Mengenal 2 Tarian NTB yang Raih Penghargaan Warisan Budaya Tak Benda

Niluh Pingkan Amalia Pratama Putri - detikBali
Selasa, 28 Mar 2023 11:31 WIB
Foto: Tari Sireh dari Dusun Buani, Desa Bentek, Kecamatan Gangga, Lombok Utara. (Kemendikbud)
Lombok -

Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) memiliki keberagaman seni dan budaya. Salah satunya adalah tarian dari NTB.

Dilansir dari berbagai sumber, ada dua tarian asal NTB yang telah mendapat penghargaan Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) dariKemendikbud. Yuk simak selengkapnya berikut ini.

• Tari Gandrung, Lombok

Tari yang pertama adalah Tari Gandrung yang menjadi anugerah penghargaan yang diterima oleh NTB sebagai Warisan Budaya Tak Benda asal Lombok Barat. Di mana tari tersebut merupakan tarian rakyat yang sering ditemui di kawasan suku Sasak yang bermukim di Lombok.

Tarian tersebut diketahui telah ada sejak zaman Airlangga di Jawa Timur. Hal yang menarik dari tarian tersebut adalah pola tarian yang sangat mengagumkan dengan tidak mengikuti pola gerak dan iringan musik yang umum digunakan sebagai standar sebuah tarian.

Tari tersebut dipercaya lahir dari sebuah kejadian ketika para prajurit keraton mencoba memainkan seperangkat gamelan yang baru saja selesai digunakan dalam sebuah upacara resmi. Di mana seorang prajurit maju dan menari dengan santai dalam suasana populisme.

Gerakan tarian tersebut disambung oleh pergantian penari. Di mana setelah penari terdahulu menyentuh pengganti yang dikehendakinya di tepi arena maka sosok yang ditunjuk yang akan melanjutkan tariannya.

Namun seiring berjalannya waktu, pemeran Tari Gandrung pun dilakukan oleh seorang penari istana wanita. Akan tetapi, perubahan tersebut belum jelas diketahui bagaimana bisa berubah dan kapan perubahan tersebut terjadi.

Dewasa ini, penari gandrung selalu memperkenalkan diri dengan kata "tiang lanang" pada setiap pertunjukannya. Tari Gandrung sendiri ditampilkan pada sebuah arena yang dikelilingi oleh para penonton yangnantinya akan menjadipengibing (penari selanjutnya).

Umumnya, Tari Gandrung berlangsung selama tiga babak. Babak pertama disebut bapangan.

Di mana penari gandrung akan memperkenalkan diri kepada calon pengibing (penari) dan seluruh penonton dengan cara menari mengitari arena sampai gending pengiring (gending bapangan) selesai.

Lalu babak kedua disebut gandrungan, di mana penari akan mengitari arena sambal memegang kipas dengan lincahnya bak burung elang yang mencari mangsa. Penari sesekali akan melirik ke arah penonton, khususnya yang berada di barisan depan.

Mereka lalu akan menyentuh atau melempar penonton yang dikehendaki dengan kipasnya. Hal tersebut dikenal dengan "nenepek", di mana penonton yang terkena kipas harus segera maju dan menjadi pasangan ngibing bagi penari gandrung.

Babak selanjutnya adalah parianom yang merupakan "perpanjangan" dari babak gandrungan. Parianom atau gending pengiring tidak menggunakan seluruh instrumen orkestra gandrung. Alat musik yang digunakan hanya redet dan suling serta tambahan suara gendang, petuk dan rincik.

Para penari Gandrung akan menambahkan basandaran ke dalam tarian mereka. Ketika waktu tersebut, lirik yang dihadirkan dalam Bahasa Indonesia, tidak lagi dalam bahasa daerah.

Pakaian yang dikenakan para penari Gandrung terdiri dari tiga bagian pokok atau khusus, yang pertama adalah gelungan atau hiasan kepala yang menyerupai songkok. Yang mana seluruh permukaannya dihiasi dengan bunga cempaka yang berwarna putih.

Yang kedua yakni kain batik panjang bermotif kembang dengan warna bervariasi tergantung dengan selera penari. Sedangkan untuk bajunya, para penari mengenakan baju kaos lengan pendek berwarna putih.

Lalu yang ketiga adalah perhiasan yang terdiri dari bapang (hiasan dada yang dipasang di leher), lambe (semacam stagen yang dililitkan dari dada hingga pinggul), seret (semacam ikat pinggang dengan lebar 2 sentimeter yang dihias dengan motif bunga dan dililitkan secara beraturan dan berjarak 5 sentimeter)

Ditambah juga dengan ampok (seperti bapang, tetapi bentuknya segitiga dengan rumbai di sekeliling ujungnya) genjer (3 buah selendang yang berkilauan dan dikenakan di atas pinggul. Tiap ujungnya menjuntai panjang di samping kiri dan kanan) yang berfungsi untuk hiasan dan sering diangkat saat para penari tampil.

Tari Gandrung biasanya digelar pada malam hari dengan durasi 3 jam. Setiap babaknya berlangsung selama rata-rata 10 menit. Tarian yang menyebar di beberapa desa di Lombok tersebut menjadi hiburan masyarakat bahkan digelar juga untuk acara perkawinan, khitanan dan lain-lain.

Saat ini, Tari Gandrung juga menjelma sebagai sebagai tarian rakyat dalam rangkaian menyambut hari besar nasional.

Tari kedua yang jadi WBTB klik halaman berikutnya



Simak Video "Video: Heboh! Kakanwil Kemenag NTB Lempar Tiang Mikrofon saat Pelantikan"


(nor/nor)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork