Tradisi Betetulak Bala digelar setiap tahunnya di Desa Pengadangan, Pringgasela, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB). Setiap tradisi digelar, jalanan di desa ini dipenuhi ratusan dulang, bebauan rempah, dan gema doa yang melangit.
Tradisi tua Betetulak Bala masih dijaga sepenuh hati oleh masyarakat Suku Sasak. Sebuah ritual adat yang bukan hanya warisan budaya, tetapi juga bentuk penyerahan diri dan penebusan atas segala khilaf manusia kepada Sang Pencipta. Menariknya, adat ini selalu dilaksanakan di desa Pengadangan.
Makna 'Tulak' Mengembalikan Segala Musibah
Nama Betetulak berasal dari kata 'tulak' dalam bahasa Sasak yang berarti kembali. Tradisi ini diyakini sebagai ritual pengembalian segala jenis musibah, penyakit, dan bahaya, agar kembali kepada Sang Pengendali seluruh alam, Allah SWT. Masyarakat menyebutnya Tulak Tipak Siq Skeq yang bermakna mengembalikan segala urusan kepada yang Maha Kuasa.
Tradisi ini telah dilakukan turun-temurun, biasanya setelah terjadi wabah penyakit, bencana alam, atau pada awal tahun Islam. Namun pada banyak kesempatan, Betetulak juga digelar pada bulan-bulan besar seperti Maulid.
Warisan Sunan Perapen yang Menyatu dengan Budaya Sasak
Menurut cerita masyarakat, Betetulak merupakan tradisi yang dibawa oleh Sunan Perapen juga dikenal sebagai Raden Patikal yang menyebarkan Islam di tanah Sasak. Seiring waktu, ajaran-ajaran spiritual yang dibawa Sunan Perapen bertransformasi menjadi ritual budaya, dipadukan dengan unsur lokal hingga menjadi identitas masyarakat Sasak hingga kini.
Ini menjadikan Betetulak bukan sekadar ritual adat, melainkan cerminan perjalanan spiritual masyarakat Lombok, perpaduan antara ajaran Islam dan akar budaya Nusantara.
Simak Video "Video: Turis Brasil Jatuh ke Jurang 200 Meter saat Mendaki Rinjani"
(nor/nor)