Ipung mengatakan, tanah miliknya diaspal dan dijadikan jalan oleh Pemkot Denpasar karena ada pengajuan proposal dari pihak Desa Adat Serangan di era kepemimpinan Wali Kota Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra. Proposal itu diajukan ke Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) tahun 2016.
"Kenapa tanah saya diajukan ke Musrenbang, niatnya untuk mengeluarkan anggaran negara, yaitu uang rakyat boleh tidak? Bagaimana ceritanya tanah yang milik orang diajukan ke Musrenbang untuk mengeluarkan dana negara dan mengaspal tanah itu," kata Ipung di Denpasar, Kamis (2/6/2022).
Karena telah diajukan lewat Musrenbang, tentu nominal proyek pengaspalan itu tidak sedikit. Bahkan Ipung menilai, uang yang keluar atas pengaspalan itu bisa puluhan sampai ratusan miliar.
"Tentu tidak sedikit. Tidak mungkin Rp1 juta, Rp100 juta, Rp500 juta, tidak mungkin. Di sana tanah 1 are (harganya) Rp1 miliar sampai Rp1,5 miliar. Pasti uang keluar puluhan miliar atau ratusan miliar," ungkap Ipung.
Ipung memprediksi jumlah puluhan hingga ratusan miliar lantaran tanah tersebut bukan milik Pemkot Denpasar atau PT Bali Turtle Island Development (BTID). Oleh karena itu, perlu ada kompensasi atas kepemilikan tanah.
"Kenapa, karena Bapak Rai Mantra pasti tahu itu tanah bukan milik pemkot, bukan juga milik PT BTID. Pasti di anggaran Musrenbang dikeluarkan juga anggaran kompensasi tanah milik orang," terang Ipung.
Karena itu, Ipung kini mempertanyakan siapa yang telah menerima uang atas kompensasi tanah yang ia miliki tersebut. Guna mengetahui itu, ia akhirnya melapor ke KPK dan Kejagung, sehingga dilakukan investigasi, termasuk guna mengetahui siapa yang mengajukan tanah miliknya untuk diaspal saat Musrenbang.
"Nah pernyataan saya kenapa saya ke KPK dan Jaksa Agung? Saya bertanya di sana, untuk diinvestigasi, siapa yang menerima kompensasi atas tanah saya. Itu satu," jelas Ipung.
"Dan siapa yang mengajukan tanah saya sampai masuk ke Musrenbang. Ada indikasi korupsi yang memakai tanah saya sebagai dasar atau sebagai alasan untuk korupsi dana negara atau uang rakyat," paparnya.
Untuk diketahui, Ipung mengaku memiliki tanah di kawasan Serangan seluas 1,12 hektare. Sebagian tanah tersebut, yakni kurang lebih 700 meter persegi telah menjadi jalan umum yang diaspal Pemkot Denpasar.
Sementara itu, Kepala Bagian Humas dan Protokol Sekretariat Daerah (Setda) Kota Denpasar, I Dewa Gede Rai mengatakan, pihaknya menghormati laporan yang dilakukanIpung.
"Ya kalau itu memang dilaporkan, ya kami menghormati masyarakat untuk melakukan laporan," kata Dewa Rai saat dihubungi detikBali melalui sambungan telepon.
Menurut Dewa Rai, permasalahan tanah antara Pemkot Denpasar dengan Ipung sudah berlangsung cukup lama. Sebelumnya, perkara tersebut ditangani dan dikaji oleh bagian hukum Pemkot Denpasar.
"Dulu sempat ditangani dan dikaji oleh bagian penasehat hukum Pemkot Denpasar," terang Dewa Rai.
(irb/irb)