Setiap kabupaten di Bali memiliki kesenian khas masing-masing. Salah satunya kesenian Okokan yang berkembang di Kabupaten Tabanan.
Bagi warga Tabanan, kesenian Okokan dianggap sebagai salah satu alat musik untuk mengusir wabah penyakit. Kisah tentang kemunculan kesenian ini lekat dengan nuansa magis.
Simak sejarah, cara memainkan, hingga keunikan kesenian Okokan dari Tabanan berikut ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejarah Okokan
Nama Okokan diambil berdasarkan bunyi yang dikeluarkan oleh okokan yaitu "klok - klok - klok". Konon, Okokan sudah ada sejak tahun 1960. Ketika itu, terdapat wabah penyakit atau kabrebehan yang menyerang anak-anak hingga orang dewasa.
Awalnya, Okokan diberi nama Bandungan yang berarti sebuah kegiatan untuk mengusir wabah penyakit. Warga membawa berbagai macam kentungan dari bambu yang kemudian dipukul agar menghasilkan bunyi-bunyian untuk mengusir hawa negatif yang mengancam desa.
Okokan sendiri merupakan kalung atau keroncong yang biasanya digantungkan pada leher hewan ternak seperti sapi atau kerbau sebagai kebanggaan. Saat dimainkan, Okokan tidak dipasang pada hewan. Melainkan dikalungkan langsung pada leher orang yang memainkannya dengan cara diayunkan.
Cara Memainkan Okokan
Warga Tabanan memainkan Okokan sebagai hiburan sembari menunggu musim panen. Masyarakat Banjar Belong, khususnya petani tradisional, menganggap Okokan sebagai bagian dari hidup mereka.
Biasanya, Okokan dimainkan oleh beberapa orang sambil mengelilingi desa dan dikaitkan dengan tradisi Ngerebeg. Saat tradisi ini dilakukan, Okokan akan diiringi oleh dua buah kendang yang disebut kendang gede. Warga Belong meyakini kendang gede yang dibuat tahun 1917 ini memiliki kekuatan magis.
Sebagai pertunjukan senin, Okokan biasanya dimainkan oleh kurang lebih 50 orang. Kegiatan ini dipimpin oleh seorang penabuh yang memainkan kleneng dengan aba-aba. Semakin cepat tempo kleneng, maka tempo Okokan juga semakin cepat.
Keunikan Okokan
Keunikan kesenian Okokan terletak pada hiasan tapel atau lukisan Boma. Hiasan ini membuat Okokan menjadi semakin memiliki nilai magis atau metaksu. Boma sendiri bermakna kemarahan atau angkara murka, sehingga tradisi ini dipercaya akan mampu menetralkan sifat negatif.
Okokan dibuat dari kayu pilihan, seperti kayu sane. Kayu tersebut dilubangi mirip kentungan dan diisi dengan palit atau pemukul di dalamnya. Okokan menghasilkan suara yang keras dan merdu.
Artikel ini ditulis oleh Ni Kadek Restu Tresnawati peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(iws/iws)