. Darah menstruasi itu akan memancing buaya atau komodo mendekati mereka.
Sebelum memulai ekspedisi, mereka telah mengidentifikasi beberapa titik yang berpotensi ada buaya atau komodo saat dilintasi.
Ayu mengaku beruntung mengalami menstruasi saat menjalani recovery di daratan. Ketika akan melanjutkan dayung kayak keesokan harinya dan melewati titik yang berpotensi ada buaya dan komodo, ia meminum obat untuk memperlambat proses menstruasi tersebut.
"Saya memang mengalami menstruasi seperti biasa, tapi waktu itu beruntung waktu recovery. Saya juga konsultasi dengan dokter, jadi ada obat khusus memperlambat menstruasi. Jadi ketika di-briefing besok kami melewati jalur yang berpotensi ada buaya dan komodo, jadi ada tanda-tanda mau menstruasi, minum obat memastikan tidak keluar (darah menstruasi) di hari itu," terang Ayu.
Ia mengaku tak berjumpa buaya atau komodo selama ekspedisi tersebut. "Tidak ketemu buaya, tapi sudah antisipasi titik yang ada potensi buaya, dayung menjauh dari titik itu," ujarnya.
Tantangan lain yang dialaminya adalah soal sanitasi, khususnya saat harus buang air besar (BAB) ketika sedang mendayung kayak. Ketika cuaca bagus tanpa gelombang, Ayu memiliki sebuah alat untuk mengeluarkan kotoran saat BAB, menampungnya di sebuah kantong lalu membuangnya ke laut.
Namun, saat kayak diterjang gelombang, Ayu tak bisa lagi menggunakan alat itu untuk BAB karena posisinya tidak bisa stabil akibat terombang-ambing. Ia pun terpaksa berak saja di kayak itu. Setelah kondisinya stabil, barulah kotoran BAB itu dipompa keluar dari kayak.
"Tantangan ketika saya mengalami gelombang besar, kalau melakukan itu (BAB) tidak bisa stabil, terpaksa saya harus di kayak. Nanti ada alat untuk pompa setelah gelombang tenang. Kayak gampang sekali dibersihkan," jelas Ayu.
Ayu juga sempat mengalami momen mencekam selama ekspedisi. Hal tersebut terjadi saat mereka dihantam gelombang setinggi 2,5 meter.
Mereka memang mempunyai SOP untuk tidak mendayung kayak saat tinggi gelombang lebih dari satu meter. Namun, saat itu mereka tak bisa menepi ke daratan karena hanya ada tebing-tebing di pinggir pantai yang bergelombang tinggi itu. Ia mengaku gemetar ketakutan saat itu, termasuk lima pedayung lainnya.
"Bukan cuma saya, semua pedayung gemetaran. Awalnya dayung sambil ngobrol tiba-tiba diam (saat diterjang gelombang). Itu satu kilometer sebelum kamp. Kalau terjadi apapun akan sulit evakuasi," kata Ayu.
Pedayung kayak itu dihantam gelombang tinggi sesaat setelah melewati gelombang surfing. Gelombang tinggi itu dihasilkan oleh gelombang dari laut yang bertabrakan dengan arus yang datang dari arah tebing akibat gelombang yang menabrak tebing tersebut.
Ayu mengaku tak bisa melupakan momen mencekam itu. "Sangat tidak bisa dilupakan," ujar perempuan tangguh yang masih lajang tersebut.
Pengalaman indah juga dialami Ayu selama ekpedisi itu. Sama seperti pedayung lainnya, ia mengaku terkesan dengan keindahan alam Pulau Flores dan sambutan hangat warga di titik singgah selama ekspedisi tersebut.
"Kangen, setiap kamp disambut hangat, suasana natural anak-anak datang nanya, bapak-ibu tanya. Ada yang datang tawarin 'mau ikan ka, mau gurita ka'," katanya.
Selain terkesan dengan keramahan orang Flores, Ayu juga mengaku kepincut dengan sarung tenun di Flores yang motifnya berbeda-beda tiap daerah.
"Orang Flores hangat, punya sarung berbeda-beda," ujar Ayu.
(nor/gsp)