Rangkaian Pernikahan Orang Bali: Madewasa Ayu hingga Mejauman

Rangkaian Pernikahan Orang Bali: Madewasa Ayu hingga Mejauman

Ni Wayan Santi Arian - detikBali
Rabu, 01 Mei 2024 05:30 WIB
Bali, Indonesia - February 11. Woman enacting wedding scene in preparation for religious ceremony on February 11, 2012 in Bali, Indonesia. Most Balinese get married in their early 20s.
Foto: Pernikahan adat Bali. (Getty Images/iStockphoto)
Bali -

Pernikahan merupakan salah satu peristiwa penting dalam sejarah hidup setiap manusia. Pernikahan di Indonesia juga menjadi salah satu bukti indahnya keragaman budaya yang ada. Sebab, rangkaian ritual atau upacara pernikahan setiap suku, agama, kebudayaan mempunyai keunikan berbeda-beda pada setiap suku. Seperti halnya pernikahan adat Bali yang memiliki serangkaian upacara adat dalam prosesinya.

Dikutip dari artikel jurnal 'Upacara Pawiwahan Dalam Agama Hindu' karya Luh Sukma Ningsih, pernikahan dalam adat Bali dikenal dengan istilah pawiwahan yang berarti ikatan suci dan komitmen seumur hidup menjadi suami-istri. Pernikahan merupakan ikatan sosial yang paling kuat antara laki-laki dan perempuan.

Berdasarkan kitab Manusmerti, pernikahan atau wiwaha bersifat religius dan obligator karena dikaitkan dengan kewajiban untuk melahirkan seorang 'putra' guna menebus dosa-dosa orang tua mereka.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lantas bagaimana rentetan prosesi pernikahan orang Bali? Berikut rentetan pernikahan di Bali dilansir dari jurnal 'Upacara Pawiwahan dalam Agama Hindu' karya Luh Sukma Ningsih, 'Bentuk, Fungsi, dan Makna Tata Rias, dan Prosesi Upacara Perkawinan Bali Agung di Bali' karya Ni Putu Delia Wulansari dan berbagai sumber lainnya.


1. Madewasa Ayu

Pada proses ini, kedua keluarga bersama-sama menentukan hari-hari baik untuk melangsungkan rentetan upacara-upacara pernikahan, mulai dari nyedek hingga inti acara. Penentuan ini biasanya dilakukan berdasarkan perhitungan ala ayuning dewasa yang ada pada kalender Bali.

ADVERTISEMENT

Sampai saat ini, masyarakat Hindu Bali masih menjadikan ala ayuning dewasa sebagai pedoman dalam melakukan upacara pernikahan. Penentuan hari baik menurut kalender Bali ini diyakini mempengaruhi kelancaran upacara hingga kehidupan setelah pernikahan.


2. Ngidih

Prosesi ini seperti halnya upacara lamaran. Terdapat seserahan yang diberikan pengantin pria kepada wanita yang disebut dengan basan pupur. Basan pupur dimaknai sebagai penghormatan kepada pengantin, pengganti air susu ibu, dan sebagai pengganti rasa kasih sayang ayah yang telah merawat mempelai wanita hingga tumbuh besar.


3. Ngekeb

Dalam prosesi ini, calon pengantin wanita akan dipersiapkan untuk menyambut kedatangan calon pengantin pria. Upacara ini bertujuan untuk mempersiapkan mental calon pengantin dan berdoa kepada kepada Ida Sang Hyang Widhi agar dianugrahkan kebahagiaan lahir dan batin.

Selain itu, ada persiapan yang dilakukan, seperti fisik yakni luluran pada tubuh dan kegiatan mempercantik lainnya.


4. Acara Pengambilan

Calon pengantin wanita pada prosesi ini akan dijemput oleh keluarga calon pengantin pria untuk menuju ke kediaman pengantin pria. Saat prosesi ini berlangsung, pengantin wanita sudah siap dengan menggunakan pakaian tradisional Bali yang diselimuti dengan kain tipis kuning dari ujung rambut hingga ujung kaki sebagai perlambangan sudah siap untuk meninggalkan masa lajangnya dan memulai hidup berumah tangga.


5. Mungkah Lawang

Mungkah lawang diartikan sebagai membuka pintu. Prosesi ini dilakukan ketika utusan dari pihak pria akan membawa pengantin wanita menuju rumah. Sebelum itu, utusan tersebut akan mengetuk-ngetuk pintu kamar pengantin wanita dibarengi dengan musik tembang-tembang Bali sebagai isyarat kedatangan pihak pria.


6. Mesegeh Agung

Prosesi ini dilakukan sebelum kedua pengantin memasuki rumah pengantin pria yang bermakna sebagai ungkapan selamat datang kepada calon pengantin wanita. Dalam prosesinya, kain kuning yang menyelimuti pengantin wanita akan dilepas dan calon ibu mertua akan menukarnya dengan uang satakan yang memiliki makna harapan menyambut dunia baru.


7. Mabyakala

Prosesi ini dilakukan guna membersihkan kedua calon pengantin secara lahir dan batin terutama pada sukla swanita yakni sel benih pria dan sel benih wanita guna nantinya menghasilkan janin yang suputra. Sebelum upacara ini dilakukan terlebih dahulu upacara puja astuti, membakar tetimpug, menghadap banten pabyakalaan, melakukan pengelukatan, mengelilingi banten pesaksian, dan medagang-dagangan.

Adapun beberapa perlengkapan upacara pabyakalaan antara lain:

  • Sanggah Surya di sebelah kanan digantungkan biyu lalung dan di sebelah kiri sanggah digantungkan sebuah kulkul berisi berem.
  • Kelabang Kala Nareswari (Kala Badeg) simbol calon pengantin, yang diletakkan sebagai alas upakara makala-kalaan serta diduduki oleh kedua calon pengantin.
  • Tikeh Dadakan (tikar kecil), diduduki oleh pengantin wanita sebagai simbol selaput dara dari wanita.
  • Keris sebagai kekuatan Sang Hyang Purusa (kekuatan lingga) calon pengantin pria.
  • Benang Pepegatan dalam mekala-kalaan dibuatkan benang putih pada kedua ujung benang masing-masing dikaitkan pada cabang pohon dapdap.
  • Tegen-tegenan merupakan simbol dari pengambilalihan tanggung jawab sekala dan niskala.
  • Dagang-dagangan melambangkan kesepakatan dari suami istri untuk membangun rumah tangga dan siap menanggung segala resiko yang timbul.
  • Sapu Lidi simbol Tri Kaya Parisudha.
  • Sambuk Kupakan atau kala sepetan merupakan serabut kelapa yang dibelah tiga, di dalamnya diisi sebutir telur bebek, kemudian dicakup kembali di luarnya diikat dengan benang berwarna tiga (tridatu).
  • Tetimpug yaitu bambu tiga batang yang dibakar dengan api dayuh yang bertujuan memohon penyupatan dari Sang Hyang Brahma.


8. Mewidhi Widana

Prosesi ini dilakukan kedua calon pengantin bersembahyang di merajan atau sanggah keluarga pria. Persembahyangan dipimpin pemangku sanggah/sulinggih/ida pedanda.

Makna dari prosesi ini adalah menyampaikan kepada leluhur ada pendatang baru di dalam keluarga tersebut. Proses ini juga menandai sahnya pernikahan pasangan pengantin di hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, adat, dan masyarakat.


9. Mejauman

Prosesi ini dilakukan dengan bersembahyangnya kedua pengantin di merajan atau sanggah pihak calon pengantin wanita. Persembahyangan ini sebagai isyarat berpamitan dari pengantin wanita kepada para leluhurnya karena sudah menikah dan mengikuti keluarga pria.

Adapun beberapa banten yang digunakan antara lain:

  • Alem
  • Ketipat bantal
  • Sumping
  • Cerorot
  • Apem
  • Kuskus
  • Wajik
  • Kekupa
  • Bermacam-macam buah dan lauk pauk khas Bali


Demikian beberapa rangkaian pernikahan pada masyarakat adat Bali. Namun, perlu digarisbawahi masing-masing daerah di Bali memiliki beberapa upacara tambahan yang berbeda-beda dalam melaksanakan pernikahan. Sehingga rangkaian upacara di atas merupakan salah satu jenis yang biasa digunakan di Bali.


Artikel ini ditulis oleh Ni Wayan Santi Ariani, peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.




(nor/nor)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads