Atasan kebaya dengan selendang (senteng) melingkar pada bagian pinggang serta bawahan kain atau kamen cukup menggambarkan gaya busana perempuan Bali. Kebaya tak hanya digunakan saat upacara adat keagamaan oleh perempuan Hindu di Bali, tetapi juga dalam berbagai kegiatan formal maupun non formal lainnya.
Sebelum kebaya populer hingga menjadi busana adat, perempuan Bali tempo dulu ternyata sehari-hari bertelanjang dada.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lantas, bagaimana sejarah, fungsi, dan perkembangan kebaya di Bali?
Dari Bertelanjang Dada hingga Kebaya
Dewa Ayu Putu Leliana Sari dalam ulasannya yang dimuat dalam Jurnal Bali Membangun Bali (Volume 3 Nomor 2, Agustus 2022) menjelaskan sejarah perkembangan kebaya di Bali. Menurutnya, pada zaman dahulu wanita Bali tidak mengenal kebaya.
Tahun 1908-an, penampilan perempuan Bali bahkan identik dengan bertelanjang dada. Menurut Leilana Sari, hal itu disebabkan oleh faktor cuaca yang panas dan perekonomian warga Bali yang masih lemah.
Potret perempuan Bali tempo dulu yang bertelanjang dada itu dapat dijumpai di berbagai mesin pencarian di internet. Meski sehari-hari bertelanjang dada, namun saat kegiatan keagamaan di pura, perempuan Bali tetap menutupi payudaranya. Ketika itu, mereka menggunakan semacam selendang lebar yang dililitkan dari bawah payudara ke arah pinggang.
Kebaya Bali mulai dikenal setelah masuknya Belanda sekitar 1919-1931. Hanya saja, ketika itu busana kebaya masih terbatas digunakan oleh kalangan bangsawan atau perempuan dari keturunan puri saja. Lambat laun, kebaya Bali akhirnya memasyarakat ke publik luas.
![]() |
Penggunaan Kebaya Bali
Kebaya sebenarnya sudah dikenal sejak lama dan digunakan oleh perempuan di daerah-daerah di Indonesia. Model kebaya tiap daerah juga berbeda-beda.
Salah satu ciri khas gaya berpakaian perempuan Bali adalah atasan kebaya yang dipadupadankan dengan kamen atau kain sebagai bawahan. Tak ketinggalan selendang atau senteng melingkar pada bagian pinggang.
Di sisi lain, kamen atau kain sebagai busana adat Bali bagian bawah juga terus berkembang. Baik dari jenis kain maupun motif yang beragam. Ada yang menggunakan kain songket, kain endek, kain batik, hingga kain sutra. Demikian halnya kain kebaya, dari kain katun, bordir, hingga brokat.
Penggunaan kebaya Bali biasanya disesuaikan dengan sifat acara yang akan dihadiri. Hal ini juga berkaitan dengan tata rias baik dari rambut maupun jenis kebaya yang digunakan.
Saat acara wisuda maupun undangan, misalnya jenis atau model kebaya yang digunakan biasanya lebih bebas. Belakangan, kebaya modifikasi juga menjadi trend tersendiri.
![]() |
Berbeda halnya jika hendak menghadiri persembahyangan atau kegiatan adat keagamaan di pura. Aturannya lebih ketat. Tata cara penggunaan pakaian adat ke pura pernah dibahas oleh pakar busana Bali A.A Ngr. Anom Mayun K. Tenaya, dalam Kriyaloka (Workshop) Busana Adat ke Pura, di Kalangan Angsoka Taman Budaya, Denpasar, pada 2019 silam.
Selain dari kain yang dikenakan, pakaian adat Bali juga tidak lepas dari tata rambut. Tata rambut perempuan Bali juga ada etikanya sesuai budaya Bali. Mengutip situs budaya-indonesia.org, terdapat dua jenis tata rambut adat Bali yakni pusung gonjer dan pusung tagel.
Tata rambut dengan pusung gonjer biasanya diterapkan pada anak-anak dan remaja atau perempuan yang belum menikah. Biasanya rambut ditata berbentuk pusung dengan menggunakan cemara atau rambut palsu, kemudian ada sisa rambut yang dibiarkan tergerai.
Sedangkan pusung tagel berbentuk sanggul dan biasanya diterapkan untuk perempuan dewasa yang sudah menikah. Semua rambut dinaikkan ke atas dan membentuk sanggul yang melebar ke bawah. Bagian kiri sanggul memiliki penyawat yang disebut atung pusungan dan bagian kanan disebut tagelan.
Dilansir dari laman resmi Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, Ngurah Mayun menjelaskan wanita saat hendak ke pura tidak boleh menggunakan kebaya lengan pendek, harus lengan panjang. Begitupun penggunaan kain sebagai bawahan yang diupayakan menggunakan kain lembaran dan bukan kamen jadi yang dijarit seperti rok.
Untuk diketahui, sejak 2018, kebaya sebagai pakaian adat Bali diatur ke dalam Peraturan Pemerintah Daerah Bali yakni Pergub No. 79 tahun 2018. Pergub tersebut menetapkan hari penggunaan busana adat Bali setiap hari Kamis serta purnama dan tilem. Hal tersebut bertujuan untuk menjaga kelestarian busana adat Bali sekaligus dalam rangka meneguhkan jati diri orang Bali.
(iws/dpra)