Kejaksaan Negeri (Kejari) Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), kembali menahan dua orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun anggaran 2022 senilai Rp 32,4 miliar. Penahanan dilakukan pada hari ini.
Kepala Kejari Selong, Hendro Wasisto, menyebut dua tersangka itu masing-masing berinisial LH, Direktur PT Temprina Media Grafika, dan LA, Direktur PT Dinamika Indo Media.
"Berdasarkan laporan hasil penyidikan dan sebagai lanjutan dari penetapan empat orang tersangka sebelumnya pada hari Jumat tanggal 07 November 2025, hari ini kembali kami menetapkan dua orang tersangka berinisial LH dan LA," jelas Hendro saat konferensi pers, Selasa (11/11/2025) sore.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hendro menjelaskan, para tersangka LH dan LA bersama empat tersangka sebelumnya yakni AS, A, S, dan MJ, diduga melakukan penyalahgunaan kewenangan yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 9,27 miliar.
"Para tersangka secara bersama-sama sejak awal telah melakukan pengaturan pemenang penyedia pengadaan peralatan TIK yang akan ditunjuk melalui Katalog Elektronik. Adapun peran tersangka AS sejak sebelum pengadaan dilakukan sudah berkomunikasi dan bersepakat dengan tersangka S, tersangka LA, dan tersangka MJ termasuk kesepakatan berupa perusahaan yang akan digunakan sebagai penyedia," pungkas Hendro.
Lebih lanjut, Hendro mengatakan tersangka AS menerima daftar beberapa perusahaan dari tersangka LA melalui tersangka S dan MJ. Daftar tersebut kemudian diserahkan kepada tersangka A untuk menentukan perusahaan penyedia yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengadaan peralatan TIK itu ditujukan untuk 282 sekolah dasar di 21 kecamatan di Lombok Timur, dengan total 4.320 unit perangkat.
"Dari hasil pengaturan pemenang dan mengarahkan kepada penyedia tertentu dengan sengaja melanggar prinsip dan etika pengadaan barang dan jasa pemerintah karena tujuan dan maksud untuk mendapatkan sejumlah uang sebagai imbalan dari tersangka LH atas pengkondisian dan menunjuk perusahaan sebagai penyedia pada aplikasi katalog elektronik yang diterima oleh tersangka MJ dan tersangka S," beber Hendro.
Hendro menyebut, perbuatan para tersangka LH dan LA bersama tersangka lainnya dikenakan pasal berlapis, yakni Primair Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, serta subsider Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang yang sama.
Ancaman pidananya minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun penjara, serta denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
"Selanjutnya untuk kepentingan proses penyidikan terhadap tersangka LH dilakukan penahanan jenis rutan di Lapas Kelas II B Selong dan tersangka LA dilakukan penahanan di Lapas Perempuan Kelas III Mataram selama 20 hari ke depan. Dengan pertimbangan tim penyidik terhadap para tersangka dikhawatirkan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, dan mengulangi tindak pidana," terang Hendro.
(dpw/dpw)











































