Dua pemilik warung makan di Desa Bungkulan, Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng, Bali, Komang Sarjana dan Nyoman Sudika, divonis dua bulan kurungan dengan masa percobaan 10 bulan. Musababnya, Sarjana dan Sudika menjual sate dan rawon berbahan daging anjing.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana kurungan selama 2 bulan," kata majelis hakim Pulung Yustisia Dewi dalam sidang tindak pidana ringan (Tipiring) di Pengadilan Negeri (PN) Singaraja, Rabu (8/5/2024).
"Pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa tidak usah dijalani, kecuali jika dikemudian hari ada putusan hakim yang menentukan lain disebabkan karena terdakwa melakukan tindak pidana sebelum masa percobaan selama 10 bulan berakhir," lanjutnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Majelis hakim PN Singaraja menyatakan Sarjana dan Sudika terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana memperjualbelikan daging anjing. Mereka melanggar Pasal 28 ayat (1) juncto Pasal 43 ayat (1) Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Bali Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum, Ketentraman Masyarakat, dan Perlindungan Masyarakat.
Sarjana dalam persidangan mengatakan sudah berjualan masakan berbahan daging anjing sejak 2021. Ia meneruskan usaha kakaknya yang telah berjualan sejak 2019.
Daging anjing yang diolah Sarjana menjadi sate dan rawon dibelinya dari warga di wilayah Kabupaten Bangli. Satu ekor anjing dibelinya seharga Rp 50 ribu sampai Rp 75 ribu.
"Tidak ada langganan. Saya cari ke warga-warga. Ada yang anjingnya nakal terus dijual," kata Sarjana di hadapan majelis hakim, Rabu (8/5/2024). "Saya yang datang ke Bangli, terkadang ditelepon oleh warga," imbuhnya.
Sarjana mengungkapkan ia menjual sate dan rawon anjing karena kebutuhan ekonomi. Ia sempat menjual sate ayam, namun tidak selaris saat menjual sate anjing. Oleh karena itu, ia memilih tetap menjual sate anjing meski telah mendapat beberapa kali teguran dari pemerintah.
Sarjana bisa meraup omzet sebesar Rp 1 juta per hari dengan keuntungan mencapai Rp 400 ribu dari menjual masakan olahan daging anjing tersebut. "Banyak permintaannya. Tapi nggak setiap hari jualan. Jualan kalau ada barang anjing. Pernah kosong satu minggu. Kalau ada setiap hari jualan," katanya.
Sarjana meminta pengampunan agar tidak ditahan kepada Majelis Hakim PN Singajara. Sebab, dirinya merupakan tulang punggung keluarga. Ia bersumpah tidak akan berjualan sate dan rawon kambing lagi ke depannya. "Saya bersumpah tidak akan mengulanginya lagi demi anak saya empat orang," katanya.
Salah satu saksi di persidangan, Sasa Fernandes dari Yayasan Sintesia Animalia Indonesia mengatakan pihaknya bersama Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Provinsi Bali telah melakukan pembinaan dan edukasi terhadap para pedagang daging anjing, termasuk kedua terdakwa. Pembinaan dan edukasi dilakukan setelah Gubernur Bali mengeluarkan Instruksi Pelarangan Peredaran dan Perdagangan Daging Anjing pada 2019.
Yayasan Sintesia Animalia Indonesia bersama Satpol PP Provinsi Bali juga sudah memberikan beberapa kali teguran kepada para terdakwa. Mereka juga meminta kedua terdakwa untuk membuat surat pernyataan agar tidak menjual masakan olahan daging anjing lagi. Namun kedua terdakwa tetap berjualan.
Akhirnya Satpol PP Provinsi Bali bersama Yayasan Sintesis Animalia Indonesia melakukan inspeksi ke warung-warung yang ditengarai menjual masakan olahan daging anjing di Buleleng pada Kamis (25/4/2024). Saat itu Sarjana dan Sudika kedapatan menjual masakan olahan daging anjing di warungnya.
"Kan ada dua pedagang yang pertama bapak Komang Sarjana itu beberapa kali sudah kami kunjungi warungnya. tetapi sebelumnya kakaknya yang berjualan dan beliau baru mulai berjualan tahun 2021. Tapi bapak Nyoman Sudika ini memang dari awal saya datang pendataan tahun 2018 sudah beliau yang berjualan sampai terakhir dikunjungi bulan kemarin," jelas Sasa.
(hsa/hsa)