Mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Nusa Tenggara Barat (NTB), Rosiady Husaenie Sayuti, menyebut dirinya dijadikan sebagai kambing hitam dalam kasus korupsi kerja sama pemanfaatan lahan untuk pembangunan NTB Convention Center (NCC), antara Pemerintah Provinsi NTB dengan PT Lombok Plaza.
"Saya tidak bersalah, saya korban dan saya kambing hitam dari arogansi hukum dan kekuasaan yang akan merusak karier saya," kata Rosiady, dalam sidang dengan agenda pleidoi (pembelaan) di Pengadilan Tipikor Mataram, Senin (6/10/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di hadapan majelis hakim, Rosiady membeberkan alasannya menandatangani perjanjian kerja sama hingga menerima gedung pengganti laboratorium kesehatan daerah (labkesda) dari PT Lombok Plaza.
"Saya ingat betul kepala BPKAD pada saat itu menyampaikan, karena ini perjanjian teknis, cukup sekda yang menandatangani, tidak perlu gubernur," sebutnya.
"Biro hukum juga, saya mendapatkan penjelasan yang serupa. Karena barang ini masih di bawah penguasaan instansi terkait dalam hal ini Dinas Kesehatan, sesuai Permendagri Nomor 15 tahun 2014 menandatangani boleh Sekda," tambahnya.
Penandatangan dilakukan 19 Oktober 2016. Sejumlah pihak hadir saat itu, termasuk PT Lombok Plaza selaku pihak ketiga. Diakui, saat itu dirinya menandatangani tiga dokumen sekaligus. Yaitu perjanjian kerja sama (PKS), berita acara serah terima objek yang akan dikerjasamakan, dan berita acara serah terima gedung Labkesda NTB.
Penandatangan berlangsung di ruangannya. "(Penandatanganan) dihadiri Kepala BPKAD, karo hukum dan tim percepatan investasi. Dasar saya menandatangani, karena ada laporan dari Kabid BPKAD terkait persyaratan yang sudah dipenuhi oleh pihak ketiga (PT Lombok Plaza)," ucap Rosiady.
Dia menegaskan tidak ada niat jahat sedikitpun dirinya untuk melampaui atau menyalahgunakan kewenangan untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain.
"Tujuan saya untuk menyukseskan program pemerintah daerah dalam ranah pembangunan yang memberikan banyak manfaat kepada masyarakat," kata Rosiady.
Baginya, perbuatan melawan hukum yang didakwa jaksa merupakan pendapat ahli yang hanya dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU). Tanpa memperhatikan fakta dalam persidangan.
"Perbuatan dari kami itu perbuatan maksiat administrasi. Tuduhan yang benar-benar tidak manusia, zalim, dan merusak karakter saya," kata Rosiady.
Menurutnya, justru dari pembangunan NCC tersebut negara mendapatkan keuntungan. Bukan merugikan negara. "Perusahaan (PT Lombok Plaza) belum mendapatkan keuntungan. Dengan demikian, potensi kerugian sama sekali tidak ada," ungkap dia.
Rosiady pun mempertanyakan dasar keyakinan kerugian negara yang muncul berdasarkan hasil hitung akuntan publik. "Kewenangan kerugian negara harus BPK atau BPKP, bukan akuntan publik," katanya.
Rosiady meyakini bahwa dirinya tidak bersalah dan akan bebas dalam kasus yang disebut merugikan keuangan negara sebesar Rp 15,2 miliar tersebut.
"Dengan penuh kerendahan hati dan keyakinan pada keadilan dan kebenaran, saya katakan berdasarkan fakta-fakta saya tidak bersalah seperti apa yang ditundukkan melakukan perbuatan korupsi. Saya yakin majelis hakim akan mengambil keputusan akan membebaskan saya demi hukum," tandasnya.
Sebelumnya, Rosiady dituntut dengan pidana penjara selama 12 tahun dan pidana denda sebesar Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Jaksa menyebut perbuatan Rosiady dalam tindak pidana korupsi kerja sama pemanfaatan lahan untuk pembangunan NCC terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Menyatakan, terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwaan primer penuntut umum," ucap jaksa dalam tuntutannya.
Simak Video "Video: Marcella Santoso-Eks Ketua PN Jakpus Jadi Saksi Suap Hakim CPO"
[Gambas:Video 20detik]
(hsa/hsa)