Kasus pemerkosaan dilakukan bapak kandung terhadap anaknya yang masih berusia tujuh tahun di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB). Peristiwa yang terjadi pada bulan Juli tersebut, dilaporkan oleh mantan istri pelaku.
Perbuatan bejat pelaku menyebabkan korban trauma dan merasakan sakit di bagian sensitif. Berikut fakta-fakta selengkapnya kasus bapak kandung perkosa anak tujuh tahun di Mataram.
Diperkosa saat Tidur
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pelaku berinisial A (47) asal Kelurahan Pagutan Timur, Kecamatan Mataram, tega memerkosa anaknya yang masih duduk di kelas 1 SD. Pemerkosaan terjadi pada Kamis (21/7/2022) sekitar pukul 21.00 Wita.
Kasatreskrim Polresta Mataram Kompol Kadek Adi Budi Astawa menjelaskan kronologi pemerkosaan. A melakukan aksi bejatnya ketika korban tidur di kamar. Saat korban tidur di kamarnya, pelaku memeluk dan mencium bibir korban.
"Tiba-tiba pelaku masuk ke dalam kamar dan mencium korban. Setelah itu pelaku meraba dada korban," kata Kadek Adi, Selasa sore (27/9/2022), di Mapolres Kota Mataram.
Setelah mencium dan memeluk korban, pelaku membuka celana pendek korban beserta celana dalam. Pelaku langsung meraba bagian sensitif korban dan memasukkan jari telunjuknya ke dalam bagian sensitif korban.
"Pelaku ini mencoba melakukan hal itu. Korban sempat berteriak minta tolong. Tapi pelaku malah mengancam mau pukul korban," kata Kadek.
Setelah berhasil membuat korban ketakutan, ayah tiga orang anak itu, memasukkan kemaluannya ke bagian sensitif korban. "Korban sempat melawan lagi. Tapi pelaku peluk erat korban sampai tidak bisa bergerak," jelasnya.
Dilaporkan Mantan Istri
Pelaku yang memperkosa anak kandungnya dilaporkan mantan istri alias ibu kandung korban ke polisi. Pelaku diketahui sudah bercerai sejak dua tahun lalu, dan korban ikut pelaku tinggal satu.
"Korban dan pelaku ini tinggal satu rumah begitu. Pelaku sudah bercerai dengan ibu korban tahun 2020 lalu. Jadi memang tinggal dengan pelaku," kata Kadek.
Kadek Adi membeber, pelaku berstatus duda sejak digugat cerai dua tahun lalu oleh ibu kandung korban. Usai bercerai dengan istrinya, pelaku tinggal dengan korban bersama dua orang kakak korban.
"Korban ini sendirian cewek kan di rumah itu. Apakah pelaku kesepian atau tidak, pelaku bahkan tidak mengakui perbuatannya," kataKadek.
Menurut Kadek, setelah kejadian pemerkosaan tersebut, korban mengalami rasa sakit di bagian sensitifnya. Awalnya korban tidak berani bercerita kepada ibunya, namun setelah kesakitan, ia pun melapor ke bibi dan ibu kandungnya. Pelaku kemudian dilaporkan ke pihak kepolisian oleh mantan istrinya.
"Dari hasil visum kami temukan ada luka baru di bagian sensitif korban. Pelaku sempat tidak mau mengaku melakukan pemerkosaan. Tapi kami sudah memiliki tiga alat bukti kuat, baik dari hasil visum, pengakuan korban, dan keterangan saksi," ungkapnya.
Korban Sempat Trauma
Pemerkosaan yang dilakukan A sampai membuat korban trauma fisik maupun psikis. Beruntung kini kondisi korban sudah mulai membaik.
"Korban sempat alami trauma. Sekarang sudah tidak terlalu trauma," ujar Kadek.
Lembaga Perlindungan Perempuan dan Anak Kota Mataram memberikan bantuan untuk memulihkan kondisi psikologi korban. Korban juga sudah diberikan pendampingan oleh Dinas Sosial Kota Mataram.
"Kondisi korban agak stabil. Korban kan sempat merasakan sakit pada bagian perut dan sensitif korban. Kami sudah melakukan pemeriksaan ahli ya. Semua berkas perkara pelaku telah memenuhi P21, kemudian diserahkan ke Kejaksaan Negeri Kota Mataram," kata Kasatreskrim.
Pelaku Residivis Pembunuhan
Pelaku pemerkosaan anak kandung ternyata merupakan residivis kasus pembunuhan pada 1990 silam. "Pelaku A ini merupakan residivis pembunuh dengan vonis hukuman 9 tahun penjara waktu itu," ungkap Kadek.
Pelaku Terancam 15 Tahun Penjara
Pelaku telah diamankan di Mapolres Kota Mataram. Selain itu, beberapa barang bukti milik korban dan pelaku berupa satu lembar helai celana pendek jins warna biru, satu lembar baju kaos warna merah muda, dan celana dalam warna kuning ikut diamankan.
Pelaku diancam pasal 81 ayat (1) dan ayat (3) jo pasal 76d atau pasal 82 ayat (1) jo pasal 76e Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman 15 tahun penjara.
"Pelaku kami ancam dengan hukuman pidana penjara paling singkat lima tahun dan paling lama 15 tahun, kemudian denda Rp 5 miliar," tegas Kasatreskrim.
Simak Video "Polisi Razia Kafe di Mataram, 4 Pemandu Lagu di Bawah Umur Diamankan"
[Gambas:Video 20detik]
(irb/irb)