Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa 34 saksi terkait kasus dugaan tindak pidana gratifikasi pengadaan buku yang menjerat mantan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Buleleng Fahrur Rozi. Pemeriksaan puluhan saksi itu berlangsung selama tiga hari di kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Buleleng.
"Ada 34 yang sudah dipanggil sampai sekarang. (Di antaranya) perbekel 28 orang, sisanya dari pihak sekolah (kepala sekolah) dan dari dinas pendidikan," ujar Kepala Seksi (Kasi) Intelijen Kejari Buleleng Ida Bagus Alit Ambara Pidada, Kamis (10/8/2023).
Alit mengatakan hari ini penyidik Kejagung memanggil 13 saksi perbekel untuk dimintai keterangan. Dari jumlah tersebut, yang memenuhi panggilan pemeriksaan sebanyak 12 orang. "Satu sudah pindah, jadi tidak hadir," imbuhnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perbekel Desa Nagasepaha I Wayan Sumeken yang turut dipanggil sebagai saksi mengaku dicecar lebih dari 10 pertanyaan oleh penyidik. Ia diperiksa selama empat jam dan ditanyakan seputar proses pengadaan buku perpustakaan desa pada 2018.
"Pemeriksaan tadi yang banyak ditanyakan bagaimana kronologi dari (pengadaan buku) perpustakaan desa itu bisa terealisasi di anggaran perubahan 2018," ujar Sumeken.
Menurutnya, Fahrur Rozi sempat meminta para perbekel di Buleleng untuk melakukan pengadaan buku perpustakaan desa. Saat itu, kata Sumeken, Rozi yang masih menjabat sebagai Kajari Buleleng menjelaskan pengadaan buku itu bertujuan untuk mengembangkan minat baca masyarakat di desa.
Sumeken juga menyebut Sekretaris Daerah (Sekda) Buleleng yang saat itu dijabat oleh Dewa Ketut Puspaka mengeluarkan surat edaran yang berisi imbauan untuk melakukan pengadaan buku perpustakaan desa. Sumeken mengaku telah menyerahkan SE tersebut kepada penyidik.
"Imbuan dari Sekda memang ada, sekitar Maret 2018 kalau tidak salah. Tadi sudah sebagai barang bukti juga yang kami serahkan kepada penyidik, mungkin nanti akan dipelajari lebih mendalam," jelasnya.
Menurut Sumeken, para perbekel sempat menolak pengadaan buku lantaran anggaran yang dipatok dinilai terlalu tinggi, yakni minimal Rp 50 juta per desa. Selain itu, pengadaan buku juga belum menjadi prioritas seluruh desa di Buleleng saat itu.
"Penolakan pernah dimediasi oleh Ketua Forkom (Perbekel) karena matoknya Rp 50 juta. Itu bukan kebutuhan dari desa, sehingga kami mengadakan penolakan terlebih dahulu," tandasnya.
Sebelumnya, Fahrur Rozi terseret kasus gratifikasi dan ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung. Kasus gratifikasi tersebut terjadi pada 2006 hingga 2019 saat Fahrur masih menjabat sebagai Kepala Kejari Buleleng.
Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana mengungkapkan Fahrur Rozi menerima uang Rp 24,4 miliar dari Dirut CV Aneka Ilmu Suswanto yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka. CV Aneka Ilmu merupakan perusahaan percetakan dan penerbitan buku. Adapun pemberian uang tersebut dilakukan dengan modus pinjaman modal usaha.
"Penerimaan uang tersebut seolah-olah merupakan hasil dari pinjaman modal usaha dari tersangka FR kepada CV Aneka Ilmu dengan total pinjaman modal yang diterima dari tersangka FR dalam kurun waktu 2006 sampai dengan 2014 sebesar Rp 13.473.538.000," kata Ketut dalam keterangan tertulis yang dikutip detikNews, Selasa (1/8/2023).
(iws/nor)