Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Nusa Tenggara Barat (NTB), Enen Saribanon, mengungkapkan peluang adanya tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi pemanfaatan lahan untuk pembangunan NTB Convention Center (NCC) yang melibatkan PT Lombok Plaza. Kasus ini menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 15,2 miliar.
"Kita lihat perkembangan pemeriksaan dan persidangan. Tidak menutup kemungkinan (ada tersangka lagi). Apakah berkembang ke pihak lain," katanya kepada awak media di Kantor Kejati NTB, Senin (17/2/2025).
Menurut Enen, semua kemungkinan bisa saja terjadi sepanjang proses penyidikan dan persidangan yang akan berlangsung nanti.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Seperti yang saya sampaikan tadi, bahwa tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka lain pada kasus ini. Kami terus melakukan pemeriksaan apakah di persidangan juga akan berkembang lain seperti itu, kita tunggu saja," ujarnya.
Sejauh ini, tersangka kasus tersebut baru dua orang. Yakni, mantan Sekda NTB Rosyadi Husaenie Sayuti dan eks Direktur PT Plaza Lombok Doli Suthaya.
"Masih kami inventarisasi lagi, siapa-siapa saja yang dibutuhkan. Ataukah ini sudah cukup ataukah kami butuh keterangan saksi-saksi lain," tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, Ketua Tim Penyidik Kasus NCC, Indra HS, mengatakan Rosyadi disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 juncto Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Pada hari ini telah dilakukan penahanan terhadap saudara R terkait pemanfaatan lahan Pemda," katanya, Kamis (13/2/2025).
Mantan Sekda NTB yang menjabat pada era Gubernur Tuan Guru Bajang (TGB) Muhammad Zainul Majdi pada 2016 itu akan menjalani penahanan di Lapas Kelas IIB Lombok Tengah selama 20 hari.
Indra menjelaskan Rosyadi diduga menyalahgunakan wewenang saat menjabat Sekda NTB, yang menyebabkan kerugian negara akibat gagalnya pembangunan NCC. Total kerugian negara mencapai Rp 15,2 miliar.
Indra menyebutkan bahwa Pemprov NTB seharusnya memperoleh Rp 12 miliar dari pemanfaatan lahan tersebut. Namun, dalam perjalanannya, pemerintah hanya mendapatkan aset senilai Rp 6,5 miliar, sehingga terjadi kekurangan penerimaan sebesar Rp 6,5 miliar yang seharusnya digunakan untuk pembangunan Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda).
"Selisihnya Rp 6,5 miliar," ujar Indra.
(hsa/hsa)