Tari Lawang Balingkang, Munculnya Barong Landung Berkat Perkawinan Bali-China

Tari Lawang Balingkang, Munculnya Barong Landung Berkat Perkawinan Bali-China

Putu Krista - detikBali
Selasa, 30 Apr 2024 10:34 WIB
Pementasan fragmen Tari Lawang Balingkang dalam Festival Semarapura ke-6 di Klungkung, Minggu (28/4/2024). (fPutu Krista/detikBali).
Foto: Pementasan fragmen Tari Lawang Balingkang dalam Festival Semarapura ke-6 di Klungkung, Minggu (28/4/2024). (Putu Krista/detikBali).
Klungkung -

Tari Lawang Balingkang dipentaskan dalam pembukaan Festival Semarapura ke-6 di Kabupaten Klungkung, Bali, Minggu (28/4/2024). Pementasan ini menceritakan adanya kebudayaan China yang masuk ke Pulau Dewata sejak tahun 1.100-an dari wilayah Balingkang, Bangli.

Penggagas garapan tari, Dewa Alit Saputra, mengatakan penampilan Tari Lawang Balingkang adalah cerita yang dipercaya oleh masyarakat Bali dari turun-temurun sejak zaman Bali Kuno. Dikisahkan tentang percintaan Raja Sri Aji Jaya Pangus menikahi anak seorang pedagang asal China, yang datang ke kerajaannya.

Raja Sri Aji Jaya Pangus kemudian dikutuk oleh istrinya, yakni Dewi Danu. Raja Sri Aji Jaya Pangus kemudian diarak di atas kepala oleh masyarakat Bali dan menjadi Barong Landung.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Garapan tari bersama anak-anak penabuh dan penari sebanyak 100 orang. Latihan kurang lebih satu bulan untuk bisa tampil maksimal," kata penggagas tari asal Sanggar Kayonan Klungkung itu kepada detikBali, Senin (29/4/2024).

Pementasan tari ini bertujuan untuk memberitahukan bahwa Bali sudah memiliki kekerabatan dengan China sejak seribu tahun lalu. Walaupun dengan pertentangan, pertumpahan darah, dan pertaruhan cinta.

ADVERTISEMENT

Sejarah

Pementasan fragmen Tari Lawang Balingkang dalam Festival Semarapura ke-6 di Klungkung, Minggu (28/4/2024). (fPutu Krista/detikBali).Pementasan fragmen Tari Lawang Balingkang dalam Festival Semarapura ke-6 di Klungkung, Minggu (28/4/2024). (Putu Krista/detikBali)

Diceritakan, kehidupan rakyat di Panarajon begitu tentram dan sejahtera saat takhta di Raja Sri Aji Jaya Pangus. Saat itu berbondong-bondong para pedagang dan saudagar dari negeri China ikut datang dan berjualan di Pasar Kintamani.

Selain membawa dagangan, para pedagang China juga membawa seni budayanya yaitu barongsai, barong naga, serta alat pembayaran berupa uang kepeng. Salah satu dari para saudagar yang datang bernama Babah Subandar membawa serta putrinya yang sangat cantik bernama Kang Cing Wie.

Pada suatu hari Raja Sri Aji Jaya Pangus pergi melihat-lihat keadaan pasar diiringi oleh para petinggi keraton. Betapa kaget dan terkesimanya Raja Sri Aji Jaya Pangus saat melihat kecantikan putri Babah Subandar tersebut.

Timbullah keinginan Raja Sri Aji Jaya Pangus mengawini Kang Cing Wie. Maka agar selalu dapat melihat paras cantik Kang Cing Wie,Jaya Pangus meminta kepada Babah Subandar agar mengizinkan putrinya diajak ke keraton sebagai pelayan Mpu Siwa Gandu yang menjadi penasihat raja.

Sebagai imbalan, Babah Subandar akan diberikan tempat dan lahan luas untuk berjualan bagi para pedagang China. Akhirnya setelah Kang Cing Wie ikut dalam kehidupan keraton, Raja Sri Aji Jaya Pangus semakin ingin mengawini Kang Cing Wie. Keinginannya ini disampaikan kepada penasihatnya, Mpu Siwa Gandu.

Akan tetapi Mpu Siwa Gandu melarang keras, bahwa hal ini tidak mungkin dilakukan. Sebab raja sudah memiliki permaisuri bernama Dewi Danu.

Selain itu jika perkawinan ini dipaksakan, akan membawa bencana besar bagi keraton di Panarajon. Besarnya rasa cinta membuat Raja Sri Aji Jaya Pangus mengabaikan nasihat Mpu Siwa Gandu dan tetap akan mengawini Kang Cing Wie.

Upacara perkawinan pun dilangsungkan. Saat itu Mpu Siwa Gandu memilih untuk pergi meninggalkan keraton, karena nasehatnya tidak dihargai.

Seiring berjalannya waktu, muncullah hujan badai selama satu bulan tujuh hari yang meluluhlantakkan Keraton Panarajon. Bencana tersebut membuat seisi keraton pergi meninggalkan Panarajon dan mendirikan keraton baru bernama Balingkang.

Perjalanan kisah asmara Raja Sri Aji Jaya Pangus dengan Kang Cing Wie berakhir tragis. Raja Sri Aji Jaya Pangus dan Kang Cing Wie terkena kutuk dari Dewi Danu dan dibakar sampai mati.

Dewi Danu yang dikenal polos, hatinya luluh dengan mengeluarkan kutukan bahwa Jaya Pangus dan Kang Cing Wie bisa dihidupkan kembali jika masyarakat Bali mengeramatkannya. Keduanya bisa dibangkitkan melalui bentuk barong landung (barong berukuran tinggi).

"Sri Aji Jaya Pangus berwarna hitam yang menandakan kekuatan orang Bali dan karakter yang kuat. Sedangkan Kang Cing Wie dengan tinggi sama berpenampilan wajah putih, mencirikan sebagai orang China yang berwibawa sebagai seorang bangsawan," pungkas Dewa.

Dari perjalanan panjang kisah Raja Sri Aji Jaya Pangus dan Kang Cing Wie inilah kemudian terjadi akulturasi budaya antara Bali dan China.




(nor/gsp)

Hide Ads