Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM) memberikan rekomendasi kepada Kapolri agar mantan Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja diperiksa kesehatannya secara menyeluruh. Sebab, fakta mengejutkan terungkap dari salah satu anak di bawah umur korban pencabulan Fajar. Dia positif terinfeksi penyakit menular seksual (PMS).
"Melakukan pemeriksaan kesehatan secara menyeluruh terhadap Saudara Fajar, terutama pemeriksaan kesehatan terkait penyakit menular seksual, mengingat hasil pemeriksaan kesehatan terhadap salah satu korban anak positif terinfeksi penyakit menular seksual," ujar Koordinator Sub Komisi Penegakan HAM Komnas HAM, Uli Parulian Sihombing, dalam siaran pers yang diterima detikBali, Sabtu (29/3/2025).
Desakan agar kesehatan Fajar diperiksa merupakan salah satu poin dari sembilan rekomendasi Komnas HAM kepada Kapolri. Poin lainnya, Komnas HAM meminta Polri memproses hukum kedua tersangka, Fajar dan Stefani (20) alias F, secara profesional, transparan, akuntabel, dan berkeadilan bagi korban.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Polisi juga diminta menemukan dan mengungkap peran V yang diduga perantara dan penyedia jasa layanan untuk Fajar. Temuan itu diperoleh setelah Komnas HAM melakukan koordinasi dan permintaan keterangan kepada Direktorat Tindak Pidana PPA dan PPO Bareskrim Polri serta Ditreskrimum Polda NTT terkait penyelidikan dan penyidikan kasus tersebut.
Selain itu, Komnas HAM juga telah meminta keterangan dua korban anak yang masing-masing berusia 13 tahun dan 16 tahun), orang tua korban anak (6 tahun), dan satu tersangka.
"Komnas HAM memberikan rekomendasi kepada Kapolri untuk menemukan dan mengungkap peran Saudara Fangki Dae sebagai nama yang dipakai oleh Saudara Fajar ketika memesan kamar pada 25 Januari 2025. Menemukan perantara lain yang terlibat dalam tindak pidana kekerasan seksual oleh Saudara Fajar," urai Uli.
Diberitakan sebelumnya, Komnas HAM menilai Fajar telah melakukan pelanggaran berat terhadap hak anak untuk mendapatkan rasa aman dan bebas dari tindak kekerasan, termasuk kekerasan seksual, dan eksploitasi.
Hal itu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Maka dari itu, Komnas HAM memberikan sejumlah rekomendasi tindak lanjut kasus kepada Kapolri, Gubernur NTT, Wali Kota Kupang, dan Kementerian Informasi dan Digital (Komdigi).
(hsa/hsa)