Pementasan Wayang Lemah di Bali: Fungsi, Properti, dan Filosofinya

Pementasan Wayang Lemah di Bali: Fungsi, Properti, dan Filosofinya

Ni Kadek Ratih Maheswari - detikBali
Minggu, 26 Mar 2023 11:54 WIB
Mengenal fungsi hingga filosofi pertunjukan Wayang Lemah atau Wayang Gedog di Bali.
Ilustrasi - Mengenal fungsi hingga filosofi pertunjukan Wayang Lemah atau Wayang Gedog di Bali. (Foto: desaabiansemal.badungkab.go.id)
Denpasar -

Bali memiliki berbagai kesenian tradisional yang pementasannya berkaitan dengan upacara keagamaan menurut tradisi Hindu. Salah satunya adalah pertunjukan Wayang Lemah atau Wayang Gedog.

Wayang Lemah adalah pertunjukkan wayang yang dipentaskan pada siang hari. Properti yang dibutuhkan selama pementasannya juga tidak seperti pertunjukan wayang kulit pada umumnya.

Pementasan Wayang Lemah tidak menggunakan layar dan lampu belencong, melainkan hanya menggunakan benang tukelan yang direntangkan bersusun tiga tingkat dan masing-masing berisi uang kepeng. Benang ini dikaitkan pada dua buah ranting pohon dadap bercabang tiga yang ditancapkan pada ujung gedebong atau batang pohon pisang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Fungsi Pementasan Wayang Lemah

Seperti pertunjukan wayang pada umumnya, Wayang Lemah juga diiringi dengan alunan gamelan gender wayang. Wayang Lemah merupakan salah satu dari tiga jenis wayang yang disakralkan di Bali. Dua jenis wayang sakral lainnya, yakni Wayang Sapuh Leger dan Wayang Suddhamala.

Pertunjukan dengan bobot paling berat adalah Wayang Sapuh Leger yang biasanya ditujukan pada anak yang lahir pada saat Wuku Wayang. Sementara, Wayang Suddhamala dan Wayang Lemah memiliki fungsi sebagai pengiring upacara Panca Yadnya, yakni Manusa Yadnya, Pitra Yadnya, Dewa Yadnya, Buta Yadnya, dan Rsi Yadnya.

ADVERTISEMENT

Karena pertunjukann Wayang Lemah untuk melengkapi upacara keagamaan, maka sarana persembahan berupa banten atau sesajen selama pertunjukan menjadi komponen yang penting. Banten pokok yang biasanya dipersembahkan adalah suci asoroh dengan guling itik, ajuman putih kuning, canang gantal, lenga-wangi buratwangi, daksina gede serba empat, segehan gede, pedupaan, dan tetabuhan arak berem.

Makna Pementasan Wayang Lemah

Dilansir dari situs desasedang.badungkab.go.id, pementasan Wayang Lemah memiliki peran penting dalam upacara Panca Yadnya. Umumnya, pementasan ini disebut dengan ngring pedanda. Artinya, pementasan tersebut sebagai pengiring saat pendeta melakukan puja mantra ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi. Apabila pendeta sudah selesai mengumandangkan doa, maka pertunjukan wayang pun diakhiri, meskipun jalan ceritanya belum berakhir.

Lakon cerita yang diangkat dalam pementasan Wayang Lemah pada umumnya adalah epos Mahabharata. Hanya saja, jalan cerita yang dibawakan biasanya dieksplorasi oleh dalang dan disesuaikan dengan jenis upacara yadnya yang sedang berlangsung.

Properti Pertunjukan Wayang Lemah dan Filosofinya

Pementasan Wayang Lemah menggunakan sejumlah properti yang memiliki filosofinya masing-masing. Elemen tersebut terdiri dari wayang, gamelan (gender wayang), kotak atau kropak, cepala, benang tukelan, uang kepeng, gedebong, ranting pohon dadap, dan banten.

Berikut filosofi dari elemen-elemen dalam pementasan Wayang Lemah:

1. Wayang

Wayang merupakan representasi dari tokoh utama yang diceritakan dalam pementasan. Cerita yang ditampilkan dalam pertunjukan wayang menjadi cerminan perbuatan baik dan buruk serta hasil dari perbuatan itu sendiri. Melalui pementasan wayang, penotnon diajak untuk merenung atau merefleksikan diri.

2. Gender Wayang

Gender wayang adalah salah satu jenis gamelan yang dimainkan sebagai pengiring pementasan wayang. Alunan gender wayang menambah efek dramatis suasana cerita yang dikisahkan oleh dalang.

3. Kotak atau Kropak

Kotak atau kropak berfungsi untuk mengeluarkan bebunyian yang memberikan aksen situasi tertentu dalam pertunjukkan wayang. Kropak perlu dipukul menggunakan cepala untuk mengeluarkan suara. Biasanya, kropak digunakan untuk mendramatisir saat adegan marah.

4. Benang Tukelan dan Uang Kepeng

Benang tukelan dalam pertunjukan Wayang Lemah bermakna jalan manusia untuk mencapai pola pikir yang benar dan berlandaskan dharma. Benang dibentangkan lurus atau beneng simbol harapan agar manusia tidak menyimpang dari ajaran dharma. Sementara itu, uang kepeng menurut konsep Hindu di Bali memiliki makna penyeimbang alam semesta beserta isinya.

5. Gedebong

Gedebong atau batang pisang digunakan untuk menancapkan wayang di saat pertunjukan berlangsung. Batang pisang ini merepresentasikan ibu pertiwi (tanah) tempat manusia berpijak sekaligus pemberi kehidupan.

6. Ranting Pohon Dadap

Pohon dadap dianggap sebagai pohon suci karena sering digunakan dalam berbagai ritus keagamaan di Bali. Pohon dadap yang digunakan sebagai penyangga dalam pementasan ini adalah simbol tulang. Secara filosofis, penyangga itu diharapkan dapat menguatkan manusia dalam menghadapi berbagai permasalahan hidup.

7. Banten

Fungsi dari banten atau sesajen pada umumnya adalah sebagai persembahan kepada dewa maupun bhuta. Dalam pementasan wayang, banten dipersembahkan sebagai penetralisir alam sekala dan niskala. Selain itu, banten menjadi sarana memohon doa restu agar upacara yang dilangsungkan berjalan dengan lancar.

Artikel ini ditulis oleh Ni Kadek Ratih Maheswari peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.




(iws/iws)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads