Penyidik Tindak Pidana Khusus (Tipidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Badung mengungkap keterlibatan internal perusahaan daerah air minum (PDAM) dalam kasus pencurian air Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Tirta Mangutama di Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan. Petugas pencatat meter air berinisial NAD turut ditetapkan sebagai tersangka.
"Penetapan tersangka dilakukan sekitar pukul 15.00 Wita di Kejari Badung," ungkap Kepala Kejari Badung, Sutrisno Margi Utomo, Senin (14/10/2024).
Sutrisno menjelaskan penetapan NAD merupakan hasil pengembangan dari penyelidikan terhadap IWM, tersangka sebelumnya yang telah ditetapkan pada Senin (7/10/2024). NAD, dalam tugasnya sebagai petugas catat meter, diduga mengetahui adanya sambungan pipa ilegal yang dilakukan IWM, tetapi tidak melaporkannya kepada perusahaan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"(NAD) tidak pernah melaporkan sambungan ilegal yang dilakukan oleh IWM. Padahal itu bagian dari tanggung jawabnya sebagai petugas catat meter," jelas Sutrisno.
Akibat ulah NAD, penggunaan air oleh IWM tidak pernah tercatat dalam sistem PDAM atau terhitung sangat kecil. Hal ini memungkinkan IWM menghindari pembayaran air selama bertahun-tahun dan merugikan Perumda Tirta Mangutama hingga hampir Rp 1 miliar.
Penyidik telah menahan NAD dan IWM di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Kerobokan selama 20 hari sembari menunggu proses persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar. "Setelah ini, kami akan segera merampungkan berkas perkara dan menyerahkannya kepada penuntut umum untuk dilakukan penelitian," tambah Sutrisno.
Kasus pencurian air ini terungkap di Jalan Bangbang Bendot, Desa Pecatu. Petugas menemukan sambungan air ilegal yang mengalirkan air PDAM ke bak penampungan yang dibangun sendiri oleh IWM. Bak tersebut berukuran panjang 5 meter, lebar 3 meter, dan kedalaman 4 meter, serta mengalirkan air selama 24 jam tanpa henti, yang kemudian dijual kepada masyarakat setempat.
Sutrisno menambahkan pencurian air ini dilakukan di tengah krisis air bersih yang dialami warga Kuta Selatan. IWM telah melakukan praktik ilegal ini sejak 2018. Berdasarkan laporan akuntan publik, kerugian akibat tindakan ini mencapai lebih dari Rp 967 juta.
(iws/dpw)