detikBali

GKPB Jemaat Imanuel Piling Pertahankan Tradisi Bali Saat Natal

Terpopuler Koleksi Pilihan

GKPB Jemaat Imanuel Piling Pertahankan Tradisi Bali Saat Natal


I Dewa Made Krisna Pradipta - detikBali

Persiapan menyambut Natal di Gereja Kristen Protestan di Bali (GKPB) Jemaat Imanuel Piling, Banjar Piling Tengah, Kecamatan Penebel, Tabanan, Selasa (23/12/2025).
Persiapan menyambut Natal di Gereja Kristen Protestan di Bali (GKPB) Jemaat Imanuel Piling, Banjar Piling Tengah, Kecamatan Penebel, Tabanan, Selasa (23/12/2025). (Foto: Krisna Pradipta/detikBali)
Tabanan -

Tradisi ngejot atau menghaturkan makanan kepada warga non-Kristen masih dijaga oleh jemaat Gereja Kristen Protestan di Bali (GKPB) Jemaat Imanuel Piling, Banjar Piling Tengah, Kecamatan Penebel, Tabanan, dalam menyambut Hari Raya Natal.

Ngejot merupakan tradisi yang lekat dengan masyarakat Hindu Bali. Umumnya, tradisi ini dilakukan saat penampahan Galungan atau sehari sebelum Galungan. Namun di Banjar Piling, tradisi tersebut juga dilakukan umat Kristen menjelang perayaan Natal.

Salah satu tokoh GKPB Jemaat Imanuel Piling, I Wayan Suka Artha, mengatakan tradisi ngejot dilaksanakan pada 20-22 Desember atau dua hingga tiga hari sebelum Natal.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi para umat Kristen ngelawar seperti warga Hindu lainnya. Nantinya sajian itu diberikan kepada tetangga di sekitar lingkungan tempat tinggal," ujar Wayan Suka Artha saat diwawancarai.

ADVERTISEMENT

Menurutnya, tradisi ini sudah dilakukan secara turun-temurun sejak masa buyutnya. Selain sebagai bagian dari budaya Bali, ngejot juga menjadi sarana mempererat toleransi antarumat beragama di lingkungan setempat.

Selain ngejot, jemaat GKPB Jemaat Imanuel Piling juga mengenakan pakaian adat Bali saat mengikuti ibadah Natal di gereja. Meski demikian, busana yang dikenakan tidak harus bernuansa putih seperti pakaian sembahyang umat Hindu di pura.

Nuansa Bali juga terlihat dari hiasan gereja saat Natal. Di bagian depan gereja terpasang penjor, serta hiasan gebogan yang dibuat dari janur.

"Jemaat di sini memang orang Bali dan budaya Bali tetap kami pegang," tegasnya.

Wayan Suka Artha menyebutkan jumlah jemaat GKPB Jemaat Imanuel Piling saat ini sekitar 50 kepala keluarga. Mayoritas jemaat berasal dari Desa Mangesta, meliputi Banjar Piling Kanginan, Banjar Piling Tengah, dan Banjar Piling Kawan. Selain itu, terdapat jemaat yang tinggal di Desa Pegending dan Desa Rejasa yang masih berada di wilayah Kecamatan Penebel.

"Harapan kami di Natal tahun ini para jemaat memperoleh kedamaian dan sejahtera. Selain itu toleransi dan hubungan baik selama ini antara umat beragama di Piling yang sudah turun temurun tetap terjaga," pungkasnya.

Sejarah Umat Kristen di Piling

Wayan Suka Artha menuturkan GKPB Jemaat Imanuel Piling telah ada sejak tahun 1936. Awalnya, keberadaan umat Kristen di Piling bermula dari kedatangan beberapa petani asal Desa Bongan, Tabanan, yang bekerja sebagai buruh cangkul sawah di wilayah tersebut.

Para buruh tersebut bekerja di lahan milik buyut Wayan Suka Artha. Suatu ketika, buyutnya melihat salah satu buruh tengah membaca sebuah buku dengan khusyuk yang belakangan diketahui sebagai Alkitab.

"Buyut saya penasaran apa yang dibaca dan berharap mendapat penjelasan dari buruh itu. Namun, karena buruh itu jemaat yang baru mempelajari Alkitab, sehingga dia menyarankan buyut saya belajar di Desa Abianbase di Badung," beber Suka Artha.

Buyut Wayan Suka Artha kemudian berangkat ke Desa Abianbase untuk mempelajari Alkitab. Setelah enam bulan belajar, ia merasa cocok dengan ajaran yang diterima dan memutuskan untuk berpindah kepercayaan menjadi seorang Kristiani.

"GKPB di Piling sudah ada sejak tahun 1936 tapi gerejanya baru di bangun tahun 1938. Awalnya di Banjar Piling Kanginan, setelah mendapat lahan kemudian pindah ke Banjar Piling Tengah," pungkasnya.




(dpw/dpw)











Hide Ads