Pemimpin Gereja Katolik Keuskupan Ruteng, Uskup Mgr. Siprianus Hormat, mendorong pembangunan pariwisata bermartabat di destinasi wisata superprioritas Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT). Demikian juga pembangunan pariwisata di Kabupaten Manggarai dan Manggarai Timur. Tiga daerah ini yang disebut dengan Manggarai Raya adalah wilayah Keuskupan Ruteng.
"Kita ingin membangun pariwisata bermartabat di Labuan Bajo ini, di bumi Congka Sae Manggarai Raya di Pulau Bunga Flores ini," kata Mgr. Sipri saat Launching Festival Golo Koe di Waterfront Marina Labuan Bajo, Selasa (11/4/2023) malam.
Mgr. Sipri menyebut tiga ciri pariwisata bermartabat. Pertama, bila pariwisata itu berpartisipasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Artinya pariwisata menyejahterakan rakyat jelata bukannya apalagi menyuburkan praktik mafia tanah. Pariwisata superpremium ini harus bermanfaat bagi petani-petani kita, bagi nelayan-nelayan kita, peternak-peternak kita, bagi UMKM kita dan para pelaku pariwisata kita," katanya.
Karena itu, Gereja Katolik Keuskupan Ruteng, kata Mgr. Sipri, tahun ini meluncurkan program pastoral ekonomi berkelanjutan. Tujuannya agar umat tidak hanya dilayani dalam dahaga spiritualnya tapi juga dipuaskan dalam lapar jasmani," jelasnya.
Pariwisata yang berpartisipasi, lanjut dia, tidak sekadar menjadikan warga sebagai objek yang menerima keuntungan tapi juga sebagai subjek pelaku pembangunan.
"Manusia adalah subjek pariwisata maka hindarilah main 'kuda kayu' dengan membuat aturan-aturan wisata yang tidak melibatkan warga, tanpa dialog yang intensif dan mendalam dengan para pihak," kata Mgr. Sipri.
Pariwisata yang berpartisipasi juga tidak membiarkan pariwisata itu jatuh dalam kendali korporasi yang dimainkan oleh pemilik modal dan kuasa demi keserakahan ekonomi semata.
"Warga harus terlibat dalam seluruh proses pariwisata yang berkembang di Labuan Bajo. Pariwisata yang tepat bukanlah menyingkirkan tapi merangkul warga dan memberdayakan," tegas Mgr. Sipri.
Kedua, pariwisata bermartabat bila ia berciri berbudaya. Artinya, pariwisata yang berkembang di Labuan Bajo dan daerah lainnya di wilayah Keuskupan Ruteng mesti didesain dan dikembangkan dalam keunikan dan keindahan kultural lokal dan jati diri budaya lokal.
"Justru dalam kekayaan budaya lokal inilah pariwisata Labuan Bajo Manggarai Flores ini membentuk kalung mutiara yang elok lestari yang ingin dikenakan oleh setiap wisatawan yang datang berkunjung ke tempat ini," ujar Mgr. Sipri.
Ketiga, pariwisata itu bermartabat bila ia berkelanjutan. "Artinya pariwisata harus melestarikan alam lingkungan dan menjamin kehidupan generasi anak cucu kemudian. Literasi eco tourism itulah yang ingin kita tulis dan kita lukiskan di tanah subur dan molek Nuca Lale Manggarai Raya ini," kata Mgr. Sipri.
Diketahui, Gereja Katolik Keuskupan Ruteng bekerja sama dengan Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Manggarai Barat kembali menggelar Festival Golo Koe untuk kedua kalinya di Labuan Bajo pada 10-15 Agustus 2023. Festival Golo Koe pertama dilaksanakan pada Agustus 2022.
Festival Golo Koe ini bertujuan untuk menumbuhkembangkan pariwisata yang bermartabat di Labuan Bajo Manggarai Barat maupun di Manggarai dan Manggarai Timur dengan tiga cirinya yakni berpartisipasi, berbudaya dan berkelanjutan (3B). Festival religi kultural ini pun mengusung moto 3B tersebut.
Keuskupan Ruteng dan Pemda Manggarai Barat melakukan Launching Festival Golo Koe ini di Waterfront City Marina Labuan Bajo, Selasa (11/4/2023) malam. Launching Festival Golo Koe ini dihadiri Uskup Ruteng Mgr. Siprianus Hormat bersama sejumlah pastor, Bupati Manggarai Barat Edistasius Endi, Wakil Bupati Yulianus Weng, tokoh masyarakat, dan pelaku pariwisata.
(hsa/nor)