Mandolin Pupuan Beradaptasi dengan Musik Modern agar Tetap Lestari

Tabanan

Mandolin Pupuan Beradaptasi dengan Musik Modern agar Tetap Lestari

Chairul Amri Simabur - detikBali
Minggu, 03 Sep 2023 23:30 WIB
Pementasan alat musik Mandolin Pupuan oleh Sanggar Seni Bungsil Gading di Festival Tanah Lot IV 2023 beberapa bulan lalu. (chairul amri simabur/detikBali)
Foto: Pementasan alat musik Mandolin Pupuan oleh Sanggar Seni Bungsil Gading di Festival Tanah Lot IV 2023 beberapa bulan lalu. (chairul amri simabur/detikBali)
Tabanan -

Demi menjaga kelestariannya, alat musik tradisional Mandolin Pupuan mencoba beradaptasi dengan alat-alat musik modern. Selain itu, dalam setiap pementasannya, permainan alat musik yang menyerupai kecapi ini dilakukan dengan menyuguhkan lagu-lagu pop Bali.

"Penyesuaian-penyesuaian ini agar Mandolin tetap bertahan di zaman modern," tutur Ketua Sanggar Bungsil Gading I Gede Made Wiartawan, Minggu (9/3/2023).

Menurut Wiartawan, keberadaan Mandolin Pupuan sudah beberapa kali mengalami pasang surut. Terutama sejak diperkenalkan sekitar 1930.

"Di 1970-an sempat terpendam. Kemudian bangkit lagi di 1975. Habis itu terpendam lagi," ujarnya.

Wiartawan menjelaskan sesuai namanya, Mandolin Pupuan hanya ada di Desa/Kecamatan Pupuan, Tabanan, Bali. Alat musik ini mulai berkembang sekitar 1930-an oleh seorang seniman setempat yang bernama Pak Sekar atau I Ketut Lastra.

Alat musik ini terdiri dari empat senar dengan 12 tangga nada. Belakangan, alat musik ini dikembangkan lagi sehingga tangga nadanya mengadopsi tangga nada modern.

Dalam proses kemunculan awalnya, Mandolin Pupuan lahir sebagai salah satu bentuk akulturasi budaya Bali dan Tionghoa berwujud alat musik. "Kenapa saya berani bilang begitu? Karena di Desa Pupuan banyak ditemukan pohon leci," sebutnya.

Menurutnya, hampir setiap daerah di Bali yang memiliki pemukiman Tionghoa di masa lalu akan selalu ditandai dengan keberadaan pohon leci. Ia mencontohkan di Kecamatan Marga atau pemukiman Tionghoa di wilayah Batur, Kecamatan Kintamani, Bangli.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Di desa lainnya tidak ada. Hanya ada di Pupuan saja," tegasnya.

Ia menambahkan di masa-masa awal kemunculannya, musik Mandolin Pupuan dipentaskan dengan memadukan alat musik Geguntangan yang terdiri dari kendang, kecek, suling, dan gong pulu.

"Lagu-lagunya seperti gamelan Rerejangan, Pependetan, Sekar Rare atau lagu anak-anak tradisional Bali," jelas Wiartawan.

Pementasan Mandolin Pupuan

Pentasnya pun hanya sesekali. Terutama bila ada warga yang hendak Masesangi atau bayar kaul. Kadang, pentas pula di saat upacara Nelu Bulanin yang diselenggarakan warga.

"Misalnya ada ibu hamil yang calon bayinya di perut terlilit tali pusar. Ibunya bayar kaul kalau lahirnya lancar akan ngupah (menyewa) Mandolin," ujar Wiartawan mencontohkan.

Dengan pola pentas yang sangat jarang, hanya pentas pada saat ada upacara tertentu, membuat Mandolin Pupuan mengalami pasang surut kemunculan. Inilah yang kemudian melatari gagasan untuk merekonstruksi pentas alat musik tradisional ini.

Sebagai warga Pupuan yang kebetulan sempat menempuh pendidikan pada jurusan Seni Karawita di Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, Wiartawan mencoba merekonstruksi kesenian musik tradisional Mandolin Pupuan pada 2004.

Upaya itu tidak sia-sia, Mandolin Pupuan kini tidak lagi hanya menjadi alat musik tradisional yang hanya dipentaskan saat upacara bayar kaul atau Masesangi dan Nelu Bulanin.

Namun, Mandolin Pupuan juga kerap hadir sebagai alat musik pengiring dalam pesta resepsi pernikahan. Bahkan, rajin ditampilkan kala peringatan HUT Kota atau festival seni budaya di Tabanan.




(nor/nor)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads