Kantor Kementerian Agama Kabupaten Lombok Timur mengeklaim lokasi pencabulan puluhan santriwati di Desa Kotaraja, Kecamatan Sikur, bukanlah pondok pesantren (ponpes). Lokasi itu disebut hanya sebuah asrama yang digunakan sebagai tempat mengaji oleh anak-anak di desa tersebut.
"Saya tegaskan itu bukan pondok pesantren, tapi itu asrama mengaji. Beda tempat ngaji dan beda tempat sekolah. Jadi, santri di sana ada yang sekolah di SMP dan SMA," kata Kepala Seksi Pondok Pesantren Kantor Kemenag Kabupaten Lombok Timur Hasan kepada detikBali, Selasa (23/5/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Hasan, asrama itu pun tidak mengantongi izin dari Kemenag Kabupaten Lombok Timur. Oleh karena itu, ia menyerahkan pemanfaatan asrama tersebut kepada pemerintah desa dan kecamatan setempat.
"Kalau mau tutup ya silakan. Kalau kami, karena tidak ada izin, jadi apa yang kami akan kami cabut?" ujarnya.
Berdasarkan hasil penelusuran Kanwil Kementerian Agama Kabupaten Lombok Timur, asrama tersebut memiliki sekitar 150 santri. Mereka datang mengaji setiap hari dan berasal dari sekolah yang berbeda. "Kalau ponpes kan pasti punya lembaga pendidikan. Ini kan tidak ada," kata Hasan.
Sementara itu, Hasan membenarkan lokasi pencabulan santriwati di Desa Sikur merupakan sebuah ponpes. Pemilik ponpes berinisial HSN juga memiliki izin untuk mengelola lembaga PPS Wustha, MTs, MA, dan SMK. Jumlah santri di ponpes Desa Sikur lebih dari 200 orang.
"Tapi dari sepengatahuan kami tidak ada kami dengar korban lebih dari 40 orang di sana. Ini kami kroscek lebih dalam lagi," kata Hasan.
Hasan menyerahkan kasus pencabulan santriwati di Desa Kotaraja dan Desa Sikur kepada kepolisian. Menurutnya, bisa saja ponpes tersebut diberikan sanksi penutupan jika pengelolanya terbukti bersalah secara hukum.
"Silakan diproses secara aturan yang berlaku. Untuk ponpes di Desa Sikur sendiri sedang kami carikan solusi berdasarkan aturan yang berlaku," kata Hasan.
Hasan menjelaskan Pemkab Lombok Timur belum bisa memberikan sanksi terhadap ponpes di Sikur. Sebab, pimpinan ponpes tersebut belum terbukti bersalah secara hukum.
"Kami sudah rapat tadi pagi. Bupati Lombok Timur minta apabila terbukti bersalah secara hukum dan inkrah, kami akan ambil langkah bersama Pemda yaitu penutupan," pungkasnya.
(iws/nor)