Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) Dedy Asriady mengaku sama sekali tidak dilibatkan soal proyek kereta gantung Rinjani. Padahal proyek tersebut memanfaatkan 500 hektare lahan hutan. Meski berada di luar kawasan TNGR.
"Kami tidak tahu. Gimana ya? Ini seperti membayangkan orang mau nikah yang tidak pernah ketemu calonnya. Terus kita diundang ke pernikahannya. Itu kan belum ada informasi. Ya belum ada undangan," katanya.
Desas desus informasi yang diterima pihak TNGR hanya mengetahui bahwa pembangunan kereta gantung Rinjani hanya berbatasan 3 KM dari kawasan hutan TNGR.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ya berbatasan langsung kan. Benar memang informasi ada yang bilang 3 KM. Kami belum dapat rencana pembangunannya itu belum dapat. Jadi susah menganalogikannya," kata Dedy.
Dedy pun menegaskan bahwa, rencana pembangunan kereta gantung itu juga perlu dijelaskan baik dari Pemda NTB dan investor PT Indonesia Lombok Resort ke pihak TNGR dan publik secara umum.
"Sebenarnya begitu. Baru diukur dengan kawasan TNGR. Intinya saya itu tidak dapat rencana peta pembangunannya kan. Karana memang di luar TNGR mungkin," kata Dedy.
Terpisah Kepala Bidang Planologi dan Pemanfaatan Hutan DLHK Provinsi NTB Burhan Bono mengatakan bahwa dia belum bisa menanggapi pernyataan Direktur Walhi NTB soal izin groundbreaking kereta gantung Rinjani yang dinilai offside.
"Ini kita susun tanggapannya. Saya akan konsultasikan ke Pak Kadis ya. Nanti kalau sudah ada, saya infokan ya," kata Burhan, Rabu siang via WhatsApp.
Namun, hingga berita ini diunggah, Burhan pun belum bisa berbicara banyak soal groundbreaking pembangunan kereta gantung Rinjani yang dinilai offside oleh Direktur Walhi NTB Amri Nuryadin pada Selasa (20/12/2022) kemarin.
(hsa/dpra)