Ogoh-ogoh di Bali: Sejarah, Makna, dan Kaitannya dengan Hari Raya Nyepi

Ogoh-ogoh di Bali: Sejarah, Makna, dan Kaitannya dengan Hari Raya Nyepi

Ni Luh Made Yari Purwani Sasih - detikBali
Jumat, 10 Mar 2023 02:20 WIB
Warga mengamati Ogoh-ogoh yang dibuat menjelang Hari Raya Nyepi Tahun Saka 1942 di Denpasar, Bali, Minggu (22/3/2020). Gubernur Bali Wayan Koster menginstruksikan larangan pelaksanaan pengarakan Ogoh-ogoh dalam bentuk apapun yang berpotensi menimbulkan keramaian dan kerumuman orang di seluruh wilayah Bali sebagai upaya pencegahan penyebaran COVID-19. ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/foc.
Warga mengamati Ogoh-ogoh yang dibuat menjelang Hari Raya Nyepi Tahun Saka 1942 di Denpasar, Bali, Minggu (22/3/2020). (Foto: ANTARA FOTO/FIKRI YUSUF)
Denpasar -

Umat Hindu di Indonesia akan merayakan Hari Raya Nyepi Tahun Baru Caka 1945 pada 22 Maret 2023. Salah satu prosesi menjelang Nyepi adalah pawai ogoh-ogoh yang digelar pada malam pengerupukan atau sehari sebelum Nyepi.

Lantas, bagaimana sejarah ogoh-ogoh di Bali? Apa makna pawai ogoh-ogoh menjelang Nyepi?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ogoh-ogoh merupakan karya seni berupa patung besar yang terbuat dari bambu dan material lainnya. Ogoh-ogoh divisualisasikan bertubuh besar, kuku panjang, dan berwajah seram.

Ogoh-ogoh umumnya berwujud sosok buta kala atau raksasa yang diarak keliling desa saat malam pengerupukan yang bertepatan pula pada tilem kesanga. Pawai ogoh-ogoh tesebut bertujuan menyerap energi-energi negatif di sekitarnya.

ADVERTISEMENT

Sebelum pengarakan ogoh-ogoh, rangkaian pengerupukan diawali dengan prosesi Tawur Agung Kesanga. Pelaksanaan Tawur Agung Kesanga biasanya dilaksanakan pada siang hari atau tengai tepet. Sementara itu, arak-arakan ogoh-ogoh digelar pada sore (sandikala) hingga malam hari.

Setelah diarak keliling desa, ogoh-ogoh tersebut kemudian dibakar atau di-pralina. Pembakaran ogoh-ogoh itu kerap juga dimaknai sebagai upaya memusnahkan kejahatan yang disimbolkan dengan buta kala di muka bumi. Keesokan harinya, masyarakat Bali merayakan tahun baru caka atau Hari Raya Nyepi dengan keheningan dan melaksanakan Catur Brata Penyepian.

Sejarah Ogoh-ogoh

Dilansir dari laman desasangeh.badungkab.go.id, ada beberapa pandangan mengenai sejarah ogoh-ogoh. Setidaknya ada tiga versi terkait sejarah ogoh-ogoh di Bali.

Pertama, versi yang menyebutkan bahwa ogoh-ogoh telah dimulai dari zaman Dalem Balingkang. Saat itu, ogoh-ogoh digunakan dalam upacara pitra yadnya. Kedua, ada juga pandangan yang menyatakan bahwa ogoh-ogoh berawal dari tradisi Ngusaba Ngong-Nging di desa Selat, Karangasem.

Umat Hindu di Bali menggelar pawai ogoh-ogoh. Salah satunya di Desa Adat Tuban, Kabupaten Badung, Bali.Umat Hindu di Bali menggelar pawai ogoh-ogoh. Salah satunya di Desa Adat Tuban, Kabupaten Badung, Bali. Foto: Aditya Mardiastuti

Ketiga, ada pula pendapat bahwa ogoh-ogoh muncul dari adanya barong landung yang merupakan wujud dari Raja Jaya Pangus dan Putri Kang Cing Wei. Tradisi berupa pengarakan dua buah ogoh-ogoh yang berwujud laki-laki dan perempuan sebagai visualisasi barong landung diyakini merupakan cikal bakal lahirnya ogoh-ogoh dalam ritual Nyepi.

Terlepas dari itu, ogoh-ogoh baru meluas sebagai rangkaian Nyepi di Bali sejak tahun 1980-an. Sejak itu, masyarakat di beberapa tempat di Denpasar mulai membuat perwujudan onggokan yang disebut ogoh-ogoh. Budaya baru ini juga semakin meluas saat ogoh-ogoh diikutkan dalam Pesta Kesenian Bali XII.

Pada awalnya, ogoh-ogoh dibuat hanya dengan rangka kayu atau bambu sederhana yang dibungkus kertas. Namun, seiring berkembangnya kreativitas masyarakat, saat ini ogoh-ogoh telah berevolusi menjadi sebuah karya seni luar biasa yang menjadi daya tarik khalayak luas.

Selain berwujud buta kala, ogoh-ogoh di Bali saat ini juga hadir dalam bentuk kontemporer. Belakangan, ada yang menjadikan ogoh-ogoh sebagai ajang menyentil tokoh yang dianggap kontroversial hingga karakter fiktif yang dianggap melambangkan kejahatan.

Pawai ogoh-ogoh menjadi momentum yang sangat dinanti menjelang Nyepi. Pawai ogoh-ogoh juga menjadi ajang pengembangan kreativitas warga, terutama anak-anak muda yang tergabung dalam wadah sekaa teruna di Bali.

Menyambut Hari Raya Nyepi 2023, Pemerintah Provinsi Bali melalui Dinas Kebudayaan Provinsi Bali menyelenggarakan Lomba Ogoh-ogoh se-Bali. Penilaian dilakukan melalui seleksi dari tingkat kecamatan. Selanjutnya, ogoh-ogoh terbaik pada tingkat kabupaten akan dipilih predikat I, II, dan III.

Artikel ini ditulis oleh Ni Luh Made Yari Purwani Sasih peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.




(iws/nor)

Hide Ads