Makna Selendang Pinggang yang Biasa Dipakai Perempuan Bali

Makna Selendang Pinggang yang Biasa Dipakai Perempuan Bali

Rio Raga Sakti - detikBali
Kamis, 02 Mei 2024 18:16 WIB
Sejumlah perempuan Bali mengusung Gebogan atau sesajen berisi buah, kue, bunga dan hiasan janur dalam tradisi Mapeed yaitu rangkaian persembahyangan Hari Raya Galungan di Desa Lukluk, Badung, Bali, Rabu (19/2/2020). Tradisi parade sesajen tersebut dilakukan menjelang persembahyangan bersama di Pura Dalem dalam merayakan hari kemenangan
Ilustrasi selendang pinggang perempuan Bali. Foto: ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo
Denpasar -

Selendang merupakan aksesoris tradisional yang penting bagi perempuan Bali. Perempuan Bali biasa memakai selendang yang diikat di pinggang mereka. Lantas apa maknanya?

Selendang yang dipakai oleh perempuan Bali biasanya berukuran sekitar 1 hingga 2 meter dengan lebar sekitar 10 cm. Selendang ini diikat di pinggang, melilit dari kanan ke kiri, dan biasanya tidak tertutupi oleh pakaian lain.

Meski cara penggunaannya terlihat sederhana, makna di balik pemakaian selendang sangat kaya akan nilai-nilai spiritual dan budaya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Makna Selendang Pinggang Perempuan Bali

Makna yang terkandung dalam selendang pinggang perempuan Bali berkaitan dengan simbol pembenaran atau pemisah antara bagian tubuh yang dianggap lebih suci dengan yang dianggap kurang suci.

Selendang dengan warna kuning memiliki makna khusus untuk menjaga kesucian rahim perempuan Bali yang belum menikah. Warna ini seringkali dikaitkan dengan keagungan, kemurnian, dan kesucian dalam konteks agama Hindu Bali.

Selain itu, selendang juga berfungsi sebagai pengingat bagi perempuan Bali untuk senantiasa mengikuti ajaran dharma. Dharma dalam kepercayaan Hindu Bali merujuk pada kewajiban, kebenaran, dan jalan hidup yang benar.

Oleh karena itu, selendang dianggap sebagai sarana untuk mengingatkan perempuan Bali agar menjalankan perannya dengan baik dan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan etika.

Selendang bukan hanya digunakan dalam acara keagamaan atau upacara adat, tetapi juga sering dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Bagi perempuan Bali yang memakainya, selendang adalah simbol kekuatan dan kendali diri. Mereka yang mengenakannya dianggap memiliki kesadaran diri yang lebih tinggi dan kemampuan untuk mengendalikan emosi dengan lebih baik.

Penggunaan selendang juga berdampak pada pelestarian budaya Bali. Dengan mengenakan selendang sebagai bagian dari pakaian adat Bali, masyarakat setempat dapat memperkuat identitas lokal dan menjaga tradisi serta nilai-nilai luhur budaya Bali.

Dalam konteks ini, selendang tidak hanya berfungsi sebagai aksesori atau penutup pinggang, tetapi juga menjadi elemen penting dalam menjaga warisan budaya dan menginspirasi generasi muda untuk terus menghargai dan melestarikan budaya mereka.

Jenis Pakaian Tradisional Bali

Setelah memahami makna dari selendang perempuan Bali, berikut ulasan mengenai jenis pakaian tradisional Bali.

ADVERTISEMENT

1. Payas Agung

Jenis pakaian tradisional Payas Agung adalah pakaian adat yang paling lengkap dan mewah. Pakaian ini biasanya dipakai saat upacara pernikahan dan dikenal dengan warna-warna cerah yang melambangkan kegembiraan. Selain kain pakaian yang dikenakan, Payas Agung juga dilengkapi dengan mahkota berwarna emas untuk pria maupun wanita.

2. Payas Madya

Pakaian adat Payas Madya umumnya diharuskan untuk mereka yang akan memasuki tempat-tempat yang dianggap suci oleh masyarakat Bali, seperti pura dan situs peninggalan kerajaan.

Ini berlaku terutama untuk para wisatawan. Payas Madya lebih sederhana dibandingkan dengan Payas Agung yang terdiri dari tiga bagian utama yaitu kamen, kancrik (kain ikat pinggang), dan udeng (penutup kepala).

3. Payas Alit

Payas Alit adalah jenis pakaian adat yang paling umum digunakan dalam aktivitas sehari-hari, tapi seringkali untuk keperluan ibadah. Biasanya, Payas Alit didominasi oleh warna putih. Penggunaan berbagai elemen pada Payas Alit juga tidak sepenuhnya wajib, memberikan fleksibilitas dalam pemakaiannya.

Artikel ini ditulis oleh Rio Raga Sakti peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.




(nor/iws)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads