Kota Bali memiliki keanekaragaman tradisi unik yang hingga saat ini tetap dilakukan oleh masyarakat sekitar, salah satunya di wilayah Kabupaten Bangli. Tradisi-tradisi tersebut menjadi daya tarik wisatawan baik dari dalam negeri maupun wisatawan luar negeri.
Tidak hanya memiliki objek wisata yang indah, tradisi di Bangli memiliki keunikan sendiri yang tidak kalah dengan tradisi dari kota lain di Indonesia. Lantas, apa saja tradisi-tradisi tersebut? Berikut ulasannya.
Ragam Tradisi di Bangli dan Maknanya
Dikutip dari e-paper eprints.uny.ac.id, Bangli merupakan salah satu kabupaten yang ada di Bali dengan keistimewaan beragam tradisi oleh Desa asli atau disebut dengan Desa Bali Aga atau Desa Pegunungan sepeni Desa Pakraman Pengotan. Berikut adalah ragam tradisi di Bangli dan maknanya dari berbagai sumber:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Tradisi Perang Papah
Mengutip dari e-paper eprints.uny.ac.id, perang papah adalah permainan tradisional atau sering disebut dengan tari persembahan untuk penghormatan terhadap leluhur dan para dewa yang tinggal di Bukit Airawang (Gunung Abang), yang bersimbolkan melalui Pura Tuluk Biyu. Para pemain akan memukul satu sama lain dengan menggunakan batang dari daun pisang.
Tradisi di Bangli ini, dilaksanakan pada purnama sasih keenam, sama dengan penanggalan Bali atau sekitar bulan Desember tahun Masehi yang diadakan di Pura Bale Agung Pengotan. Makna yang terkandung oleh tradisi ini ditujukan untuk tradisi keagamaan dan spiritual, dan juga ikatan antar manusia dengan manusia yang diciptakan dalam kebersamaan.
2. Tradisi Angkul-Angkul Seragam
Dilansir oleh Maria Ekaristi dan Agung Bawantara dengan judul buku Jalan-jalan Bali, Desa Penglipuran di Bangli memiliki tradisi angkul-angkul seragam yang mana rumah penduduk desa tersebut mempunyai angkul-angkul atau pintu gerbang yang seragam. Jumlah angkul-angkul dari ujung utara hingga selatan desa tersebut adalah 76, yang menggambarkan 76 keluarga utama atau krama pangarep.
Selain angkul-angkul seragam, Desa Penglipuran juga memiliki tradisi unik lainnya yaitu tidak diperbolehkannya bagi kaum lelaki untuk beristri lebih dari satu (berpoligami). Laki-laki di Desa Penglipuran telah di tuntun untuk setia kepada satu pasangan, dan jika melanggar awig-awig (aturan adat) ini, lelaki tersebut akan diasingkan ke sebuah tempat yang bernama Karang Memadu.
3. Tradisi Pemakaman di Desa Trunyan
Desa Trunyan merupakan salah satu desa di Bangli yang memiliki tradisi pemakaman unik, dimana orang yang meninggal di desa tersebut tidak dikubur atau dikremasi, melainkan diletakkan di bawah pohon Taru Menyan, yang mampu menghilangkan bau jenazah. Salah satu aturan tradisi ini adalah jumlah jenazah di bawah pohon Taru Menyan tidak boleh lebih dari sebelas orang dan orang meninggal tersebut wajib meninggal secara wajar, telah menikah, dan anggota tubuh lengkap.
Wilayah pemakaman di sana disebut dengan Sema Wayah, jenazah ditutupi hanya dengan kain putih. Jenazah tidak menimbulkan bau busuk dan tidak dihinggapi serangga karena adanya pohon Taru Menyan, yang dapat mengeluarkan wangi harum dan mampu menetralisir bau busuk.
4. Tradisi Pernikahan Massal di Desa Pengotan
Salah satu tradisi di Bangli adalah tradisi pernikahan massal di Desa Pengotan. Mengutip dari jurnal Dewa Gede Yoga Tresna Putra dkk, dengan judul Pararem Dalam Tradisi Perkawinan Massal di Desa Pengotan Kabupaten Bangli, ada beberapa faktor yang menyebabkan perkawinan massal salah satunya adalah tingginya tingkat kemiskinan di Desa Pengotan.
Tidak hanya itu, Desa Pengotan juga memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Maka dari itu, masyarakat sekitar mengambil solusi dengan cara melakukan perkawinan massal untuk menghindari pengeluaran dana yang berlebih yang berjumlah 5 hingga 70 pasangan pengantin dari umur antara 14-18 tahun.
5. Tradisi Ngerebeg
Upacara Ngerebeg dilaksanakan pada hari raya Kuningan (setiap 6 bulan) yang berpusat di Catus Pata di Bangli dari sore hari hingga malam. Empat banjar yang ada di kota Bangli, termasuk: Banjar Pande (Kelurahan Cempaga), Banjar Kawan, Banjar Griya (Kelurahan Kawan), dan Banjar Blungbang yang akan nyungsung arca/pratima Barong dan Rangda di Pura Dalem.
Makna dari tradisi ini untuk memohon kepada Tuhan agar selamat dan dijauhkan dari gangguan skala dan niskala. Tradisi ini diawali dengan persembahyangan di masing-masing Pura Dalem dan setelahnya akan ada krama yang membawa barong untuk menuju ke catus pata dengan lantunan tabuh atau gamelan.
Nah, itulah beberapa tradisi di Bangli yang masih terus dilestarikan budayanya hingga sekarang. Semoga bermanfaat!
(khq/fds)