Bendesa Adat Tista, Nyoman Supardi, divonis satu tahun penjara oleh Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Denpasar. Sementara bendahara desa adatnya, Kadek Budiasa, mendapat hukuman lebih berat, yakni satu tahun enam bulan penjara.
Keduanya terbukti bersalah atas kasus korupsi dana Bantuan Keuangan Khusus (BKK) Provinsi Bali.
"Menyatakan terdakwa terbukti secara sah melakukan tindak pidana korupsi. Menghukum terdakwa (Supardi) dengan pidana kurungan selama satu tahun," kata Hakim Ketua Heriyanti dalam sidang vonis di PN Denpasar, Senin (23/12/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Supardi juga dijatuhi denda sebesar Rp 200 juta subsider dua bulan kurungan. Majelis hakim menyatakan Supardi melanggar Pasal 3 UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat 1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP. Ia dinyatakan bersalah karena membuat agenda kegiatan dan Rencana Anggaran Biaya (RAB) fiktif menggunakan dana BKK. Meski demikian, hakim mencatat bahwa Supardi tidak menikmati langsung uang hasil korupsi tersebut.
Sementara itu, Kadek Budiasa terbukti menyalahgunakan dana BKK senilai Rp 218,9 juta untuk keperluan pribadi. Hakim juga mewajibkan Budiasa mengembalikan uang pengganti dengan jumlah yang sama.
Vonis terhadap kedua terdakwa lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa, yang sebelumnya menuntut lima tahun penjara untuk Supardi dan lima tahun enam bulan untuk Budiasa. Hakim mempertimbangkan bahwa keduanya telah melaksanakan tugas sesuai tupoksi meskipun terjadi penyimpangan.
Baik jaksa maupun tim kuasa hukum terdakwa menyatakan masih mempertimbangkan vonis tersebut.
Kasus ini bermula dari penyalahgunaan dana BKK Provinsi Bali sejak 2015 hingga 2021. Modus yang digunakan adalah pemalsuan laporan keuangan dan laporan pertanggungjawaban (LPJ) fiktif.
Salah satu contohnya adalah pembangunan tembok penyengker pura desa. Meski pembangunan tersebut menggunakan dana sumbangan warga sebesar Rp 130 juta, keduanya mencatatkan proyek itu sebagai hasil penggunaan dana BKK.
Berdasarkan hasil persidangan, kerugian negara yang terbukti mencapai Rp 256,4 juta, lebih rendah dari dugaan awal sebesar Rp 437 juta.
(dpw/dpw)