Ironi terjadi di Kabupaten Badung, Bali. Meski dikenal sebagai daerah terkaya di Pulau Dewata, masih banyak warga Badung yang kesulitan akses mendapatkan air bersih. Padahal, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Badung 2024 mencapai Rp 9,5 triliun.
Kondisi ini terjadi di beberapa kawasan di Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Badung. Meski layanan air produksi Perumda Tirta Mangutama, perusahaan pelat merah milik Badung, sudah masuk ke wilayah ini, nyatanya beberapa warga masih sulit menutupi kebutuhan air saban hari.
Wilayah Kuta Selatan sebagian besar merupakan lahan bukit berkapur yang kering. Sehingga sumber air hampir tak ditemukan di wilayah ini. Warga di kawasan ini memilih membeli air tangki jika sewaktu-waktu suplai air PDAM macet.
"(Kalau air PDAM macet) Biasanya warga beli air tangki satu hari dikirim (butuh) rata-rata 2-3 tangki. Harganya Rp 300 ribu per tangki kapasitas 5.000 liter. Ya mencukupi untuk satu minggu," kata Made Kardiana, warga Banjar Tambyak, Desa Pecatu, Kamis (23/5/2024).
Tidak mengherankan jika warga di Kuta Selatan, bahkan hampir seluruh warga di Pecatu punya bak penampungan air. Selain membeli air tangki seharga Rp 300 ribu, warga memanfaatkan air hujan.
Pantauan detikBali, setiap warga di Banjar Tambyak punya bak penampungan dengan ukuran bervariasi. Antara 2x3 meter dan paling kecil 1,5 x 2 meter dengan kedalaman 2 meter bahkan lebih. Ada sekitar 30-an rumah dengan 78 keluarga di wilayah ini.
Made Kardiana sendiri membuat bak air super jumbo berukuran 7 x 9 meter dengan kedalaman 10 meter sejak 2009. Menurutnya, warga sudah punya bak besar sejak puluhan tahun lalu karena masalah air sudah menjadi problem klasik.
"Sempat ada warga lain ingin bikin sumur bor. Dalamnya kemungkinan 225-250 meter itu supaya bisa (keluar air), tapi kan biayanya tinggi. Memang harus punya bak air. Rata-rata tiap rumah di sini, cek saja, pasti punya," tuturnya.
Dia tidak menampik, layanan air milik perusahaan daerah Badung kadang seret kadang lancar. Kalaupun normal, debit airnya kecil. Warga setempat, kata Made, sudah beberapa kali menyampaikan keluhan ke kantor desa.
"Saya belum tahu penyebabnya dan kami hanya bertanya saja. Sudah ditanyakan, alasannya mesin pompa belum kuat. Perlu dipastikan lagi ke yang berwenang," kata Made.
Penuturan Made setali tiga uang dengan warga bernama Nyoman Suamba asal Banjar Bakung Sari, Desa Ungasan, Kecamatan Kuta Selatan yang tinggal di Pecatu. Ia pernah menunggu air keran hidup dini hari untuk menampungnya lagi di bak.
"Kalau PDAM hidup, lancar, harus stok air. Orang Bali bilang megadangin (begadang). Malam mati, kadang hidup sedikit. Ya pakai bak penampungan. Syukurnya saya cuma tinggal berdua sama istri. Air cukup untuk 4 harian," tutur Suamba, Kamis sore.
Kakek 68 tahun yang dulu aktif sebagai sopir ini merasa keberatan dengan kondisi layanan air bersih di daerahnya. Sebab ia tetap menunaikan kewajiban bayar air bulanan, tetapi jarang merasakan manfaatnya.
"Ini jelas merugikan karena saya bayar bulanan tapi air tidak ada (keluar). Saya bayar tetap juga bulanan. Saya rasakan dua minggu ini seret. Sebelumnya hidup tapi (debit) kecil," katanya.
Ia berharap kondisi air bersih yang seret ini bisa tertangani dengan cepat oleh Perumda Tirta Mangutama. Mengingat keuangan daerah Badung yang mumpuni, apalagi Kuta Selatan yang juga kawasan pariwisata harus disokong layanan air bersih yang baik.
Tanggapan Kades Pecatu di halaman berikutnya
Simak Video "Video: Hidden Gem! Ngopi dengan View Gunung Catur di Badung Utara"
(hsa/hsa)