Terungkap! Peran 3 Calo CPMI Asal NTB, Janjikan Gaji Rp 35 Juta

Terungkap! Peran 3 Calo CPMI Asal NTB, Janjikan Gaji Rp 35 Juta

Ahmad Viqi - detikBali
Jumat, 03 Jun 2022 11:33 WIB
Tiga orang calo sindikat pengirim Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) dibekuk oleh Tim Unit Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Nusa Tenggara Barat.
Tiga orang calo sindikat pengirim Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) dibekuk oleh Tim Unit Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Nusa Tenggara Barat. (Foto: Ahmad Viqi/detikBali)
Mataram -

Kasus percobaan pemberangkatan 53 calon pekerja migran Indonesia di Nusa Tenggara Barat (NTB) terbongkar. Kepolisian Daerah Provinsi NTB telah membekuk tiga orang pelaku yang diduga melakukan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), Kamis (2/6/2022) kemarin. Ketiga pelaku berinisial HZ (48) dan MN (40) asal Kecamatan Praya Tengah dan PJ (47) alamat Kecamatan Jonggat, Kabupaten Lombok Tengah, NTB.

Kabid Humas Polda NTB Kombes Pol Artanto mengungkapkan, ketiga pelaku memiliki peran masing-masing terkait kasus tersebut. Mereka mengiming-imingi 53 korbannya yakni calon pekerja migran Indonesia (CPMI) asal NTB, untuk diberangkatkan menuju negara Polandia.

"Ketiga ini memiliki peran masing-masing. PJ ini menjadi otak dari percobaan TPPO tujuan ke Polandia ini," kata Artanto, Jumat (3/6/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Artanto, pelaku PJ selama ini memang dikenal sebagai orang yang bisa mengurus keberangkatan PMI ke luar negeri. Kepada pihak kepolisian, ketiga tersangka kasus TPPO ini telah menjalankan aksinya lebih dari satu kali.

"Jadi ini bukan pertama kali yang mereka lakukan terhadap semua calon PMI," katanya.

ADVERTISEMENT

Sementara itu, Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTB AKBP Feri Jaya Satriansyah juga mengungkap bahwa beberapa di antara korban mengaku bahwa ketiga pelaku ini dikenal bisa mengurus paspor, working permit dan job order di luar negeri. Korban diiming-imingi gaji yang cukup besar jika bekerja di luar negeri. Hanya saja, pelaku meminta para korban membayar sejumlah uang terlebih dahulu dengan alasan mengurus keberangkatan.

"Jadi korban ini ditawarkan gaji yang cukup besar ketika akan bekerja di Kanada kemudian dialihkan ke Polandia. Jadi inilah modus dari pelaku," kata Feri.

Berdasarkan hasil penyelidikan, pelaku PJ meminta kepada MN untuk mencari biaya transportasi tambahan kepada 12 korban. Berikutnya, pelaku HZ bertugas untuk mengurus biaya paspor dan working permit.

Dijelaskan, ketiga calo CMPI ini menawarkan biaya keberangkatan menuju Polandia sebesar Rp 10 juta. Para pelaku juga meminta biaya tambahan usai mengetahui tidak job order di negara Kanada.

"Jadi biaya tambahan sebesar Rp 5 juta itu untuk dialihkan ke negara Polandia setelah mengetahui tidak ada job untuk perkebunan di Kanada," kata Feri.

Siasat pelaku menipu korban berjalan mulus. Terlebih lagi ketiga pelaku menawarkan gaji yang cukup fantastis yakni Rp35 juta kepada 12 korban jika sudah bekerja di negara Polandia sebagai table manner.

"Pertama para korban dijanjikan ke Kanada bekerja di sektor perkebunan. Selain itu pelaku juga menjanjikan gaji Rp 35 juta per bulan bagi para korban saat berada di Polandia," kata Feri.

Setelah diusut, ternyata pelaku PJ merupakan pekerja di sebuah perusahaan listrik yang kesehariannya sebagai seorang instalator listrik di NTB. Pelaku mengaku bahwa uang ratusan juta dari hasil iuran biaya keberangkatan 53 CPMI sebagai ongkos menuju Polandia itu habis digunakan untuk mengurus working permit serta paspor.

"Ini pekerjaan sampingan. Saya belum sempat nikmati uangnya. Uangnya habis untuk bikin working permit," kata PJ.

Selain PJ, pelaku HZ juga mengaku bahwa telah menyerahkan uang sekitar Rp 100 juta ke sebuah perusahaan sesuai permintaan PJ. "Saya tidak tahu apa itu Imigrasi. Saya hanya membantu dimintai tolong menjamin uang korban karena banyak sisa uang dari korban yang belum melunasi," kata HZ.

HZ juga mengaku bahwa tidak mengetahui jika di Kanada dan Polandia tidak ada kerjasama job order antara Pemerintah NTB dan kedua negara tersebut.

"Saya hanya dimintai tolong untuk melunasi biaya keberangkatan korban. Saya tidak tahu sama sekali," pungkas HZ.




(iws/iws)

Hide Ads