Menerbangkan layangan khas Bali seperti bebean dan janggan yang berukuran jumbo tidaklah mudah. Beberapa pelayang di kompetisi Rare Angon Festival harus menarik tali layangan hingga ke laut.
"Ya, karena keadaan angin kurang memadai. Jadi harus dibawa lari ke laut. Yang narik (tali layangan) terlalu semangat juga," kata Putu Turas, pelayang dari Tangsi Sanur Team, saat ditemui detikBali di Pantai Mertasari, Denpasar, Minggu (3/8/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
detikBali melihat para pelayang bebean dan janggan beraksi di kompetisi itu di Pantai Mertasari. Mereka mulai menaikkan layangan mereka di udara saat bendera hitam dikibarkan panitia, tepat pukul 17.00 Wita.
Ada tiga layangan janggan dan lima layangan bebean yang mengudara saat embusan angin justru melemah. Alhasil, layangan mereka tidak dapat bertahan di udara barang tiga menit saja.
Padahal, aturan main durasi waktu layangan saat diudara sudah dijatah tiga menit. Sehingga, para pelayang harus menunjukkan kebolehan layangannya selama tiga menit di udara.
"Layangan saya nggak sampai tiga menit terbang. Ketinggiannya juga nggak sampai 200 meter tadi. Padahal kalau anginnya bagus, maksimal bisa terbang setinggi itu," kata Turas.
Karena kecepatan angin melemah, Turas dan 10 kawannya yang bertugas memegangi tali, harus berlari hingga beberapa meter menjauh dari bibir pantai. Hal itu dilakukan supaya pendaratan layangannya mulus dan menghindari kerusakan layangan seharga Rp 15 jutaan itu.
"Ini layangan bentang sayapnya 4,5 meter. Panjang ekornya, 85 meter. Jadi mendarat supaya enak dan nggak menukik. Biar nggak rusak," katanya.
Candra Dinata, dari kelompok pelayang Nato Team Gunung Agung, Denpasar, setali tiga uang. Senasib dengan Turas, Candra dan belasan kawannya harus berlari dan menarik layangan bebeannya hingga ke laut.
Layangan bebean warna merah dengan aksen hitam bernomor 104 milik Nato Team itu berukuran bentang sayap 6,3 meter dan panjang dari kepala ke ekor sekitar 8 meter. Butuh embusan angin kencang untuk ukuran layangan yang cukup besar itu.
"Karena kami dapat anginnya sisa-sisa. Makanya kami bawa lari ke laut. Biar full dapat anginnya," kata Candra.
Candra mengaku terpaksa mengomando temannya untuk berlari dan menarik tali layangan beberapa meter menjauh dari bibir pantai hingga masuk ke laut. Dia tidak ingin layangan mahalnya mendarat dengan cara menukik dan rusak.
"Ya tergantung jokinya. Tapi tetap, supaya mendaratnya enak," katanya.
Ketua Panitia Rare Angon Festival, Gede Eka Surya Wirawan, mengatakan hal wajar dilakukan pelayang dengan layangan ukuran jumbonya. Wirawan mengatakan beberapa pelayang terpaksa menarik layangan hingga ke laut juga karena lahan pantai yang tidak terlalu luas.
"Memang dibolehkan jika pelayang harus menarik layangan ke pantai. Karena lapangannya nggak terlalu luas juga," kata Wirawan.
Menurutnya, selama para pelayang dapat menampilkan tiga tahapan layangan dengan apik, akan tetap dinilai oleh para juri. Adapun tahapan melayang yang dinilai para juri adalah, cara menerbangkan, cara liukan layangan saat di udara, hingga cara para pelayang mendaratkan layangannya dengan mulus.
Wirawan mengatakan, bentuk dan kekompakan para pelayang dan kru saat menerbangkan layangan juga di nilai. Semua hasil penilaian dan pengumuman pemenang akan diputuskan Senin (4/8/2025) melalui akun Instagram @rareangonfestival.
![]() |
"Untuk layangan bebean klasik, yang tahun 80an, warnanya harus sama dan bentuknya harus sama. Karena sekarang ada perubahan (aturan). Kalau dulu, (bentuk dan warna layangan) disesuaikan dengan banjar masing-masing," jelasnya.
Untuk diketahui, sebanyak 500 layangan khas Bali dan 100 layangan kreasi dua dimensi dan tiga dimensi berkompetisi di festival itu. Selain itu, ada juga puluhan layangan kreasi lain yang diikuti oleh pelayang mancanegara.
Ada pelayang dari Malaysia, China, Australia, Amerika Serikat, Singapura, dan masih banyak lagi. Layangan yang mereka terbangkan dilengkapi dengan lampu karena terbang mulai pukul 18.30 Wita hingga malam hari.
(nor/nor)