Pasukan Israel dilaporkan menahan direktur sebuah rumah sakit di Gaza utara menyusul serangan militer yang menghentikan layanan kesehatan di fasilitas tersebut. Informasi ini disampaikan oleh pejabat kesehatan Gaza.
"Pasukan pendudukan telah membawa puluhan staf medis dari Rumah Sakit Kamal Adwan ke pusat penahanan untuk diinterogasi, termasuk direktur, Hossam Abu Safiyeh," demikian pernyataan Kementerian Kesehatan di Gaza yang dikuasai Hamas, dilansir dari detikNews, Sabtu (28/12/2024).
Badan pertahanan sipil Gaza mengonfirmasi bahwa Abu Safiyeh termasuk di antara mereka yang ditahan. Direktur badan tersebut untuk wilayah Gaza utara, Ahmed Hassan al-Kahlout, juga dilaporkan ditahan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pendudukan telah menghancurkan sistem medis, kemanusiaan, dan pertahanan sipil di utara, sehingga tidak dapat digunakan lagi," ujar Mahmud Bassal, juru bicara badan pertahanan sipil Gaza, kepada AFP.
Militer Israel sebelumnya mengeklaim bahwa Rumah Sakit Kamal Adwan digunakan sebagai 'benteng utama bagi organisasi teroris' dan melancarkan operasi di area tersebut pada Jumat (27/12). Namun, kelompok militan Hamas membantah tuduhan tersebut dan menuduh pasukan Israel telah menyerbu fasilitas itu.
Sementara itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa operasi militer Israel telah menghentikan layanan rumah sakit tersebut.
"Serangan pagi ini terhadap Rumah Sakit Kamal Adwan telah menghentikan layanan fasilitas kesehatan utama terakhir di Gaza utara. Laporan awal menunjukkan bahwa beberapa departemen utama terbakar parah dan hancur selama serangan tersebut," tulis WHO dalam sebuah pernyataan di media sosial X.
Dengan terhentinya layanan di Rumah Sakit Kamal Adwan, wilayah Gaza utara kini kehilangan fasilitas kesehatan utama yang menjadi andalan penduduk setempat. Situasi ini menambah tekanan pada sistem medis Gaza yang sudah kewalahan akibat konflik berkepanjangan.
Hingga saat ini, pihak militer Israel belum memberikan tanggapan lebih lanjut mengenai penahanan para staf medis maupun penghancuran fasilitas tersebut. Kasus ini masih menjadi perhatian berbagai lembaga internasional, termasuk WHO.
(dpw/dpw)