Puluhan rumah hingga sawah warga digusur tanpa ganti rugi untuk pembangunan jalan menuju Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Golo Mori/Tana Mori di Kecamatan Komodo, Labuan Bajo, Manggarai Barat, NTT. Proyek itu diprakarsai oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan PT WIKA sebagai pelaksana teknisnya.
Warga kampung Cumbi Desa Warloka, kampung Nalis Desa Macang Tanggar dan kampung Kenari Desa Warloka yang terdampak penggusuran pelebaran jalan tanpa ganti rugi itu menuntut kompensasi dari pemerintah. Apalagi warga di kampung lainnya di jalur itu mendapat ganti rugi dari proyek pembangunan jalan ini. Perjuangan warga mendapatkan hak ganti rugi itu kini didampingi JPIC SVD Ruteng dan LSM ILMU.
"Aset masyarakat Cumbi, Nalis, dan Kenari yang digusur untuk pembangunan jalan menuju KEK Golomori sampai saat ini belum mendapat kompensasi atau ganti rugi," tegas Pastor Simon Suban Tukan, SVD dari JPIC SVD Ruteng saat membacakan pernyataan sikap bersama sejumlah warga terdampak, di Labuan Bajo, Senin (12/12/2022) malam.
Hingga saat ini terdapat 51 warga korban dari kampung Cumbi, Nalis, dan Kenari yang terus memperjuangkan haknya menuntut ganti rugi. Jumlah aset warga yang menjadi korban penggusuran pembangunan jalan tersebut sebanyak 2 rumah permanen dua lantai, 5 rumah permanen, 16 rumah semi permanen, 14.050 m² pekarangan, 1.790 m² sawah dan 1.080 m² ladang.
Kehilangan aset tanpa ganti rugi sangat memprihatinkan bagi warga terdampak, kata Pastor Simon, karena semua proyek strategis nasional di seluruh Indonesia memberikan kompensasi/ganti rugi kepada masyarakat yang asetnya diambil untuk kepentingan umum.
Presiden Joko Widodo, lanjut dia, menyebutnya sebagai ganti untung, karena masyarakat selain mendapat keuntungan dari pembangunan itu juga mendapat kompensasi terhadap asetnya yang diambil untuk kepentingan pembangunan itu. Namun warga terdampak tiga kampung ini tidak mendapatkannya.
"Apakah warga Cumbi, Nalis, dan Kenari bukan warga negara Indonesia? Oleh karena itu, kami melihat proyek ini telah menimbulkan ketidakadilan di tengah masyarakat karena sejumlah warga yang terdampak di jalur itu sudah mendapat ganti rugi yang nilainya mencapai ratusan juta rupiah, sedangkan warga Cumbi dan Nalis sampai saat ini tidak mendapat ganti rugi," kata rohaniwan katolik yang beberapa tahun terakhir aktif dalam advokasi tolak tambang di Flores, NTT ini.
Pastor Simon mengatakan, proyek pembangunan jalan ini adalah proyek strategis nasional dengan anggaran mencapai 400 miliar. "Kami yakin bahwa nilai proyek sebesar ini pasti dianggarkan juga untuk proses pengadaan tanah bagi kepentingan umum dan kompensasi, sebagaimana yang diamanatkan oleh UU N0. 2 Tahun 2012, Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020, dan PP No.19 Tahun 20219," jelasnya.
Aktivitas penggusuran jalan ini sudah dimulai sejak Februari 2022 di mana hampir semua tahapan dan proses pembangunan ini tidak melibatkan semua masyarakat. Sosialisasi di tingkat desa hanya mengundang dan melibatkan perwakilan/utusan kampung. "Hal ini menyalahi aturan dan prosedur pembangunan karena setiap tahapannya tidak melibatkan individu pemegang hak atas tanah dan rumah," tegasnya.
Pihaknya menilai ada indikasi pejabat terkait tidak memberikan informasi yang benar dan menutupi informasi tentang peraturan yang mengatur pengadaan tanah bagi kepentingan umum. "Bahkan dalam dokumen digital dan data yang kami himpun menunjukkan ada indikasi tekanan dan intimidasi kepada masyarakat untuk menandatangani dokumen persetujuan pembangunan jalan tanpa ganti rugi," kata Pastor Simon.
Selengkapnya klik halaman berikutnya
Simak Video "Video: Berenang Bareng Ikan Pari Manta di TN Komodo"
(nor/hsa)