Warga Desa Renda dan Cenggu, Kecamatan Belo, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), yang terlibat bentrok, sepakat berdamai. Mereka menyerahkan 15 belas pucuk senjata api (senpi) ke polisi.
"Saya sampaikan terima kasih kepada warga Desa Renda dan Desa Cenggu yang menyerahkan senjata api, baik itu rakitan maupun jenis lainnya kepada polisi," kata Kapolda NTB Irjen Umar Faroq saat menghadiri deklarasi damai dua kelompok warga desa itu di Mapolres Bima, Sabtu (13/1/2024).
Umar Faroq mengingatkan bagi warga di luar Desa Renda dan Cenggu yang masih menyimpan senjata api ilegal agar menyerahkannya ke polisi tanpa ada rasa tekanan. Sepi tersebut bisa diserahkan secara melalui RT/RW, kepala dusun, kepala desa, atau camat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bagi warga Bima yang masih memegang senjata ilegal tolong diserahkan. Silahkan datang ke polres ataupun polsek," katanya.
Dia menegaskan, memiliki, menyimpan, dan menguasai senjata api juga ada aturan mainnya. Jika ilegal akan ditangkap dan diproses hukum.
Hal itu tertuang dalam UU darurat nomor 12 tahun 1951. Namun yang sudah menyerahkan diberi pengampunan dan takkan diproses secara hukum.
"Jadi sejak tahun 1951 bagi pemegang senjata api ilegal itu sudah diatur. Memegang senjata api ilegal ancaman hukumannya lumayan berat, maksimal 20 tahun penjara," pungkasnya.
Adapun jenis 15 pucuk yang diserahkan warga antara lain dua pucuk laras panjang dan 13 pucuk laras pendek. Seusai penyerahan, senjata-senjata api itu langsung dimusnahkan dengan cara dipotong menggunakan mesin gerinda.
(dpw/dpw)