Tsuki Rasa, Kenalkan Masakan Jepang dengan Sajian Melokal di Bali

Tsuki Rasa, Kenalkan Masakan Jepang dengan Sajian Melokal di Bali

Siti Mu’amalah - detikBali
Minggu, 18 Jun 2023 16:30 WIB
Menu Chicken Soy Garlic di Tsuki Rasa, Jalan Hasanudin No.31 Dauh Puri Kangin, Denpasar. (Siti MuΓ‘malah)
Foto: Menu Chicken Soy Garlic di Tsuki Rasa, Jalan Hasanudin No.31 Dauh Puri Kangin, Denpasar. (Siti MuΓ‘malah)
Denpasar -

Jika traveller tengah berada di Kota Denpasar, Bali, tak ada salahnya mencicipi makanan Jepang dari Tsuki Rasa. Makanan Jepang di Tsuki Rasa disajikan berbeda dan unik dibanding yang lain.

Di mana Tsuki Rasa mengusung kolaborasi makanan khas Jepang dengan budaya lokal Indonesia untuk packagingnya. Umumnya kalau makanan Jepang, biasanya akan disajikan di piring keramik cantik dengan segala ornament Negeri Sakura.

Namun, bisnis kuliner yang baru 10 bulan berdiri itu berani tampil beda dengan menggunakan piring ingke (piring dari lidi pohon kelapa atau daun lontar). Sedangkan jika dibawa pulang akan dibungkus dengan kertas minyak yang sudah diprint khusus dengan gambar anime Jepang.

Kuliner unik ini bisa ditemukan di Jalan Hasanudin No.31 Dauh Puri Kangin, Denpasar Barat, Bali. Tsuki Rasa mulai buka pukul 15.00-22.00 Wita.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Untuk harganya mulai dari Rp 29 ribu sampai Rp 32 ribu saja. Sedangkan untuk minuman dibanderol dengan harga mulai dari Rp 7 ribu sampai Rp 50 ribu.

Owner Tsuki Rasa Putu Artham Gamaya bercerita saat ini penjualan bisa 20 porsi per hari atau omzet Rp 600 ribu per hari. Ia menyebut pasar Tsuki Rasa adalah kalangan anak muda.

"20 porsi atau Rp 600 ribu per hari. Dan menu favorit ada chicken soy garlic, mungkin karena pilihan bagian ayamnya, kalau soy ini pakai paha. Lebih juicy dan berlemak, dan untuk pecinta beef favoritnya menu beef black pepper," jelasnya, Sabtu (18/6/2023).

Selain kedua menu favorit tersebut, masih ada menu lain, seperti chicken teriyaki, chicken yakiniku, beef teriyaki, dan beef spicy. Untuk chicken soy garlic rasanya sangat beragam, dengan tampilan yang menarik di mana nasi diselimuti dengan telur dadar, dengan di atasnya diberi topping ayam yang kaya akan rasa manis dan asin, juga sambal untuk pecinta pedas.

ADVERTISEMENT

Pengunjung yang ingin mencoba diharapkan menyiapkan perut kosong sebelum datang ke sini, karena porsinya cukup besar untuk satu orang. Chicken soy garlic sangat cocok dengan minuman Aisu Remon Tii yang terbuat dari lemon segar karena perpaduan asam dan manis.

Tak hanya menu kuliner yang mereka tawarkan, ada juga spot foto cantik khas Jepang tapi vintage atau gaya tempo dulu. Spot tersebut bisa dijadikan untuk spot foto bersama teman maupun keluarga.

Terinspirasi Saat Merantau ke Jakarta

[Gambas:Instagram]





Agam, sapaan akrabnya, mengatakan inspirasi awal ia membuka Tsuki Rasa saat melihat restoran di Jakarta saat merantau. Ia merasa belum ada di Bali, jadi hal tersebut dijadikan peluang membuka Tsuki Rasa di Bali.

"Saya waktu itu merantau ke Jakarta, ngeliat konsep tempat makan unik, yang memadupadankan antara nasi campur Indonesia untuk menunya dengan dibungkus kemasan secara Jepang. Dalam artian desain warungnya dan desain produknya. Terus saya mikir kok di Bali ngga ada yang kayak gini?," ungkap pria berusia 27 tahun tersebut.

Agam menuturkan alasan takeaway dikemas dengan kertas minyak, karena ia merasa kalau dibentuk rice bowl itu sudah biasa. Baginya, ide tidak bisa hanya sekedar kopi dan paste saja, pasti ada tantangan dan problemnya dalam prosesnya.

Pria asal Denpasar ini menjelaskan sempat mengajukan kemitraan dengan restoran di Jakarta tetapi ditolak karena beberapa hal. "Jujur saya sempat mengajukan kemitraan dengan yang di Jakarta, tapi mereka menolak karena mereka masih bingung cara mengirim bahan-bahannya ke Bali, terus soal SOP, dan belum begitu lama berdiri," paparnya.

Agam mengaku meski tidak ada latar belakang di bidang kuliner dan pengetahuan Manajemen F&B, ia bertekad untuk mendirikan bisnisnya sendiri di Bali. Namun, saat itu masih terkendala modal.

Sembari mengumpulkan modal dan juga riset untuk persiapan pembukaan bisniskulinernya di Bali, Agam dibantu sahabatnya yang memiliki background kuliner.



Modal awal memulai bisnis ini sekitar Rp 50 juta. Agam mengaku untuk bahan-bahan dan ornamen khas Jepang terbilang cukup mahal harganya.

Selain itu, Agam berharap agar Pemerintah Kota Denpasar dapat membantu meningkatkan kawasan area pasar di lokasi bisnisnya berdiri agar lebih maksimal. Karena ia merasa lokasinya sudah strategis, hanya kurang maksimal yakni bisa dengan merapikan lokasi agar lebih menarik orang untuk datang.

"Kondisinya di sini kios-kios masuk jatuhnya kayak terbengkalai gitu, padahal bagus, ada basement parkir di bawah, dekat jalan besar, padahal ini blueprintnya udah bagus," ungkapnya.




(nor/bir)

Hide Ads