Kuasa Hukum Universitas Udayana (Unud) I Nyoman Sukandia mengeklaim besaran pungutan Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) tidak menjadi dasar penentuan lulus atau tidaknya calon mahasiswa baru Unud. Hal itu, diatur dalam Pasal 10 ayat 4 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 25 Tahun 2020 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi pada Perguruan Tinggi Negeri di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
"Seperti halnya di Unud, ada calon peserta didik yang berasal dari jalur mandiri dinyatakan lulus dengan nilai SPI Rp 0. Mengingat kelulusan tersebut memang murni didasarkan atas perolehan nilai tes dari yang bersangkutan," ungkap Sukandia melalui keterangan tertulis Rabu (15/3/2023).
Sukandia mengeklaim pungutan SPI di Unud diterapkan sejak 2018. Dasarnya, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia 25/2020.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Guna menjamin kepastian hukum di tingkat universitas, maka dasar hukum pemberlakuan SPI juga diatur di dalam Keputusan Rektor Universitas Udayana Nomor 476/UN14/HK/2022 tentang Sumbangan Pengembangan Institusi Mahasiswa Baru Seleksi Jalur Mandiri Universitas Udayana Tahun Akademik 2022/2023," ujar Sukandia.
Sukandia menerangkan perhitungan SPI berada di masing-masing fakultas. Selain itu, besaran dana SPI juga mempertimbangkan biaya operasional tiap fakultas.
Sukandia mempertanyakan besaran kerugian negara dan perekonomian dalam kasus dugaan korupsi SPI. Menurut dia, pernyataan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali yang menyebut kerugian negara mencapai Rp 109,3 miliar akibat korupsi dana SPI keliru.
"Besaran nominal yang dicantumkan dalam press release dan atau pemberitaan di media, tidak sesuai dengan fakta pengelolaan keuangan negara oleh Unud," ucap Sukandia.
Sebelumnya, Kejati Bali menetapkan Rektor Unud I Nyoman Gde Antara sebagai tersangka atas dugaan kasus korupsi SPI. Antara diduga merugikan keuangan negara Rp 109,33 miliar.
(gsp/hsa)