Seorang mahasiswi berinisial NMBM ditangkap polisi di Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Cahaya Bunda, Tabanan. Perempuan berusia 19 tahun itu diciduk lantaran melakukan aborsi dan mengubur mayat bayi tersebut di sekitar Pantai Padanggalak, Denpasar.
Tak hanya NMBM, polisi juga menangkap kekasihnya berinisial IPADP (19). IPADP diketahui berperan membuang dan mengubur janin tersebut di sekitar Pantai Padanggalak.
"Kami telah mengamankan dua orang yang diduga sebagai pelaku aborsi terhadap anak yang masih dalam kandungan," kata Kepala Seksi (Kasi) Humas Polresta Denpasar, AKP I Ketut Sukadi, dalam keterangannya, Senin (10/3/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sukadi mengatakan saksi berinisial GAS melihat janin tersebut dibuang dan dikubur di Pantai Padanggalak sekitar pukul 23.30 pada Rabu (5/3/2025). GAS awalnya tak menyangka ada mayat bayi perempuan yang dikubur di kawasan pesisir itu.
"Terkubur sedalam 30 sentimeter (cm). Kondisi bayi saat ditemukan masih ada tali pusar dan terbungkus kain warna merah muda," kata Sukadi.
"Diperkirakan baru lahir sehari dan tidak ditemukan tanda kekerasan di tubuh bayi itu," imbuhnya.
Saat diinterogasi polisi, NMBM mengakui telah membunuh bayi dengan meminum sejumlah obat-obatan beberapa hari sebelumnya. NMBM sempat mengeluh sakit perut setelah beberapa hari setelah mengkonsumsi obat aborsi.
Dia lalu memeriksakan diri ke rumah sakit. Saat itu, dia hamil tujuh bulan dan sudah akan melahirkan. Saat dilahirkan dan diperiksa, bayi itu ternyata telah meninggal dunia sejak dalam kandungan.
"Pihak rumah sakit melakukan proses observasi saat bayi masih di dalam kandungan. Hasilnya, tidak ada pergerakan dari bayinya. Setelah proses persalinan, pihak rumah sakit menyatakan bayi NMBM telah meninggal," kata Sukadi.
Setelah itu, IPADP, NIMBM, dan keluarga sempat berdiskusi untuk menguburkan janin itu. IPADP yang ketakutan dan kebingungan langsung membawa dan menguburkan janin itu di Pantai Padangalak.
"Janinnya dibuang si laki pacarnya itu ke Pantai Padanggalak karena ketakutan dan bingung," ujar Sukadi.
Atas perbuatannya, NMBM dan IPADP dijerat Pasal 77A juncto Pasal 45A Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Mereka terancam hukuman 10 tahun penjara.
(iws/nor)