Pemerintah Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur melarang masuknya babi hidup, daging babi, hingga berbagai olahan babi seperti sei, sosis, kerupuk kulit, dan lainnya. Langkah itu menyusul babi mati terjangkit virus African Swine Fever (ASF) atau demam babi Afrika di daerah tersebut.
"Untuk memasukkan ternak babi maupun hasil olahan kami larang dulu, ada instruksi gubernur juga," kata Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Flores Timur Sebas Sina Kleden, Rabu (18/1/2023).
Sebas mengatakan larangan itu sudah tertuang dalam surat tertanggal 16 Januari 2023. Selain melarang distribusi daging babi sakit ataupun mati akibat sakit, para peternak juga dilarang memberi makan ternak babi dari sisa-sisa makanan atau bekas cucian yang mengandung babi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Diketahui, 30 ekor babi di Flores Timur mati dalam sebulan terakhir. Beberapa di antaranya terjangkit virus ASF. Babi yang mati itu merupakan bantuan dari Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian untuk tiga kelompok peternak di Flores Timur.
Total babi bantuan tersebut sebanyak 50 ekor dan dikirim dari Bali melalui Satuan Kerja (Satker) Balai Pembibitan Ternak Unggul dan Hijaukan Pakan Ternak Denpasar. Babi itu mulai mati sehari setelah tiba di Flores Timur.
Kini 20 ekor babi yang masih hidup sedang dikarantina untuk mencegah penularan virus meluas terhadap babi lokal di sana. "Kami isolasi, karantina sisa babi yang 20 ekor itu dan lakukan pencegahan kepada babi-babi lokal di sini," kata Sebas.
Informasi yang dihimpun detikBali, virus ASF juga sempat menyerang babi di Flores Timur pada 2020. Wabah tersebut berhasil dikendalikan pada 2021 dan 2022. Geliat beternak babi kembali muncul sehingga Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian menyalurkan bantuan babi kepada tiga kelompok ternak di sana.
(iws/bir)