Mengenal Sejarah Prasasti Canggu (Trowulan I) Beserta Isinya

Mengenal Sejarah Prasasti Canggu (Trowulan I) Beserta Isinya

Kholida Qothrunnada - detikBali
Senin, 30 Jan 2023 12:28 WIB
Konsep dan desain penataan pantai di Canggu, Badung, Bali.
Foto ilustrasi Canggu: PUPR Badung
-

Prasasti Canggu adalah panggilan kerajaan Majapahit yang disebut juga Trowulan I. Prasasti Canggu ditemukan di desa Canggu, Kecamatan Jetis, Kabupaten Mojokerto.

Saat pertama kali ditemukan, jumlah Prasasti Canggu terdiri dari 5 keping tembaga. Namun, saat ini hanya tinggal tersisa satu. Simak sejarah dan penjelasan isinya di bawah ini.

Sejarah Singkat Prasasti Canggu

Dirangkum dari e-book Jejak-jejak Peradaban Majapahit karya Prasetya Ramadhan, dituliskan bahwa tanggal pembuatan Prasasti Canggu yaitu tahun 1358 M, dan dikeluarkan oleh Hayam Wuruk, Raja Majapahit pada masa itu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kerajaan Majapahit serta masyarakatnya berusaha optimal untuk memanfaatkan letak geografisnya, demi memajukan perekonomian.

Dalam jurnal sejarah, pendidikan dan humaniora oleh Mawardi Purbo Sanjoyo, menuliskan bahwa wilayah kekuasaan Majapahit yang terletak di Selatan pesisir Utara Jawa itu, memanfaatkan Sungai Brantas sebagai penghubungnya.

ADVERTISEMENT

Wilayah aliran sungai itu menjadi jalan penyeberangan orang-orang, baramg, hewan ternak, dan lain-lain. Seiring berjalannya waktu, karena lalu litas pelayaran di sana semakin hari makin ramai, terbentuklah pelabuhan-pelabuhan di sekitar Sungai Brantas.

Melihat besarnya potensi pelabuhan sekitar Sungai Brantas, membuat para tokoh besar Kerajaan Majapahit dengan cepat untuk menata sedemikian rupa pelabuhan-pelabuhan tersebut.

Oleh sebab itu, melihat lokasi penyeberangan di sekitar sungai Bengawan Solo dan sungai Brantas berpotensi besar dalam pembangunan negerinya, Raja Hayam Wuruk mengeluarkan Prasasti Canggu. Tujuan dikeluarkannya Prasasti Canggu adalah untuk memperkuat serta memberikan hak istimewa pada pelabuhan sungai.

Dalam kepustakaan Inggris, Prasasti Canggu dikenal dengan istilah Ferry Charter. Di mana, ada titik-titik penambangan yang menjadi pelabuhan transit bagi perahu yang berlayar dari Pelabuhan Ujung Galuh (Surabaya) ke ibu kota Majapahit.

Menurut berita Cina abad ke-14 M pada masa Dinasti Ming, Canggu kala itu menjadi wilayah pelabuhan dengan pasar yang ramai pedagang.

Setiap kapal yang hendak ke wilayah Majapahit pertama kali harus singgah di pelabuhan Tuban (Gresik), kemudian ke Surabaya, baru ke wilayah Majapahit.

Isi Prasasti Canggu

Isi prasasti Canggu adalah menceritakan tentang peraturan melintas atau penyeberangan di wilayah sekitar sungai Bengawan Solo dan sungai Brantas.

Berdasarkan identifikasi tim peneliti Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Arkenas) tahun 2000, ada sekitar 44 desa di sepanjang aliran sungai Bengawan Solo dan Brantas yang disebutkan dalam Prasasti Canggu, sebagai tempat penyeberangan. Desa-desa yang menjadi tempat penyeberangan itu dikenal dengan nama Naditirapradeça.

Satari (1983) dalam jurnal Mawardi Purbo Sanjoyo, menjelaskan bahwa Canggu merupakan tempat naik dan turunnya barang, sementara Pelabuhan Bubat di sisi Barat Daya dan Terung di sisi Timur berfungsi sebagai tempat berlabuhnya kapal untuk penumpang.

Pelabuhan Canggu sebagai pelabuhan sungai juga ditunjang oleh aktivitas perdagangan, yang bisa menopang perekonomian bidang perdagangan kerajaan Majapahit.

Prasasti Canggu menyebutkan bahwa Raja Hayam Wuruk telah menugaskan seorang pegawai tingkat rendah atau Panji Magrabhaya. Tugasnya yaitu untuk menjaga titah raja yang dituliskan pada lempengan perunggu (prasasti).

Di mana, pegawai yang telah mendapatkan mandat itu harus mau melayani orang-orang yang ingin menggunakan perahu untuk menyeberang melalui sungai.

Keberadaan pelabuhan Canggu saat itu telah dianggap memberi kontribusi banyak pada kerajaan. Dalam prasasti ini telah disebutkan berbagai hak istimewa yang diberikan pada para penjaga lokasi penyeberangan sungai.

Isi prasasti Canggu juga memuat bagaimana kemudian sang raja mengayomi dan memberikan pelayanan keamanan bagi pengguna jasa pelabuhan. Dalam prasasti tersebut dijelaskan bahwa tukang perahu yang bertugas menyeberangkan orang mendapat hak istimewa.

Sehingga pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, penjaga pelabuhan-pelabuhan itu mendapatkan hak swatantra (hadiah khusus yang diberikan kepada pegawai kerajaan).

Pegawai kerajaan itu meliputi Panji Angraksaji Panji Margabhaya. Di mana, keduanya merupakan pegawai yang mengelola pelabuhan-pelabuhan sungai.

Hak tersebut diberikan kepada mereka, agar mereka bisa memberikan pelayanan yang bagus dan memuaskan kepada para penumpang kapal. Mereka juga tidak dikenai pajak atas kegiatan mengantarkan penumpang.

Selain itu, desa-desa di pinggir sungai itu juga dijadikan lokasi penambangan, yang merupakan daerah perdikan (wilayah yang dibebaskan dari kewajiban membayar pajak kepada pemerintah).

Hal tersebut dilakukan sebagai imbalan atas kewajiban penjaga menyebrangkan penduduk dan pedagang. Para tukang tambang perahu ini bisa melakukan adu ayam dan berjudi, di mana kerajaan tidak bisa mengenakan denda kepada mereka, karena telah mendapatkan hak istimewa.

Kesimpulannya, pemanfaatan pelabuhan Canggu dalam isi Prasasti Canggu juga didasarkan pertimbangan letak pusat kerajaan Majapahit di sekitar aliran sungai Brantas.

Semakin maraknya perdagangan Asia Tenggara juga mempengaruhi berkembangnya kota pelabuhan di daerah pesisir Utara Jawa itu.

Nah, itu tadi penjelasan tentang Prasasti Canggu beserta sejarah dan isinya. Semoga informasi tadi bisa menambah pengetahuan kalian ya, detikers.




(khq/fds)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads