Sebanyak 6 (enam) orang mantan karyawan perusahaan logistik Jembatan Baru (JB) Grup yang terletak di Kecamatan Kediri Lombok Barat, NTB mengaku diperas puluhan juta saat meminta ijazah SMA sesaat setelah keluar dari perusahaan.
Adapun alasan keenam orang karyawan yang keluar dari perusahaan JB Group tersebut mengaku tidak mampu menutupi retur atau pengembalian pembayaran barang yang dibebankan oleh perusahaan kepada seluruh karyawan.
Salah satu pekerja JB Grup yang sudah secara resmi keluar dari perusahaan asal Kota Mataram, Sri Rahayu (40) mengaku dia sengaja keluar dari perusahaan bersama beberapa karyawan lainnya karena sudah tidak sanggup menutupi pembayaran retur barang yang seharusnya menjadi tanggung jawab perusahaan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tentu ada banyak barang yang karyawan sendiri harus bayar returnya ke perusahaan. Ada barang jenis makanan, roti, nasi, buah dan barang lainnya. Semua itu ternyata jadi beban karyawan. Itu yang kami rasain setiap hari," kata Sri saat mengadu di kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Lombok Barat, Kamis siang (15/12/2022).
Menurut pekerja perempuan yang sudah menjadi karyawan tetap selama 11 tahun di Perusahaan JB Group itu mengaku bahwa kerap uang retur barang yang tidak laku dijual oleh sales perusahaan itu dibayar menggunakan uang pribadinya. Bahkan, jika barang-barang perusahaan itu tidak dibayar, maka akan menjadi tunggakan karyawan dan mendapatkan potongan gaji.
"Kami juga dituduh merusak kemasan barang sehingga tidak laku. Di situ ada nasi, kue basah, ada buah stroberi kita akan bayar kalau rusak. Mau tidak mau kita harus transaksikan hari itu juga kan. Kalau tidak itu menjadi beban karyawan saat penggajian nanti," katanya.
Adapun besaran persentase retur barang perusahaan yang dibebankan kepada karyawan sendiri dirasa cukup besar bagi Sri dan lima karyawan lainnya.
Pasalnya jika barang tidak laku, maka karyawan akan membayar retur barang sebesar 50 persen dari harga barang.
"Kami bayar 50 persen. Misalnya ada 10 pack nasi tidak laku. Maka kita harus bayar 50 persen sebelum jam 6 sore waktu pulang kerja. Bayangkan itu kita bayar setiap hari ke perusahaan. Kalau tidak laku kami bayar ganti pakai uang pribadi kan," katanya.
Bahkan, Sri dan karyawan lainnya harus membayar retur ke perusahaan untuk barang-barang yang tidak laku tersebut capai Rp 60 ribu sampai dengan Rp 70 ribu per hari.
"Kadang kalau sesuai dengan fisik barang yang tidak laku itu bisa sampai Rp 100 ribu sehari. Kita kan digaji itu Rp 2,3 juta. Staf itu Rp 1,9 juta di luar tunjangan. Nah kalau harus bayar retur setiap hari kadang gaji yang kita terima itu sangat kurang," jelasnya.
Selengkapnya baca di halaman berikutnya:
Tak tanggung-tanggung uang tebusan ijazah yang diminta perusahaan tersebut capai puluhan juta. Uang itu kata dia ternyata berasal dari kalkulasi retur barang selama bekerja 11 tahun.
"Secara umum memang ijazah kita yang ditahan. Sekarang setelah kita keluar syarat ambil ijazah itu harus melunasi pembebanan retur selama 11 tahun itu totalnya Rp 27 juta itu khusus saya. Bahkan ada teman harus bayar Rp 31 juta untuk tebus ijazahnya," kata Sri.
Terpisah, Mediator Hubungan Industrial di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Lombok Barat Asmun Hadi menjelaskan bahwa pemerintah belum bisa menengahi permasalahan antara perusahaan JB Group dan beberapa karyawan yang sudah mengadu.
"Posisinya kan masih Bipartit (proses perundingan antara pekerja atau serikat pekerja dengan pengusaha untuk menyelesaikan hubungan industrial yang dilakukan dengan prinsip musyawarah). Kami pihak pemerintah belum bisa ikut campur terkait penyelesaian masalah ini," kata Asmun.
Terkecuali sebut Asmun jika masalah tersebut belum mendapatkan titik temu antara perusahaan JB Group dan karyawannya maka bukan tidak mungkin akan berubah status menjadi tripartit (penyelesaian perselisihan antara pekerja dengan pengusaha dengan ditengahi oleh mediator dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi).
"Kalau tidak ada titik temu baru akan kita naikkan jadi tripartit. Kami di sana nanti berperan menyelesaikan mencari solusi, dari pihak karyawan dan perusahaan. Hari ini kan kami hanya menyediakan lokasi untuk musyawarah," jelasnya.
Meski begitu, dalam surat yang diterima pihak dinas dari sejumlah karyawan tersebut ialah mengadukan tentang urusan pengupahan oleh perusahaan. Jika melihat surat aduan tersebut, pemerintah akan mencoba mengkaji sistem dan aturan pengupahan yang diterapkan pihak perusahaan ke karyawan.
"Nah apakah arutan perusahaan itu bertentangan dengan pola yang diterapkan perusahaan itu sendiri atau tidak itu yang kita selidiki dan pelajari dulu ya. Kalau ada yang tidak sesuai kita akan panggil keduanya. Baik karyawan dan perusahaan," pungkasnya.
Simak Video "Video Badai Efisiensi Trump Mulai Hantam NASA?"
[Gambas:Video 20detik]
(dpra/hsa)