- Sejarah Singkat Perkawinan Nyentana
- Penyebab Terjadinya Perkawinan Nyentana
- Syarat Perkawinan Nyentana
- Proses Perkawinan Nyentana 1. Memilih Hari Baik 2. Suci Hati dan Suci Diri
- Hak dan Kewajiban Suami dan Istri yang Melakukan Perkawinan Nyentana 1. Hak Suami 2. Hak Istri 3. Kewajiban Suami 4. Kewajiban Istri
Nyentana adalah istilah yang berkaitan erat dengan budaya masyarakat adat Bali. Istilah ini merujuk pada perkawinan adat Bali. Artikel ini akan membahas tuntas mengenai apa itu nyentana, simak penjelasannya di bawah ini, ya!
Sejarah Singkat Perkawinan Nyentana
Perkawinan nyentana adalah suatu istilah yang diberikan kepada sepasang suami istri. Dalam hal ini, suami dipinang (diminta) oleh keluarga istri dan masuk ke dalam garis leluhur keluarga istri serta melepaskan ikatan dengan keluarga asalnya.
Dirangkum dari jurnal terbitan Universitas Lampung berjudul Pelaksanaan Perkawinan Nyentana Pada Masyarakat Adat Bali oleh Ni Komang Putri Saras Puspa, dkk, mempelai laki-laki akan tinggal di rumah mempelai perempuan. Dalam sejarahnya hal ini bisa terjadi karena dalam sebuah keluarga tidak memiliki anak laki-laki.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bagi keluarga yang tidak memiliki anak laki-aki atau semua anaknya adanya perempuan, orang tua menginginkan minimal salah satu anak perempuannya untuk tetap tinggal di rumah. Perkawinan nyentana dilakukan karena harus ada anak yang melanjutkan keturunan dalam keluarga
Dalam sejarah leluhur Bali, Arya Tutuan adalah contoh laki-laki yang menjalankan perkawinan nyentana. Arya Tutuan dan istrinya diistanakan di Bukit Buluh, Desa Gunaksa, Klungkung. Dalam sejarah tercatat bahwa mereka hidup bahagia seperti pasangan suami-istri pada umumnya.
Penyebab Terjadinya Perkawinan Nyentana
Secara garis besar, penyebab terjadinya perkawinan nyentana adalah karena suatu keluarga tidak memiliki anak laki-laki. Fakta tersebut membuat anak perempuan harus menggantikan posisi anak laki-laki untuk meneruskan garis keturunan pada keluarga tersebut.
Dikutip dari jurnal terbitan Universitas Brawijaya berjudul Berbagai Faktor Penyebab Terjadinya Perkawinan Nyentana dalam Keluarga yang Telah Memiliki Anak Laki-Laki oleh Niluh Putu Ayu Dian Pramesti Putri, berikut adalah beberapa faktor penyebab terjadinya perkawinan nyentana:
- Karena orang tua tidak memiliki anak laki-laki.
- Karena dapat menggantikan orang tua nantinya dalam hal melaksanakan kewajiban-kewajiban di desa/banjar (ngayah).
- Karena adanya keinginan dari orang tua untuk tetap berkumpul dengan anaknya.
- Karena rasa cinta terhadap anak perempuannya mak anak perempuan tersebut tidak diperkenankan untuk kawin keluar dan meninggalkan rumah.
- Karena menghindari kemungkinan jatuhnya harta benda ke tangan orang lain.
Syarat Perkawinan Nyentana
Suatu perkawinan untuk bisa dikatakan sebagai perkawinan nyentana haru memenuhi beberapa syarat yang sesuai dengan hukum adat Bali. Dikutip dari jurnal terbitan Universitas Mataram berjudul Kedudukan Suami di Dalam Perkawinan Nyentana Menurut Undang-Undang Perkawinan dan Hukum Adat Bali, berikut ini adalah beberapa persyaratan yang harus dipenuhi:
- Pihak perempuan harus berstatus sentana rajeg, artinya perempuan yang akan menikah harus ditetapkan sebagai penerus keturunan.
- Perundingan untuk melakukan perkawinan nyentana harus dimulai dari pihak orang tua calon mempelai perempuan untuk mendatangi keluarga calon mempelai laki-laki.
- Jika sudah ada kesepakatan, baruah perkawinan nyentana bisa dilaksanakan. Upacara perkawinan adalah hal yang paling pokok dan menjadi syarat sah perkawinan. Upacara ini disebut sebagai Upacara Mabyakaon yang harus dilakukan di rumah calon mempelai perempuan.
- Pihak suami harus masuk ke keluarga pihak istri dan diterima sebagai anggota keluarga pihak istri. Dalam hal ini, suami akan melepaskan masuk dalam garis leluhur keluarga istri.
- Suami berkedudukan sebagai sentana nyentana, yaitu mempunyai hak sebagai pradana (wanita) dan ini ditunjukkan dengan adanya pihak istri yang mengantar sajen-sajen pamelepahan (jamuan) ke rumah keluarga suami.
- Dilakukan upacara melepaskan ikatan suami dari keluarganya sebagai purusa.
Proses Perkawinan Nyentana
Perkawinan nyentana perlu melewati berbagai macam proses. Berikut adalah hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses perkawinan nyentana:
1. Memilih Hari Baik
Memilih hari dan bulan yang baik menjadi kepercayaan masyarakat adat Bali dalam melangsungkan perkawinan. Kedua keluarga harus memilih dan bersepakat untuk melaksanakan perkawinan di hari yang baik, sesuai dengan kepercayaan masyarakat adat Bali.
2. Suci Hati dan Suci Diri
Untuk mengawali kehidupan baru bersama pasangan, setiap mempelai harus menyucikan diri dan hatinya. Hal ini dipercaya sebagai cara untuk membuat hubungan suami-istri menjadi lebih baik.
Hak dan Kewajiban Suami dan Istri yang Melakukan Perkawinan Nyentana
Sebuah pasangan yang melaksanakan perkawinan nyentana memiliki hak dan kewajibannya masing-masing. Berikut adalah hak dan kewajiban tersebut:
1. Hak Suami
- Diangkat da diperlakukan seperti anak kandung oleh keluarga pihak istri.
- Mendapat hak mewaris.
2. Hak Istri
- Mendapat peningkatan status menjadi sentana rajeg/laki-laki.
- Keturunan yang lahir terhitung dalam garis keturunan keluarga wanita.
3. Kewajiban Suami
- Mengurus segala bentuk keperluan dalam kehidupan rumah tangga.
- Berkewajiban menjalankan hal yang berhubungan dengan desa/banjar.
4. Kewajiban Istri
- Berkewajiban untuk menjalankan hal yang berhubungan dengan desa/banjar.
- Mengurus segala bentuk keperluan dalam kehidupan rumah tangga.
Nyentana adalah suatu tradisi perkawinan yang dilakukan masyarakat adat Bali di mana pihak mempelai perempuan mempersunting pihak mempelai laki-laki. Demikianlah pembahasan mengenai pernikahan nyentana, semoga artikel ini bermanfaat.
(khq/fds)