Ramlin, terdakwa kasus kepemilikan ganja seberat 914 gram di Kota Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), kembali diamankan polisi setelah kasasi hasil putusan pengadilan Raba Bima dikabulkan oleh Mahkamah Agung (MA).
Sebelumnya, Ramlin dinyatakan bebas dalam sidang putusan Pengadilan Negeri (PN) Bima karena tidak terbukti bersalah dalam kasus peredaran narkotika jenis ganja pada 4 November 2021.
"Kami dimintai bantuan untuk menangkap Ramlin bersama-sama dengan tim dari Kejaksaan Negeri Raba Bima," kata Kasi Humas Polres Bima Kota AKP Jufrin saat dihubungi detikBali, Jumat (26/5/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Polisi melakukan penyelidikan terkait dengan keberadaan terdakwa berikut dengan kegiatannya sehari-hari. "Setelah kami lakukan penyelidikan, ternyata terdakwa sedang berada di Desa Dumu, Kecamatan Langgudu, Kabupaten Bima," ujarnya.
Saat ditangkap, terdakwa sedang mengendarai mobil truk bak terbuka yang memuat jagung hasil panen. Terdakwa dihadang di tengah jalan dan dibawa ke Mapolres Bima Kota untuk diserahterimakan kepada Kejari Raba Bima.
Untuk diketahui, Ramlin dinyatakan bebas oleh PN Bima karena tidak terbukti bersalah dalam kasus kepemilikan ganja. Padahal, Ramlin ditangkap kepolisian sedang mengambil paket berisi ganja seberat 914 gram di salah satu jasa ekspedisi.
Karena diputus bebas, Ramlin akhirnya menghirup udara segar setelah mendekam di penjara selama proses hukum berlangsung. Namun, putusan itu disangkal oleh jaksa penuntut umum (JPU) yang mengajukan memori kasasi pada MA pada 19 November 2021.
Setahun berjalan, kasasi tersebut diterima dan dikabulkan oleh MA pada 6 Oktober 2022. MA membatalkan putusan PN Bima yang membebaskan Ramlin dari seluruh tuntutan.
"Berdasarkan putusan Mahkamah Agung RI Nomor 5338 K/Pid.Sus/2022 tanggal 6 Oktober 2022 telah berkekuatan hukum tetap (incraht) bahwa terdakwa Ramlin telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana narkotika. Vonis kasasi menyatakan Ramlin dihukum lima tahun penjara dan Rp 800 juta," kata Kasi Pidum Kejari Raba Bima Oktaviandi Samsurizal dalam keterangan tertulisnya.
(efr/hsa)