Dua polisi yang berdinas di Polsek Kuta, GKS dan S, yang akan pensiun pada Desember 2025, justru menghadapi ancaman pemecatan karena kasus pungutan liar. Kedua polisi berpangkat Aiptu itu diduga melakukan pemerasan terhadap seorang warga negara asing asal Kolombia berinisial SGH.
Kabid Humas Polda Bali, Kombes Ariasandy, mengungkapkan bahwa GKS dan S telah mengakui perbuatannya saat diperiksa oleh Bidpropam Polda Bali.
"Kedua anggota SPKT (Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu Polsek Kuta) tersebut juga mengakui bersedia membantu membuatkan laporan asalkan SGH bersedia memberikan uang sejumlah Rp 200 ribu untuk biaya administrasi," kata Ariasandy dalam keterangannya, Selasa (22/1/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari pemeriksaan, ditemukan indikasi pelanggaran kode etik profesi Polri. GKS dan S dijerat Pasal 5 ayat (3) Perpol Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri.
"Setiap pejabat Polri dalam etika kemasyarakatan dilarang membebankan biaya dalam memberikan pelayanan di luar ketentuan peraturan perundang-undangan," jelas Ariasandy.
Modus Pungli di Ruang Kecil
Kasus ini bermula saat SGH mendatangi SPKT Polsek Kuta pada Minggu (5/1/2025) untuk melaporkan kehilangan ponselnya yang dijambret di Jalan Uluwatu Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan, Badung.
GKS dan S menyarankan SGH untuk melapor ke Polsek Kuta Selatan karena lokasi kejadian berada di luar wilayah hukum Polsek Kuta. Namun, SGH menolak dengan alasan kerepotan mengurus berbagai keperluan sebelum kembali ke negaranya.
"WNA itu mohon dibantu untuk keperluan klaim asuransi di negaranya," ungkap Ariasandy.
GKS dan S kemudian menawarkan bantuan penerbitan laporan dengan imbalan uang Rp 200 ribu.
SGH akhirnya menyetujui permintaan tersebut. Surat pelaporan kehilangan dengan nomor STPL/80/I/2025/BALI/RESTA DPS/SEK KUTA diterbitkan meskipun lokasi kejadian sebenarnya di Jalan Legian, Kuta.
Baca selengkapnya di halaman selanjutnya...
Simak Video "Patok Harga Parkir Hingga Pungli di Tempat Wisata"
[Gambas:Video 20detik]