Jadi Saksi Kasus Nyepi, Kades-Bendesa Kompak Minta Diselesaikan Kekeluargaan

Jadi Saksi Kasus Nyepi, Kades-Bendesa Kompak Minta Diselesaikan Kekeluargaan

I Wayan Sui Suadnyana, Made Wijaya Kusuma - detikBali
Kamis, 01 Feb 2024 18:21 WIB
Sidang lanjutan kasus penodaan Hari Raya Nyepi di Desa Sumberkelampok, Kecamatan Gerokgak, Buleleng di PN Singaraja dengan agenda pemeriksaan saksi dari JPU, Kamis (1/2/2024) .
Foto: Sidang lanjutan kasus penodaan Hari Raya Nyepi di Desa Sumberkelampok, Kecamatan Gerokgak, Buleleng di PN Singaraja dengan agenda pemeriksaan saksi dari JPU, Kamis (1/2/2024) . (Made Wijaya Kusuma/detikBali)
Buleleng -

Kepala Desa (Kades) Sumberkelampok Wayan Sawitra Yasa, Bendesa Adat Sumberkelampok Putu Artana, dan Bakamda Desa Sumberkelampok Putu Sumerta bersaksi dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Singaraja. Mereka bersaksi atas kasus dugaan penodaan Hari Raya Nyepi.

Ketiga saksi kompak meminta perkara dugaan penodaan Hari Raya Nyepi diselesaikan secara kekeluargaan. Mengingat desa adat telah menggelar paruman agung. Para pihak dalam paruman sepakat berdamai dan saling memaafkan dan laporan di polisi juga telah dicabut.

Sawitra Yasa juga membawa surat perdamaian dan pencabutan laporan yang dimaksud. Kedua surat itu diperlihatkan ke majelis hakim PN Singaraja dalam persidangan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Mohon diselesaikan secara kekeluargaan sesuai dengan hasil paruman agar hubungan baik masyarakat tidak tercederai," kata Sawitra Yasa saat memberikan kesaksian di hadapan majelis hakim yang dipimpin Hakim Ketua I Made Bagiarta, Kamis (1/2/2024).

Sawitra Yasa berharap agar hal ini bisa menjadi pertimbangan untuk meringankan hukuman para terdakwa.

ADVERTISEMENT

Sawitra mengaku tidak melihat langsung kejadian buka paksa portal Taman Nasional Bali Barat (TNBB) saat Hari Raya Nyepi. Ia justru baru mengetahui peristiwa itu sore harinya dari video yang dikirimkan oleh pecalang.

Namun, Sawitra Yasa mengaku sudah memberikan sosialisasi kepada seluruh masyarakat terkait seruan yang dikeluarkan oleh Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Buleleng agar masyarakat menjaga dan menghormati Hari Suci Nyepi. Seruan itu disosialisasikan sebelum pelaksanaan Hari Raya Nyepi.

"Kami mengundang tokoh masyarakat, takmir masjid, bakamda, pecalang, GP Ansor untuk menyosialisasikan hasil kesepakatan bersama FKUB itu," jelasnya.

Hal senada juga diungkapkan oleh Bendesa Sumberkelampok Putu Artana. Artana mengatakan paruman dihadiri oleh seluruh elemen masyarakat di Desa Sumberkelampok, seperti prajuru desa adat, kelian banjar adat, prajuru pecalang, prajuru bakamda, serta perwakilan masyarakat di masing-masing banjar adat. Para terdakwa, kata Artana, juga dihadirkan dalam paruman agung yang digelar 28 Oktober 2023 itu.

Adapun hasil paruman yakni menghentikan proses hukum terkait dengan insiden yang dilaporkan dan menyelesaikan insiden tersebut secara kekeluargaan. "Kami sudah lakukan paruman agung bahwa persoalan ini dicabut, selesai secara kekeluargaan untuk menjaga situasi di Sumberkelampok. Kami hanya jaga perdamaian," katanya.

Artana juga diminta untuk memberikan kesaksiannya karena dia merupakan saksi mata di TKP. Artana mengatakan dirinya datang ke TKP setelah mendapat informasi dari pecalang yang berjaga bahwa ada keramaian di pintu masuk Taman Nasional Bali Barat (TNBB).

Saat itu Artana mendapati ada lebih dari 20 orang warga yang berkumpul di sana yang sebagian besar membawa sepeda motor. Warga datang ke sana untuk berbagai tujuan, seperti untuk memancing, mencari kerang, dan berwisata.

"Saya tetap imbau sesuai kesepakatan yg ada kecuali orang sakit, meninggal, upacara," katanya.

Artana kemudian memberikan imbauan agar warga menghormati pelaksanaan Hari Raya Nyepi sesuai seruan FKUB. Namun terdakwa Ahmad Zaini langsung membuka portal setelah imbauan selesai diberikan. Sementara terdakwa Muhamamad Rasyad memukul-mukul portal sebelum portal itu dibuka.

Sementara saksi Sumerta mengatakan warga mulai berdatangan sejak pukul 07.00 Wita, namun tidak bersamaan. Mereka datang dengan dengan mengendarai sepeda motor.

Warga yang datang mulai ramai sekitar pukul 09.00 Wita sampai 10.00 Wita. Ia pun melarang mereka untuk masuk ke areal tersebut karena bertepatan dengan Hari Raya Nyepi.

Namun terdakwa Muhamamad Rasyad tidak mengindahkan larangan tersebut. Ia menerobos lewat samping. Kemudian mereka sempat beradu argumen hingga akhirnya dilaporkan ke Bendesa Sumberkelampok Putu Artana.

"Palang masih tertutup. Saya koordinasi dengan Pak Jero Bendesa. Dia memaksa sebelum Pak Jero (Bendesa) datang, mukul-mukul portal. Itu dibilang bukan jalan raya. Seingat saya itu saja," jelasnya.

Sumerta mengaku tidak mengetahui warga masuk ke areal TNBB atau tidak setelah portal dibuka. Sebab, pecalang dan bendesa langsung pergi dari lokasi. Mereka juga tidak mengecek ke areal pantai karena lokasinya jauh.

Sumerta juga berharap kasus dugaan penodaan Hari Raya Nyepi dihentikan untuk menjaga ketentraman di Desa. "Untuk kasus ini kami mohon kepada bapak (hakim) biar kasus ini dicukupkan sampai di sini biar kami nyaman di desa," tandasnya.

Hakim Ketua I Made Bagiarta mengatakan kesaksian dari kades, bendesa dan bankamda Sumberklampok akan menjadi pertimbangan. Namun proses persidangan tetap berjalan untuk membuktikan dakwaan.

"Kami akan buktikan apakah memenuhi semua unsur yang didakwakan. Kalau memang terbukti kami hukum. Seperti yang disampaikan tadi ada perdamaian, itu salah satu alasan untuk meringankan. Apalagi terdakwa sudah mengakui semua perbuatannya," tandasnya.

Sidang akan dilanjutkan dua minggu lagi, tepatnya pada Kamis (15/2/2024) dengan agenda pemeriksaan saksi dari JPU.




(hsa/nor)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads