Pemprov NTT ngotot menerapkan tarif Rp 3,7 juta kepada setiap wisatawan dan Rp 15 juta/empat wisatawan yang mengunjungi Pulau Komodo, Pulau Padar, dan perairan sekitar di Taman Nasional Komodo mulai 1 Januari 2023. Padahal aturan itu menurut Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya melanggar peraturan perundang-undangan.
Kepala Dinas Pariwisata Provinsi NTT Zeth Sony Libing menyebutkan tiga dasar hukum tetap diberlakukannya tarif Rp 3,7 juta pada awal tahun depan yang dijalankan oleh PT Flobamor, BUMD Pemprov NTT.
Pertama, Nota Kesepahaman/Memorandum of Understanding (MoU) antara Direktorat Jenderal KSDAE dan Pemerintah Provinsi NTT Nomor PKS.9/KSDAE/PIKA/KSA.0/11/2021 dan Nomor PEM.415.4.43/II/69/XI/2021 tentang Kerja Sama Penguatan Fungsi Kawasan Konservasi dan Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya secara Berkelanjutan di Taman Nasional Komodo.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kedua, Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Balai Taman Nasional Komodo dengan PT Flobamor Nomor PKS.1/T.17/TU/REN/2/2022 dan Nomor 01/FLB-PKS/II/2022 tentang Penguatan Fungsi berupa Penguatan Kelembagaan, Perlindungan Kawasan, dan Pengembangan Wisata Alam di TN Komodo; dan ketiga, Izin Usaha oleh KLH kepada PT Flobamor.
Sony Libing mengatakan, surat Siti Nurbaya kepada Gubernur NTT hanya meminta mengkaji Pergub, bukan merespons MoU, PKS, dan Izin Usaha yang dimiliki PT Flobamor. Karenanya penetapan tarif masuk Taman Nasional Komodo Rp 3,7 juta/orang dan Rp 15 juta/4 orang tetap diberlakukan pada 1 Januari 2023.
"Jadi surat itu hanya menelaah, merespons tentang Pergub. Tidak merespons tentang MoU, PKS, dan Izin Usaha. Selama MoU masih berlaku, selama PKS masih berlaku, dan selama izin usaha itu masih berlaku, maka PT Flobamor tetap menjalankan usaha bisnis sesuai tiga dasar hukum tadi. Tetap diterapkan tarif itu berdasarkan perhitungan bisnis PT Flobamor," tegas Sony Libing, dihubungi dari Labuan Bajo, Sabtu (19/11/2022).
Soal penilaian Siti Nurbaya bahwa pungutan kontribusi dan sistem membership kepada wisatawan memasuki Taman Nasional Komodo melanggar peraturan perundang-undangan, Sony Libing berdalih catatan itu untuk Pergub, bukan terhadap MoU, PKS, dan Izin Usaha PT Flobamor.
"Catatan menteri itu berkaitan dengan poin-poin yang ada di Pergub, mereka menyampaikan kami kaji. Jadi Pergub itu kami kaji, lalu menelaah tentang apa yang menjadi catatan, tapi MoU kan ada, dan PKS kan ada. Kecuali menterinya menyuruh kami mengkaji MoU, mengkaji PKS, mengkaji izin usaha, ini kan tidak. Hanya Pergub saja dia soroti," katanya.
Dalam suratnya kepada Gubernur NTT, Siti Nurbaya juga menyoroti MoU dan PKS tersebut. Namun, Sony Libing berkilah Siti Nurbaya hanya menjelaskan Mou dan PKS itu. Pemprov NTT, kata dia, akan mengkaji Pergub itu sesuai permintaan Siti Nurbaya.
"Bukan membatalkan MoU, PKS, dan Izin usaha. Lalu Pemprov akan memberikan pendapat hukum tentang pandangan dari kementerian," ujarnya.
Untuk diketahui, dalam Pergub, pemerintah provinsi diikutsertakan dalam penyelenggaraan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya di Taman Nasional Komodo, dengan pijakan hukumnya pada MoU Dirjen KSDAE dengan Provinsi NTT.
Namun, Siti Nurbaya dalam suratnya kepada Gubernur NTT menegaskan MoU maupun PKS tidak menyatakan adanya penyelenggaraan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Utamanya dalam bentuk pelimpahan wewenang pengelolaan kawasan kepada Pemprov NTT, melainkan menitikberatkan pada kerja sama penguatan fungsi kawasan konservasi dengan menyinergikan program kedua pihak dalam rangka mendukung optimalisasi pengelolaan Taman Nasional Komodo.
Menurut dia, keikutsertaan Pemprov NTT dalam penyelenggaraan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya di Taman Nasional Komodo tidak sesuai dengan UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah pada lampiran Pembagian Urusan Pemerintahan Konkuren Antara Pemerintah Pusat dan Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota, khususnya pada Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Kehutanan.
Siti Nurbaya melanjutkan, berdasarkan PP Nomor 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA), Pasal 12 Ayat 1 menyatakan penyelenggaraan KSA dan KPA kecuali Tahura dilakukan pemerintah (pusat). Pada Pasal 43 Ayat 1 juga dinyatakan penyelenggaraan KSA dan KPA dapat dikerjasamakan dengan penguatan fungsi dan pembangunan strategis.
"Butir-butir ayat tersebut kian menegaskan bahwa Taman Nasional Komodo termasuk dalam kategori KPA yang dikelola pemerintah pusat dan tidak disebutkan diperbolehkannya pelaksanaan pelimpahan wewenang pengelolaan Taman Nasional kepada pemerintah provinsi ataupun pemerintah daerah, kecuali melalui penguatan fungsi kelembagaan melalui mekanisme kerja sama dengan tujuan peningkatan efektivitas pengelolaan kawasan," jelasnya.
Sebelumnya, dalam surat yang dikirimkan kepada Gubernur NTT, Siti Nurbaya menyebut Pergub NTT Nomor 85 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya di Taman Nasional Komodo, yang mewajibkan wisatawan membayar kontribusi saat berkunjung ke Taman Nasional Komodo, melanggar peraturan perundang-undangan. Ia meminta Gubernur NTT mengkaji kembali Pergub tersebut.
"Hal ini bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku karena tidak adanya peraturan pemerintah yang mewajibkan wisatawan memberikan kontribusi tertentu dalam hal pengelolaan kawasan Taman Nasional, utamanya Taman Nasional Komodo," kata Siti Nurbaya.
Wisatawan dapat berkontribusi langsung dengan membeli karcis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Taman Nasional Komodo. Hal itu juga diatur dalam PP No 12 Tahun 2014 Tentang Tarif dan Jenis PNBP yang Berlaku di Kementerian Kehutanan.
Demikian juga ketentuan dalam Pergub yang mewajibkan wisatawan yang mengunjungi Taman Nasional Komodo mendaftar melalui mekanisme keanggotaan kolektif (membership) dan secara perorangan (member) per tahun.
Menurut Siti Nurbaya, kausul membership bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ia menegaskan, tidak ada Undang-undang, peraturan pemerintah maupun Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang mewajibkan wisatawan untuk bergabung dalam sistem keanggotaan kolektif maupun perorangan untuk bisa mengakses SDA dalam ranah wilayah KPA.
Merujuk pada dokumen PKS antara Kepala BTNK dengan Direktur Utama PT Flobamor yang berlaku 5 tahun (2022 -2026), serta dokumen RPP dan RKT, jelas dia, tidak disebutkan adanya kewajiban wisatawan ikut serta dalam sistem membership untuk memasuki Taman Nasional Komodo.
Melarang wisatawan melakukan kunjungan wisata ke Pulau Komodo, Pulau Padar, dan perairan di sekitarnya jika belum memberikan kontribusi, tegas Siru Nurbaya, sangat bertentangan dengan peraturan perundang-undangan karena publik (wisatawan) memiliki kebebasan memanfaatkan/mengakses wilayah KPA selama membayar karcis PNBP sah sesuai dengan PP 12 Tahun 2014.
(irb/dpra)