Simak fakta-fakta terkait kasus operasi tangkap tangan (OTT) pungli sewa toko senilai Rp 45 juta di Pasar ACC Ampenan Mataram, NTB. Kasus pungli tersebut berawal dari keluhan pedagang.
Selain menetapkan Kepala UPTD Pasar di wilayah Sandubaya dan Cakranegara Mataram inisial AK sebagai tersangka, polisi juga mengungkap modus pelaku melakukan pungli tersebut. AK ternyata sempat memalsukan dokumen dinas untuk kepentingan memeras dua pedagang di Pasar ACC Ampenan inisial Y dan M.
"Jadi memang uang itu diterima oleh bendahara UPTD Pasar ACC Ampenan. Tapi semua dokumen itu dipalsukan oleh AK, baik tanda tangan bendahara dan surat perjanjian sewa toko. Inilah modus tersangka dalam memeras korban," kata Kasat Reskrim Polresta Mataram Kompol Kadek Adi Budi Astawa, Rabu (12/10/2022) di Mataram.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penyidik menyimpulkan, AK melakukan pungli dengan seolah-olah membuat semua pemerasan itu dari pihak Dinas Perdagangan Kota Mataram. Padahal, AK melakukan pemerasan tanpa sepengetahuan pihak Kepala Dinas Perdagangan (Disdag) Kota Mataram.
"Jadi tersangka AK ini membuat rumusan hitungan nilai sewa toko kontrak yang sangat tidak sesuai dengan plafon sewa sesuai Perwal (Peraturan Wali Kota)," kata Kadek.
Berawal dari Keluhan Pedagang
Adapun sewa toko di pasar rakyat di Kota Mataram sudah diatur dalam Perwal nomor 8 tahun 2021 tentang petunjuk teknis retribusi pelayanan pasar. Masing-masing ruko di pasar tipe B itu membayar sewa senilai Rp 770.000 per satu tahun.
Selain uang sewa toko, pihak pedagang juga akan dikenakan membayar retribusi sampah atau keamanan setiap hari sebesar Rp 8 ribu hingga Rp 10 ribu sesuai luas toko di setiap pasar di Mataram.
Menurut Kadek, awal mula pengungkapan kasus pungli ini bahwa pihaknya menerima keluhan satu orang pedagang dengan biaya sewa toko yang cukup tinggi.
Berdasarkan komunikasi dengan Badan Keuangan Daerah Kota Mataram diketahui bahwa sewa toko di pasar itu tidak sesuai dengan apa yang dilakukan oleh tersangka AK kepada dua pedagang inisial Y dan M.
"Jadi hitung-hitungannya. M dan Y membayar 47,5 juta. Kedua korban merasa tidak mampu membayar akhirnya ada negosiasi. Akhirnya kedua sepakat korban M mampu membayar Rp 30 juta dan Y membayar Rp 15 juta awal," kata Kadek.
Gunakan Modus Jabatan
Polisi mengungkap tersangka AK menggunakan modus jabatannya untuk memeras kedua korban pedagang inisial Y dan M asal Mataram. Kedua pedagang itu diketahui membangun sendiri toko. Namun, ia dipaksa membayar uang sewa toko dengan pola hak guna pakai.
Toko tersebut awalnya digunakan pedagang pasar atas nama Sri asal Mataram. Sri awalnya diminta AK membayar Rp 31.000.000. Kemudian Sri meminta uang sewa toko kepada korban Y, sedangkan korban kedua inisial M dimintai uang sebesar Rp 47.500.000.
"Setelah berkomunikasi ke Y, diminta membayar Rp 30.500.000 kepada AK, namun hanya dipenuhi Rp 15.000.000," katanya.
Sedangkan korban M awalnya diminta Rp 47 juta, namun hanya mampu bayar Rp 30 juta kepada AK sesuai permintaan Sri si pemilik toko. Alasan pelaku AK meminta korban Y dan M membayar biaya perolehan hak untuk menempati toko yang ditempati Sri guna mendapatkan surat kontrak.
"Jadi tersangka menyampaikan kepada pedagang konsekuensinya apabila tidak membayar, nanti ada pembangunan diancam direlokasi dan tidak akan mendapatkan ganti rugi. Bangunan tersebut menurut AK bisa saja dibongkar sewaktu-waktu kalau tidak membayar," katanya.
Kini, pelaku AK ditetapkan menjadi tersangka kasus pungli sewa toko pasar dengan modus pemerasan kepada dua korban. Ia diancam melanggar pasal 12 huruf e undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
"Pelaku AK diancam pidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun, denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar," kata Kapolresta Mataram Kombes Pol Mustofa.
(iws/hsa)