Round Up

Marak WNA Terlibat Prostitusi hingga Kucing-kucingan dengan Imigrasi di Bali

Aryo Mahendro - detikBali
Kamis, 05 Des 2024 09:12 WIB
Pengacara asal Brasil, AGA (37), dideportasi petugas Rudenim Denpasar via Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Kamis (28/11/2024) akibat menjadi PSK di Bali. (Dok. Kanwil Kemenkumham Bali)
Denpasar -

Praktik prostitusi yang melibatkan warga negara asing (WNA) marak ditemukan di Bali beberapa waktu terakhir. Mereka menjadi pekerja seks komersial (PSK) dan menawarkan jasa esek-esek dengan sistem open booking out (BO) secara online.

Meski kucing-kucingan dengan petugas Imigrasi, beberapa PSK asing yang menjual diri di Pulau Dewata berhasil terungkap. Terbaru, dua perempuan Rusia berinisial AT (24) dan KM (22) dideportasi lantaran terlibat praktik prostitusi dengan menjadi terapis pijat plus-plus di sebuah vila di kawasan Seminyak, Kuta, Badung, Bali.

Kepala Divisi (Kadiv) Imigrasi Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Bali Samuel Toba menyebut kebanyakan PSK asing itu awalnya datang ke Bali untuk pelesiran. Tingginya animo turis mancanegara yang berlibur ke Bali pun dijadikan peluang untuk meraup cuan secara haram.

"Niatnya datang ke sini (ke Bali) untuk berwisata. Ternyata, sampai di sini, malah melihat peluang (terlibat prostitusi)," kata Samuel, Rabu (4/12/2024).

Selain dua perempuan Rusia itu, Imigrasi juga mendeportasi sejumlah orang asing yang terlibat praktik prostitusi di Bali. Akhir November lalu, seorang pengacara perempuan asal Brasil, AGA, dideportasi lantaran nekat banting setir menjadi PSK di Bali. Perempuan 34 tahun itu mematok tarif Rp 7,8 juta untuk sekali berhubungan badan dengan pelanggan.

Pada Agustus lalu, dua warga Uganda berinisial FN (24) dan RKN (26) serta seorang warga Rusia berinisial IT (22) juga dideportasi lantaran menjadi PSK di Bali. Adapun, IT menjajakan dirinya dengan tarif US$ 600 per jam. Sedangkan, RKN dan FN memasang tarif US$ 400. Ketiga orang asing itu ditangkap di sebuah hotel di Kota Denpasar.

Tak hanya terjun langsung sebagai pemuas hasrat seksual, ada pula orang asing yang berbisnis prostitusi berkedok layanan pijat. Dua warga Australia berinisial MJLG (50) dan LJLG (44) misalnya membuka Pink Palace Bali Spa di Kerobokan, Kuta Utara, Bali. Mereka bisa meraup omzet hingga Rp 3 miliar per bulan dari bisnis spa plus-plus itu.

Imigrasi Sulit Cegah WNA Terlibat Prostitusi di Bali

Samuel mengakui petugas Imigrasi kesulitan memastikan dan mendeteksi tujuan para turis asing datang di Bali. Kecuali jika ada informasi catatan kriminal dari otoritas negara asal terhadap warga asing yang bersangkutan.

Biasanya, WNA yang telah terciduk baru mengakui berwisata di Bali hanya kedok. Menurutnya, mayoritas dari mereka memang ingin menjajakan diri di Bali. Termasuk para warga asing yang melihat ada peluang layanan prostitusi berkedok tempat hiburan atau pijat.

"Karena petugas kami tidak bisa mem-profiling (mendeteksi) bahwa orang asing ini mau jadi prostitusi. Setelah didalami itu (baru ketahuan). Alasannya berwisata, tahu-tahu menjajakan diri," kata Samuel.

Dua warga negara (WN) Rusia berinisial AT (24) dan KM (22) dideportasi lantaran menjajakan diri dengan menjadi terapis pijat plus-plus selama berada di Bali. (Foto: Istimewa)

Menurutnya, satu cara untuk memberantas warga asing yang melanggar aturan izin tinggal hanya dengan memperketat pengawasan. Ada tim pengawas orang asing (tim pora) yang berpatroli di darat dan internet untuk mengawasi dan menindak para warga asing yang melanggar izin tinggal di Bali.

Selain itu, Samuel berujar, Imigrasi sudah bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali dan penegak hukum dalam rangka memperketat pengawasan orang asing. Dia juga mengimbau masyarakat agar melapor jika mengetahui ada warga asing di lingkungannya yang diduga menyalahi aturan izin tinggal.

"Bukan hanya dibebankan Imigrasi. Semua stakeholder, instansi, dan masyarakat juga ikut terlibat dalam pengawasan (orang asing)," pungkas Samuel.

Pemilik Vila Diminta Jangan Cuek terhadap Tamu Asing

Guru Besar Pariwisata Universitas Udayana (Unud), I Putu Anom, meminta warga Bali untuk tidak cuek terhadap kedatangan orang asing. Ia mendorong warga lokal turut mengawasi aktivitas orang asing. Termasuk tamu asing yang menginap di vila yang dikelola warga Bali.

Selain pemilik vila, Anom juga mendorong para perangkat desa adat dan dinas untuk turut mengawasi orang asing yang tinggal di wilayahnya. "Jangan cuek begitu, harus tegas. Kayaknya banyak sekali saya masih memantau pemerintah ke bawah itu tidak tahu siapa yang tinggal di vila kawasan mereka," ujar dia.

Anom meminta pengelola tempat tinggal para WNA juga proaktif melapor ke desa dan kepolisian setempat jika ada wisatawan yang menginap di tempat usaha mereka. "Banyak sekali kelengahan dari aparat kita (yang) belum ketat. Jadi Imigrasi di airport setelah bayar dipantau di mana dia menginap, apa kegiatannya, itu ada kelemahan, itu yang perlu diperbaiki oleh pemerintah," imbuhnya.

Anom juga mendorong pemerintah agar memperketat Visa on Arrival (VoA) untuk negara-negara tertentu saja. Kebijakan itu dilakukan guna meminimalkan wisatawan yang memiliki sumber daya manusia rendah datang ke Bali.

"Jadi perlu ke depan diseleksi oleh pemerintah visa on arrival itu, evaluasi negara-negara mana yang cocok diberikan VoA," ujar mantan Dekan Fakultas Pariwisata (FPar) Unud itu.



Simak Video "Video: Sosok 3 Pelaku Penembakan WN Australia di Bali"

(iws/gsp)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork